Islamic Literature
DOI: 10.21070/ijis.v5i0.38

Al-Saum: A Semantic Study of the Qur'an


Al-Saum: Suatu Kajian Semantik pada Al Quran

Indonesia

(*) Corresponding Author

ṣaum semantik Alquran

Abstract

Istilah Al-ṣaum merupakan konsep dalam Alquran dengan berbagai derivasinya seperti al-ṣiyam, taṣumu, yaum, ṣiyaman, ṣiyām, ṣauman, ṣaimin. Pemaknaan ṣauman umumnya diartikan menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya yaitu makan, minum dan hubungan sex dari mulai fajar (shubuh) sampai terbenam matahari (maghrib). Pernyataan seperti itu tentu saja masih menyisakan semacam ketidak-jelasan. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk menemukan ciri khas dari konsep al-ṣaum dalam Alquran, dengan metode yang digunakan ialah  library research, pendekatan semantik Al-Qur’an karya Toshiku Izutsu dengan langkah-langkah pertama mencari makna dasar, kedua mencari makna relasional dan yang ketiga ialah mencari world view. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa makna kata  s}aum  ialah ialah menahan, meninggalkan, diam, berhenti, membuang dan mengekang.  Pada masa  pra Islam istilah s{iyam sudah dikenal, karena memiliki tradisi berpuasa beberapa hari yang dimulai pada pertengahan bulan Sya’ban untuk menyambut musim panas dan sarana mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Adapun makna siyām pada masa pra Islam ialah diam dan menahan, tidak bergerak, ketika Islam datang terjadi perubahan makna ṣiyam yakni ketika masa jahiliah orang-orang berpuasa sebagai suatu  cara untuk menghormati perbuatan  untuk menghormati dan memuliakan sesuatu  yang dianggap tinggi, ketika Islam datang terdapat penyempitan pemaknaan ṣiyām yakni  sebagai saran untuk menjadi orang-orang bertakwa dan meningkatkan harkat martabat.World view dari ṣiyām ini ialah meningkatkan kualitas manusia dari segi fisik dan rohani, karena dengan fisik  dan rohani yang kuat mampu memakmurkan bumi.

Pendahuluan

Al-S{aum adalah salah satu konsep yang penting dalam Alquran. Ada beberapa konsep dalam ajaran Islam yang dikaitkan dengan al-S{aum dengan berbagai derivasinya seperti al-S{iyam, tas}umu, yas}um, S}iyaman, S}iyam, S}auman, S}aimin. Misalnya saja ungkapan S}aumanyang umumnya diartikan secara makna dasar atau makna secara bahasa yaitu menahan. Adapula dalam pengertian secara syara’ seperti al-S{iyam yang artinya menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya yaitu makan, minum dan hubungan sex dari mulai fajar (shubuh) sampai terbenam matahari (maghrib).

Pernyataan seperti itu tentu saja masih menyisakan semacam ketidak-jelasan. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud hendak menerapkan analisis semantik untuk menemukan ciri khas dari konsep al-S{aumyang diharapkan dapat menemukan kesan yang lebih mendalam.Hasil kajian diharapkan dapat menjelaskan paling tidak tiga hal sebagai berikut: (1) Apa hakikat (makna dasar dan makna relasional) dari kata al-s}aum? (2) Bagaimana (tata cara pelaksanaan) al-s}aum? (3) Apa manfaat mengerjakan al-s}aum?

Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang relatif utuh mengenai bagaimana sesungguhnya konsep al-S{aum dalam Alquran,sehingga para pembaca paham apa hakikat al-s}aum, tahu bagaimana cara melaksanakannya dan tergerak untuk melakukannya.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif, dengan pendekatan semantik al-Qur’an karya Toshiku Izutsu. Istilah semantik al-Qur’an merupakan gagasan Izutsa dalam memahami teks, salah satunya Alquran, dengan karya Men and God in the Qur’an. Karya tersebut menjelaskan bahwa konsep Islam dalam Alquran mempunyai peranan masing-masing dan adanya keterkaitan dengan yang lainnya, sehingga memberikan makna yang lebih luas.

Penulis menggunakan pendekatan semantik Alquran dengan tiga langkah utama yakni pertama, mencara makna dasar ialah konsep tersebut mempunyai makna secara bahasa ditinjau dari perkembangan makna tersebut dari masa Jahiliyah, dan ketika Islam datang dengan konsep yang diberikan, tentu makna tersebut akan berubah baik secara meluas ataupun menyempit. Kedua, makna relasional yakni mencara kata-kata yang berkaitan dengan kata kunci yang dicari dan akan ditemuka adanya hubungan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga, ialah mencarai world view ataupun tujuan dan makna sesungghnya mengenai konsep tersebut.

Pembahasan

Kata Al-Saum dalam Al-Qur ’an

Al-S{aum / al-S}iyam(الصوم / الصيام) adalah mashdar yang terbentuk dari gabungan 3 buah huru ص و م yang merupakan huruf mu’tal tengah atau ajwaf. Selain kata الصوم / الصيام ُ, masih ada empat kata lain dalam Alquran yang juga merupakan derivasi dari ص و م yaitu :

(1) يَصُمْ (fi’il mud{a>ri majzum dengan lam amr). (2) تَصُومُوا ُ (fi’il mud}ari’ mans}ub dengan an). (3) الصَّائِمِينَ (ism fa>`il dalam bentuk jama’ mudzakar salim dari kata صائم. (4)الصَّائِمَاتِ (isim fa>`il dalam bentuk jama’ muannats salim dari kata صائمة).Sehingga kata al-S{iyam dan derivasinya disebutkan 12 kali dalam 12 ayat Alquran, seperti tergambar dalam tabel 1.

No Kata Frekwensi Ayat
1 الصِّيَامُ 2 kali 2 ayat
2 صِيَامٍ 1 kali 1 ayat
3 صِيَامًا 1 kali 1 ayat
4 صِيَامُ 3 kali 3 ayat
5 صَوْمًا 1 kali 1 ayat
6 تَصُومُوا 1 kali 1 ayat
7 يَصُمْ 1 kali 1 ayat
8 الصَّائِمِينَ 1 kali 1 ayat
9 الصَّائِمَاتِ 1 kali 1 ayat
Jumlah 12 kali 12 ayat
Table 1.Kata siyam dan derivasinya

Makna Dasar Kata Al- Saum

Kata siyam dakam kamus lisan al-‘Arab al-Saum artinya menahan (diri) dari sesuatu dan meninggalkannya. Sebagaimana dikatakan :

الصَّوْمُ في اللغة الإمساكُ عن الشيء والتَّرْكُ له

Artinya : S}aum menurut Bahasa ialah menahan (diri) dari sesuatu dan meninggalkannya.

Kata al-S{aum dalam kamus al-munawir artinya menahan, mengekang, diam, berhenti, membuang. Dari uraian diatas, maka kita menemukan makana dasar al-S{aum itu ialah menahan, meninggalkan, diam, berhenti, membuang dan mengekang. Meski kelihatannya berbeda-beda, namun sesungguhnya masih bisa dipadu-padankan. Jika kita renungkan secara mendalam maka makna tersebut ternyata saling berkaitan.

Kata al-S{aum dengan semua bentuknya paling banyak digunakan dalam makna istilah kecuali satu ayat dalam makna bahasa, yaitu Qs. Maryam[19]:26. Pada Qs.Al-Baqarah[2]:183 dan 184. Pada Surat Al-Baqarah[2]: 183 menerangkan tentang kewajiban s}aum. Ayat ini sebagai ayat pertama berkaitan dengan rangkaian ayat-ayat s}aum. Sedangkan Qs.Al-Baqarah[2] : 187 menjelaskan tentang izin bercampur dengan istri yang ditegaskan dalam ayat ini menunjukkan bahwa puasa tidak harus menjadikan seseorang terlepas sepenuhnya dari unsur-unsur jasmaniahnya. Seks adalah kebutuhan pria dan wanita. Karena itu, mereka para istri adalah pakaian bagi kamu wahai suami dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Kalua dalam kehidupan normal seseorang tidak dapat hidup tanpa pakaian, demikaian juga berpasangan tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia normal manusia dewasa.

Pada ayat Qs.Al-Baqarah[2]:196, s}aum berkaitan dengan alternatif yang diberikan oleh Allah bagi mereka yang menunaikan ibadah haji tamattu’, yakni mengerjakan umrah sebelum haji dalam satu bulan haji untuk menyembelih kurban satu kambing, tetapi jika tidak menemukan hewan qurban atau tidak mampu untuk membelinya, maka wajib s}aum selama tiga hari dalam masa haji sebelum pulang dan ditambah tujuh hari apabila sudah berada di kampong halaman. Lalu Qs.Al-An’a<m[5]: 95 perintah s}aum sebagai sanksi atas suatu pelanggaran yang berkaitan dengan pelanggaran berupa menyembelih binatang buruan dalam keadaan sedang berihram. Dimana s}aum merupakan pilihan diantara beberapa sanksi lainnya. Pada Qs.A<li‘Imra<n[3] : 92 perintah s}aum berkaitan dengan kasus pembunuhan yang menimpa seorang mukmin oleh seorang mukmin yang lainnya karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana Dalam Qs.Al-An’a<m[5]: 89 perintah s}aum selama tiga hari berkaitan dengan pelanggaran sumpah dengan sengaja melanggarnya atau harus dilanggarnya karena berkaitan dengan pelanggaran syara’ yang harus dilakukan karena tidak boleh dihalangi untuk melakukannya termasuk dengan sumpah. Maka Allah swt menghukum orang yang melanggar sumpah-sumpah yang sengaja dilakukan maka kafaratnya dengan memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa diberikan kepada keluarganya, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. sebagai kafarat sumpah-sumpahnya bila bersumpah (dan dilanggarnya).

Pada QS.Maryam[19]:26 s}aum dalam pengertian Bahasa dalam pengertian menahan diri untuk tidak berbicara dengan manusia. Hal ini dilontarkan oleh Siti Maryam, ia berkata : "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini". Dalam Qs.Al-Baqarah[2]:184 merupakan penjelasan tentang kedudukan s}aum yang baik untuk dilaksanakan, meskipun sebelumnya tentang dispensasi untuk meninggalkan s}aum dalam kondisi tertentu yang sekiranya dapat memberatkan pelakunya.

Pada Qs.Al-Baqarah[2]:185 berupa perintah s}aum bagi siapapun yang menyaksikan hilal, menerima informasi tentang adanya informasi ada orang lain yang melihat hilal dan kesaksiannya dapat dipertanggung jawabkan atau orang kebetulan hadir pada tempat itu sebagai orang muqim. Sedangkan dalam QS. Al-Ah{za>b[33]:35 menjelaskan tentang sifat hamba Allah yang s}aum. Bermula dari semangat seorang shahabiyah bernama Ummu Umarah, ia berkata :

ما ارى كل شيئ الا للرجال ما ارى النساء يذكرن بشيئ

Artinya:“Saya tidak melihat segala sesuatu bkecuali hanya untuk laki-laki. Saya tidak melihat perempuan disebut-sebut.”

Sehubungan dengan itu turunlah ayat Alquran yang menerangkan bahwa orang Islam laki-laki dan perempuan bila hendak menjadi hamba Allah terlebih dahulu mesti mempunyai kesanggupan untuk taat yaitu Islam, rela hidup diatur oleh hokum. Orang yang sudah Islam sudah mempunyai kesanggupan untuk tunduk dan taat. Maka hendaklah berhati-hati agar jangan taat kepada tahayul dan khurafat, tetapi taat yang dasarnya iman, dan iman itu mesti disaksikan ketidak palsuannya dengan qunut, yaitu tekun dalam beribadah. Ketekunan dalam ibadah akan membina akhlak yang tinggi, yaitu jujur, tahan uji (sabar) dan melakukan segala sesuatu dengan khusyuk dengan penuh perhatian. Dengan demikian ia meningkat menjadi manusia yang tidak kikir dan kuat puasa, yaitu menahan diri dari segala kemunkaran. Dari keluarga yang suci seperti ini akan lahir pemuda-pemuda pelanjut Rasul, penyambung garis perjuangan Nabi, sebab tiap anak yang lahir adalah dari pernikahan yang sah, dengan tujuan baik. Yang terakhir, umat yang seperti itu selalu akan ingat kepada Allah, tidak melupakan Dia. Bagi orang seperti itu yang disediakan Allah pengampunan dan ganjaran yang besar.

Makna Relasional Kata Al- Saum

Kata al-Saum Pada Masa Jahiliah

Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh kemuliaan pada masa Jahiliah dan sangat dikenal oleh berbagai bangsa dan agama terdahulu sebelum Islam datang. Islamlah satu-satunya agama yang mewajibkan puasa sebulan penuh pada bulan itu. Hal itu diperkuat melalui firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S.al-Baqarah[2]: 183)

Bangsa Arab pra Islam yang dikenal dengan istilah Jahiliyah memiliki tradisi berpuasa beberapa hari yang dimulai pada pertengahan bulan Sya’ban untuk menyambut musim panas dan sarana mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Mereka pun menjadikan musim panas sebagai musim subur dan waktu untuk bercocok tanam. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang berpindah-pindah untuk mengekspresikan bahasa dan kesusasteraan pada saat itu.

Jika kita membaca karya Syekh Baquri tentang kesusasteraan Arab kuno, yang berjudul Ma’as S}aimin, ada catatan yang menjelaskan bahwa bangsa Arab pada masa Jahiliyah sebelum Nabi Muhammad saw diutus dalam arti menahan gerak, baik yang dilakukan oleh hewan, benda mati, maupun manusia. Itulah maksud yang disebutkan dalam budaya bahasa Arab kuno, seperti ungkapan syair berikut ini

خيلٌ صيامٌ وخيلٌ غيرُ صائمةٍ # تحت العَجاج وأخرى تعلك الُّلجما

Artinya : Kuda yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa yang menebarkan debu, dan kuda dengan tali kekang yang ditarik di mulutnya

Penyair tersebut membagi tiga macam kuda. Pertama, kuda yang berpuasa di kandangnya dan tidak bergerak. Kedua, kuda yang menebarkan debu sebelum dimulai pertempuran, dan ketiga kuda yang ditarik tali kekangnya untuk masuk ke dalam medan pertempuran.

Ada banyak syair pada masa Jahiliah yang menggambarkan S}iyamurrih `puasa angin’. Maksud dari puasa angin adalah tunduk dan tidak bergerak, seperti orang yang mengatakan dalam bait syair :

حتّى إذا صام النهار واعتدل ... وسال للشمس لعابٌ فنزل

Artinya : Shamatis syamsu `matahari berpuasa’. Artinya bahwa matahari itu ada, namun tidak bergeser dari tempatnya karena dalam posisi tegak lurus.

Sebagaimana dikatakan dalam syair : “Seburuk-buruk ember adalah yang terus dipakal; tanpa diganti Seburuk-buruk alat katrol, jika tidak berfungsi.” Artinya adalah bahwa ember kecil yang terus dipakai pemiliknya dan tidak ada pengganti, diumpamakan dengan ember yang buruk dan katrol yang tidak dapat berputar adalah katrol yang buruk, menurut bangsa Arab pada masa Jahiliah.

Orang Arab juga menggunakan kata S}iyam untuk tempat berdirinya kuda tanpa melakukan gerakan apa pun. Kata itu juga dipakai pada tempat yang ada di langit, tempat timbulnya bintang kecil bagi orang yang memandangnya, seakan-akan bintang itu tergantung, tidak berubah ataupun hilang, karena dari sudut pandangnya ia tetap di posisinya dan tidak bergerak. Itulah perkataan seorang yang cerdas dalam menggambarkan panjangnya malam. la menggambarkan di dalam syairnya bahwa sekumpulan bintang yang dikenal dengan bintang kecil tetap pada posisinya, tidak bergerak, seakan-akan terikat dengan batu besar dan talinya terbuat dari serabut yang kuat.

Kata as-S}iyam disebutkan di dalam Alquran. Dari segi bahasa, dalam firman Allah swt, melalui lisan Maryam a.s. :

فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Artinya: “… aku telah bernazar berpuasa untuk Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam[19]: 26)

S}aum dalam ayat itu berarti diam dan menahan diri untuk tidak berbicara. Arti kata tersebut telah dikenal sebelum Islam datang. Seperti s}aum Asyura

Bagi orang Arab Jahiliyyah, Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu diperbarui penutup (kiswah) Ka’bah. Dan untuk melengkapi pengagungannya mereka melaksanakan s}aum pada hari itu. Sebagaimana dalam hadis berikut ini:

عَن عَائِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ

Artinya: “Dari Aisyah, ia berkata, “Hari Asyura adalah waktunya s}aum orang-orang Quraisy di zaman jahiliyah.”(HR. Al-Bukhari)

Pada masa ini, Nabi Muhamad saw. turut serta mens}auminya karena masih mengikuti tradisi jahiliyyah. Siti Aisyah menjelaskan :

وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُهُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ

Artinya “Dan Rasulullah saw. mens}auminya pada masa jahiliyyah.” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, Malik, asy-Syafi’I.)

Adapun latar belakang orang jahiliyyah menghormati Asyura, dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut :

Imam Al-‘Ainiy berkata:

كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيْهِ الْكَعْبَةُ وَكَانَتْ تُكْسَى فِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ

Artinya: “Hari Asyura adalah hari ditutupnya Ka’bah. Dan ia ditutup pada setiap tahun satu kali pada hari Asyura.”

Syekh Athiyyah Muhamad bin Salim berkata:

وَقُرَيْشٌ كَانَتْ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَتُجَدِّدُ فِيْهِ كِسْوَةَ الْكَعْبَةِ

Artinya “Orang-orang Quraisy saum pada hari Asyura dan pada hari itu (pula) mereka memperbarui kiswah Ka’bah.”

Dr. Jawwad Ali berkata:

أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تُعَظِّمُ هذَا الْيَوْمَ، وَكَانُوْا يَكْسُوْنَ الْكَعْبَةَ فِيْهِ، وَصَوْمُهُ مِنْ تَمَامِ تَعْظِيْمِهِ

Artinya:“Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengagungkan hari ini, dan pada hari itu mereka menutup ka’bah, dan melaksanakan saum karena melengkapi pengagungannya.”

S}aum pada masa itu dianggap sebagai bagian dari adat sopan santun dan pengagungan/penghormatan bangsa Arab terhadap baitullah Ka’bah. Namun Alquran mengkoreksi pandangan seperti itu dan mengaturnya tatacara s}aum secara lebih terperinci. Sejak Allah swt mensyari’atkannya dalam Alquran al-S{aum merupakan upaya yang identik dengan tunduk dan taat kepada Allah Swt. alias takwa.

Kata al-Saum Pada Masa Alquran

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa al-s}aum, telah dikenal luas oleh masyarakat Arab Jahiliyah. Bagi merekaal-S{aum adalah suatu perbuatan yang paling luhur nilainya untuk menghormati dan memuliakan sesuatu seperti ka’bah.

Orang-orang Arab Jahiliyah percaya bahwa suatu cara yang paling baik untuk memuliakan “benda” yng paling dihormati dan dimuliakan adalah dengan s}aum.

Dalam berbagai kesempatan saat Alquran menjelaskan konsep al-S{aum dengan berbagai derivasinya, menjadi solusi yang paling diandalkan.

Misalnya saat Alquran menjelaskan tujuan s}aum disyari’atkan adalah untuk mencapai derajat taqwa dalam Qs.Al-Baqarah[2] :183. Sedangkan taqwa merupakan predikat tertinggi dan sangat terhormat dalam QS. Al-H}ujra>t[49]:13. Berbagai kemudahan diberikan oleh Allah swt di dunia ini bagi orang yang bertaqwa seperti dalam QS. Al-T{ala>q[65]:2-3. Sedangkan di akhirat bagi orang yang bertaqwa Allah swt menyediakan surga dalam QS.A<li ‘Imra>n[3]:133.

S}aum merupakan kewajiban bagi orang yang beriman. Betapapun tingkat keimanannya. Seperti dalam QS al-Baqarah ayat 183 sampai 188. Sebagai ayat-ayat yang membahas s}aum. Dari mulai penetapan hokum s}aum, target dari ibadah s}aum, orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak s}aum dan cara menggantinya, waktu pelaksanaan s}aum, pembatal-S{aumdan hukmah-hikmah lainnya.

Dalam ayat pertama dijelaskan bahwa s}aum wajib bagi orang yang beriman, betapapun tingkat keimanannya. Jika keimanan itu dalam pengertian yakin dan percaya, maka s}aum merupakan pembuktian dari keniscayaan adanya keimanan. S}aum sejatinya akan meningkatkan keimanan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu taqwa. Pada ayat itupun mengisyaratkan bahwa s}aum merupakan ibadah yang belum dikenal, meskipun Bahasa s}aum bukanlah Bahasa yang asing pada saat itu, karena sudah dipakai dalam keseharian tapi dalam kontek kebahasaan.

Ayat kedua memperjelas tentang waktu s}aum. Sekalipun dalam bentuk yang belum begitu tegas. Paling tidak s}aum tidak diwajibkan untuk sepanjang masa tetapi hanya beberapa hari saja. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada beberapa pihak yang dibolehkan untuk tidak s}aum dengan cara menggantinya. Diantra yang dibolehkan tidak s}aum itu ialah orang yang sakit atau sedang safar. Maka mereka diberikan dispensasi untuk tidak s}aum dan harus menggantinya dengan s}aum juga (qadha) sebanyak s}aum yang ditinggalkan untuk diganti pada hari-hari diluar Ramadhan asal tidak pada hari-hari yang diharamkan untuk s}aum seperti hari idaen. Selain dari keduanya adalah orang-orang berat untuk melakukan s}aum diluar kedua tersebut. Bagi orang seperti ini menggantinya dengan fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin setiap hari batalnya satu orang miskin atau lebih. Pada ayat inipun diisyaratkan bahwa s}aum itu sangat baik jika mengerti tentang hikmah-hikmah s}aum.

Ayat ketiga semakin jelas mengenai batasan s}aum yaitu satu bulan penuh dengan penekanan rukhsah untuk tidak s}aum bagi orang yang sakit atau diperjalanan dan terasa berat untuk tetap melaksanakan s}aum bahkan mungkin merasa keselamatan jiwanya terancam.

Pada ayat ini diselingi dengan informasi turunnya Alquran dan kaidah beragama, yaitu “Allah menghendaki kemudahan untuk kamu sekalian dan tidak menghendaki kesulitan”.Ayat keempat berbicara tentang do’a, sekalipun seperti tidak ada hubungan dengan tema s}aum, karena posisinya berada diantara pembahasan s}aum, maka para ulama berusaha mencari korelasi antara ayat ini dengan tema s}aum. Allah swt menunjukkan kedekatan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, khusunya kepada mereka yang berpuasa, oleh karenanya dalam bulan puasa menganjurkan untuk memperbanyak mengajukan permohonan dan harapan kepada-Nya lewat do’a-do’a yang dipanjatkan.

Sedangkan dalam Qs.Al-Baqarah[2]:187 menjelaskan tentang izin bercampur dengan istri yang ditegaskan dalam ayat ini menunjukkan bahwa puasa tidak harus menjadikan seseorang terlepas sepenuhnya dari unsur-unsur jasmaniahnya. Seks adalah kebutuhan pria dan wanita. Karena itu, mereka para istri adalah pakaian bagi kamu wahai suami dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Kalua dalam kehidupan normal seseorang tidak dapat hidup tanpa pakaian, demikaian juga berpasangan tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia normal manusia dewasa.

Dalam ayat Qs.Al-Baqarah[2]:196, s}aum berkaitan dengan alternative yang diberikan oleh Allah bagi mereka yang menunaikan ibadah haji tamattu’, yakni mengerjakan umrah sebelum haji dalam satu bulan haji untuk menyembelih kurban satu kambing, tetapi jika tidak menemukan hewan qurban atau tidak mampu untuk membelinya, maka wajib s}aum selama tiga hari dalam masa haji sebelum pulang dan ditambah tujuh hari apabila sudah berada di kampong halaman.

Dalam Qs.Al-An’a<M[5]: 95 perintah s}aum sebagai sanksi atas suatu pelanggaran yang berkaitan dengan pelanggaran berupa menyembelih binatang buruan dalam keadaan sedang berihram. Dimana s}aum merupakan pilihan diantara beberapa sanksi lainnya.

Dalam Qs.’A<li ‘Imra<n[3] : 92 perintah s}aum berkaitan dengan kasus pembunuhan yang menimpa seorang mukmin oleh seorang mukmin yang lainnya karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dalam Qs.Al-An’a<m[5]: 89 perintah s}aum selama tiga hari berkaitan dengan pelanggaran sumpah dengan sengaja melanggarnya atau harus dilanggarnya karena berkaitan dengan pelanggaran syara’ yang harus dilakukan karena tidak boleh dihalangi untuk melakukannya termasuk dengan sumpah. Maka Allah swt menghukum orang yang melanggar sumpah-sumpah yang sengaja dilakukan maka kafaratnya dengan memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa diberikan kepada keluarganya, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. sebagai kafarat sumpah-sumpahnya bila bersumpah (dan dilanggarnya).

Pada surat Al-Anbiya>[19] : 26 s}aum dalam pengertian Bahasa dalam pengertian menahan diri untuk tidak berbcara dengan manusia. Hal ini dilontarkan oleh Siti Maryam, ia berkata :"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini".

Sedangkan dalam QS. Al-ah}zab>b[33] : 35 menjelaskan tentang sifat hamba Allah yang s}aum. Bermula dari semangat seorang shahabiyah bernama Ummu Umarah, ia berkata :

ما ارى كل شيئ الا للرجال ما ارى النساء يذكرن بشيئ

Artinya : Saya tidak melihat segala sesuatubkecuali hanya untuk laki-laki. Saya tidak melihat perempuan disebut-sebut.

Sehubungan dengan itu turunlah ayat Alquran yang menerangkan bahwa orang Islam laki-laki dan perempuanbila hendak menjadi hamba Allah terlebih dahulu mesti mempunyai kesanggupan untuk taat yaitu Islam, rela hidup diatur oleh hokum. Orang yang sudah Islam sudah mempunyai kesanggupan untuk tunduk dan taat. Maka hendaklah berhati-hati agar jangan taat kepada tahayul dan khurafat, tetapi taat yang dasarnya iman, dan iman itu mesti disaksikan ketidak palsuannya dengan qunut, yaitu tekun dalam beribadah. Ketekunan dalam ibadah akan membina akhlak yang tinggi, yaitu jujur, tahan uji (sabar) dan melakukan segala sesuatu dengan khusyuk dengan penuh perhatian. Dengan demikian ia meningkat menjadi manusia yang tidak kikir dan kuat puasa, yaitu menahan diri dari segala kemunkaran. Dari keluarga yang suci seperti ini akan lahir pemuda-pemuda pelanjut Rasul, penyambung garis perjuangan Nabi, sebab tiap anak yang lahir adalah dari pernikahan yang sah, dengan tujuan baik. Yang terakhir, umat yang seperti itu selalu akan ingat kepada Allah, tidak melupakan Dia. Bagi orang seperti itu yang disediakan Allah pengampunan dan ganjaran yang besar.

Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa makna kata s}aum ialah menahan, meninggalkan, diam, berhenti, membuang dan mengekang. Pada masa pra Islam istilah s{iyam sudah dikenal, karena memiliki tradisi berpuasa beberapa hari yang dimulai pada pertengahan bulan Sya’ban untuk menyambut musim panas dan sarana mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Adapun makna s{yam pada masa pra Islam ialah diam dan menahan, tidak bergerak, ketika Islam datang terjadi perubahan makna S{iyam yakni ketika masa jahiliah orang-orang berpuasa sebagai suatu cara untuk menghormati perbuatan untuk menghormati dan memuliakan sesuatu yang dianggap tinggi, ketika Islam datang terdapat penyempitan pemaknaan s{iyam yakni sebagai saran untuk menjadi orang-orang bertakwa dan meningkatkan harkat martabat. Adapun relasi makna S{iyam menunjukkan suatu kewajiban bagi orang beriman, sebagai sanksi, tidak dapat melaksanakan ibadah dalam haji tamattu’, berburu saat dalam keadaan ihram, Seorang mukmin membunuh mukmin lainnya dengan tidak sengaja, Sifat hamba yang mulia. World view dari siya>m ini ialah meningkatkan kualitas manusia dari segi fisik dan rohani, karena dengan fisik dan rohani yang kuat mampu memakmurkan bumi

References

  1. ‘Ali, Jawād. Al-Mufaṣal fī Tārīkh al-‘Arab Qabl al-Islām, XVI.tk:Dār Sāqī,1422H.
  2. Abdurrahman, Risalah Wanita.Sinar Baru Algensindo:2005.
  3. Ismā’il abū ‘Abdillah al-Bukhārī, Muḥammad ibn. ṣahīh Bukḥarī,Juz.3.Damaskus:Dār ṭauq al-Najjāh,1422H.
  4. Maḥmud ibn Aḥmad, Abū Muḥammad. ‘Umdah al- Qāri ṣaḥīh al-Bukhāri, juz XIV.Beirut: Dār Iḥya al-Turath, tt.
  5. Manẓūr, Ibn. Lisān al-‘Arab Juz.12.Beirut: Dār al-ṣādr,tt.
  6. Sālim, ‘Atiyah ibn Muḥammad. Sharh Bulūghūl Marām, VII.tk: Dur ṣautiyyah,tt.
  7. Saepudin, Dindin Moh. M.Solahudin, dan Izzah Faizah Siti Rusydati Khairani, Iman Dan Amal Saleh Dalam Alquran (Studi Kajian Semantik),Jurnal Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.2, No.1 (Juni 2017): 10-20.
  8. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah,Vol.1.Lentera Hati, 2012.
  9. Sulaimān, Abū Dāwud. Sunan Abi> Dāwūd,juz.2.Beirut: Maktabah al-‘As{riyyah,tt.
  10. Warson Munawwir, Ahmad. al-Munawwir.Yogyakarta:Pustaka Setia, 1984.