Abstract

Background: Innovative pedagogical strategies are crucial for enhancing student engagement in Islamic education. Specific Background: This study examines the implementation of ice-breaking activities to address challenges of fatigue and disengagement during the final class period at an elementary school. Knowledge Gap: There is limited research on the application of ice-breaking techniques within Islamic education contexts. Aims: The research aims to evaluate the effectiveness of ice-breaking activities in fostering a conducive learning environment. Results: Findings indicate that these activities significantly improve students’ attention and comprehension, facilitating effective lesson delivery. Novelty: This study demonstrates how tailored ice-breaking exercises can alleviate classroom fatigue and promote engagement. Implications: The results suggest that integrating ice-breaking activities can serve as a practical strategy for educators to enhance student engagement and knowledge retention, thereby cultivating a dynamic classroom atmosphere.

Highlights :

 

  • Enhancement of Engagement: Ice-breaking activities significantly boost student focus and participation, especially during critical learning periods.
  • Tailored Approaches: Specific ice-breaking techniques can effectively address classroom fatigue and disengagement in Islamic education settings.
  • Practical Teaching Strategy: Integrating these activities offers educators a valuable tool for improving instructional delivery and student comprehension.

Keywords: Islamic education, ice-breaking activities, student engagement, classroom strategies, teaching effectiveness.

 

Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali akal dan pikiran yang menjadikannya mampu membedakan antara yang hak dan bathil, baik dan buruk, benar dan salah [1]. Karena bekal akal dan pikiran inilah manusia membutuhkan Pendidikan untuk memuaskan rasa ingintahunya dalam menjalani hidup [2]. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat [3]. Dalam penelitian lain pendidikan diartikan sebagai sistem yang mempunyai beberapa komponen, yaitu: siswa dan guru sebagai pendidik, proses pembelajaran dipengerahui oleh lingkungan dan instrument pengajaran dan hasil interaksi antara guru dan siswa [4]. Dalam Pendidikan, Pendidikan agama merupakan salah satu dari tiga subyek pelajaran yang harus dimasukkan dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan formal di Indonesia. Hal ini dikarenakan kehidupan beragama merupakan salah satu dimensi kehidupan yang diharapkan dapat terwujud secara terpadu [5].

Sebagaimana diamanatkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 agar guru dan dosen memahami, menguasai, dan terampil menggunakan sumber-sumber belajar baru dan menguasai empat kompetensi, antara lain: paedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik [6]. Peranan seorang guru yang profesional tentu juga menjadi sebuah tuntutan dan tantangan besar agar dapat menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan serta dapat memberikan kesan terbaik untuk siswa. Kesan terbaik dapat diciptakan oleh guru melalui iklim belajar yang nyaman, menyenangkan serta efektif. Keefektifan tersebut dapat tercapai dengan upaya guru dalam mengembangkan keterampilan pengelolaan kelas [7]. Tertera pada UU RI nomor 2 pasal 40 ayat 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk : (a). Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. (b). Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu Pendidikan. (c). Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya” [8].

Menurut Nawawi (1995:123) guru merupakan figure yang memiliki karakteristik tertentu yang bekerja dalam bidang Pendidikan dan pengajaran, sehingga memiliki tanggung jawab yang besar bagi keberhasilan proses pembelajaran [9]. Seorang guru harus mempersiapkan segala keperluan dalam kegiatan pembelajaran, seperti penentuan strategi, metode, model dan media yang digunakan untuk keberhasilan proses pembelajaran.[10] Proses pembelajaran yang efektif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sesuai dengan indikator pencapaian [11]. Pembelajaran yang berjalan dengan sangat baik dan lancar akan membuat siswa tertarik pada suatu pelajaran yang sedang dipelajarinya [12]. Ketertarikan siswa inilah yang akan menimbulkan minat atau motivasi belajar siswa dalam mempelajari suatu materi yang sedang diajarkan. Adapun efektivitas dan kualitas pembelajaran tidak hanya terlihat dari prestasi hasil belajar peserta didik, tetapi juga pada proses pembelajaran berlangsung [13]. Manajemen pengelolaan kelas oleh guru sebagai salah satu faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pembelajaran peserta didik. Maka manajemen pengelolaan kelas harus bersifat kreatif dan inovatif. Hal ini dapat dilakukan seorang guru sesuai dengan tingkat kreativitas dan inovasi masing-masing guru. Semakin tinggi tingkat kreativitas dan inovasi seorang guru dalam mengelola kelas, maka semakin besar pula peluang keberhasilan pembelajaran peserta didik [14].

Namun sangat disayangkan, fenomena yang terjadi dilapangan umumnya menunjukkan perilaku pembelajaran guru di sekolah dasar masih terbatas pada pengertian makna mengajar, di mana proses pengajaran bersifat searah dari guru kepada peserta didiknya. Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah pembelajaran sering kali bersifat monoton, kurang menarik dan kurang memberikan motivasi, serta cenderung menimbulkan sikap pasif pada peserta didik [15]. Maka dari itu untuk menciptakan suasana yang nyaman dan interaktif di kelas, serta menjadikan siswa merasa terlibat, termotivasi, dan siap untuk belajar, perlu diadakannya kegiatan yang dapat mencairkan suasana serta membuat peserta didik senang dan nyaman serta siap untuk proses ajar belajar yang efektif dan kondusif [16]. Hal ini penting diperhatikan agar guru dapat menyampaikan materi dengan baik dan peserta didik dapat menerima materi dengan baik pula. Ketika peserta didik sudah mulai bosan dengan pembelajaran, guru dapat mengendalikan kelas dengan Ice Breaking baik ketika mulai pembelajaran, maupun ditengah pembelajaran saat keadaan kelas mulai tidak kondusif [17]. Kreativitas guru dalam menerapkan Ice Breaking memberikan konstribusi positif terhadap hasil belajar siswa. Dalam prosesnya, semangat yang ditunjukkan oleh guru ketika menerapkan Ice Breaking secara tidak langsung akan menularkan semangat dan motivasi belajar kepada siswa. Implikasinya, ketika antusias siswa di dalam belajar bertambah, maka akan menambah durasi siswa untuk berkonsentrasi dalam mengikuti pembelajaran dan menyelesaikan tugas [18].

Ice Breaking biasanya berupa suatu kelucuan, kadang memalukan, kadang hanya sekedar penyampaian informasi [19]. Keunggulan dari Ice Breaking itu sendiri yaitu pelaksanaanya tidak memiliki persyaratan tempat dan tidak pula memperlukan durasi yang lama sehingga tidak terlalu mengorbankan waktu pada proses pembelajaran yang sedang berlangsung [20]. Pelaksanaan Ice Breaking ini dapat menjadi apersepsi sebelum memulai pembelajaran, Ice Breaking juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme [21]. Dari pemaparan diatas, setidaknya ada beberapa indikator yang dijadikan acuan efektivitas sebuah Ice Breaking dalam proses pembelajaran, diantaranya adalahl : keadaan kelas jadi kondusif, suasana belajar menjadi menyenangkan, menumbuhkan rasa tanggung jawab dan percaya diri pada peserta didik dan siap untuk menerima materi.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di SD Negeri Sugihan 03, motivasi peserta didik kelas IV SD Negeri Sugihan 03 semakin meningkat dalam kegiatan belajarnya. Hal ini menyebabkan peserta didik lebih berkonsentrasi saat proses pembelajaran, tidak berbicara sendiri, sehingga guru dapat menjadikan ice breaking sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik [22]. Dalam penelitian lain di kelas XII di SMK Wira Harapan, disebutkan bahwa pelaksanaan ice breaking berpengaruh pada minat dan hasil belajar matematika peserta didik secara signifikan [23]. Selain itu, terdapat pula penelitian yang menjelaskan bahwa penerapan ice breaking dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam belajar pada peserta didik kelas VIII B di SMP Bina Harapan Bangsa. Hal ini ditunjukkan dengan keberanian peserta didik untuk mengungkapkan pendapat, bertanya mengenai pembelajaran, dan memberikan umpan balik selama pembelajaran berlangsung [24].

Berbeda dengan penelitian di atas, penelitian ini memiliki lokasi yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya menggali secara utuh terkait teknik penerapan ice breaking dalam proses pembelajaran, klasifikasi ice breaking, serta manfaat diterapkannya ice breaking di SD Islam Terbuka Sabilul Huda. Selain itu, peneliti juga mencari tahu fenomena yang terjadi saat ice breaking diterapkan di SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini, serta sejauh mana sekolah mewajibkan penerapannya kepada seluruh guru dalam proses pembelajaran.

Metode

Penelitian penerapan Ice Breaking pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terbuka Sabilul Huda ini menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan yang berasaskan filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti situasi alami pada objek. Dalam hal ini, peneliti menjadi instrumen kunci. Pendekatan yang digunakan mengarah pada penelitian deskriptif, di mana peneliti meneliti kejadian dan fenomena kehidupan sekelompok individu serta mewawancarai beberapa individu sebagai perwakilan. Informasi yang diperoleh kemudian dijabarkan secara sistematis dan terperinci oleh peneliti [25].

Penelitian kualitatif-deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas dan menyeluruh suatu proses ajar-mengajar sebelum dan sesudah menerapkan Ice Breaking pada peserta didik Sekolah Dasar Islam Terbuka Sabilul Huda. Sekolah Dasar Islam Terbuka Sabilul Huda menjadi sekolah pilihan peneliti, beralamat di Bedugbaru, Durungbedug, Kec. Candi, Kab. Sidoarjo, Jawa Timur 61271. Subjek penelitian ini meliputi kepala sekolah, guru, dan murid Sekolah Dasar Islam Terbuka Sabilul Huda. Sumber data yang digunakan terdiri atas data primer (wawancara dan observasi peneliti) dan data sekunder (dokumentasi dan catatan yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data dikumpulkan, peneliti mengolah data dengan analisis data interaktif. Terakhir, setelah hasil terkumpul melalui proses analisis, peneliti akan melakukan seleksi data dan menjelaskan secara terperinci. Selanjutnya, peneliti menarik kesimpulan dari isi penjelasan tersebut.

Hasil dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Kegiatan di SD Islam Terbuka Sabilul Huda

Bersumber pada hasil observasi dan wawancara tentang penerapan Ice Breaking pada mata pelajaran Pendidikal agama islam di SD Islam Terbuka Sabilul Huda didapati bahwa: Sekolah yang berdiri pada tahun 2021 ini sangat mengutamakan keaktifan peserta didik di dalam kelas. Guru yang terdiri dari 14 orang ini merupaka jumlah dari 1 orang guru mata pelajaran (mapel), 4 orang guru wali kelas dan 9 orang guru tahfidz, jumlah guru tahfidz lebih banyak dari pada jumlah guru lainnya dikarenakan tahfidz menjadi program unggulan di SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini, hal ini bertujuan untuk menjadikan proses menghafal Al-Qur’an menjadi efisien dan intens. Setiap satu orang guru memegang delapan sampai sepuluh peserta didik per-kelompok dengan membagi kedalam tiga tingkatan pembelajaran, yaitu : High, Medium, dan Low. “High” diperuntukkan untuk peserta didik yang sudah lancar dalam membaca Al Qur’an. “Medium” diperuntukkan untuk peserta didik yang masih belum begitu lancar dalam membaca Al-Qur’an. Sedangkan “Low” menjadi tingkatan untuk peserta didik yang baru belajar membaca Al-Qur’an sehingga bacaannya masih terbata-bata. Klasifikasi menjadi tiga tingkatan pembelajaran Al-Qur’an ini dimaksudkan agar guru lebih mudah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan setiap peserta didik dan bagaimana mengetahui progresifitas setiap individunya, selain itu guru juga lebih mudah untuk mengevaluasi, mengambil keputusan, dan melakukan tindakan guna melaksanakan program unggulan ini.

Dari tabel diatas, diketahui bahwa tahfidz dimasukkan kedalam jam pelajaran bukan hanya menjadi program ekstrakulikuler diluar jam pelajaran yang ada. Padatnya jam pelajaran ini menjadikan guru di SD Islam Terbuka Sabilul Huda berinovasi untuk menjadikan setiap sesi didalam maupun diluar kelas menarik sehingga memunculkan kesenangan tersendiri dalam diri peserta didik untuk tetap enjoy setiap kali mengikuti pelajaran. Untuk menjadikan proses belajar-mengajar menjadi menarik, setiap guru di SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini meminimalisir penggunaan metode ceramah yang mana lebih terfokus dengan komunikasi satu arah karena dianggap kurang efisien dan efektif dalam proses belajar-mengajar. Sehingga para guru lebih memilih pola komunikasi dua arah yang merupakan komunikasi interpersonal, dimana para peserta didik melakukan hal yang sama seperti yang guru lakukan dan saling bertukar informasi. Guru menjadi komunikator yang menyampaikan materi dengan berbagai metode dan media pendukung yang telah disesuaikan kondisi peserta didik di kelas, dan peserta didik menerima materi serta memberikan timbal balik (feed back) kepada guru. Kegiatan ini dimaksudkan agar tidak hanya guru yang aktif di dalam kelas, namun peserta didik juga aktif dalam proses pembelajaran yang berjalan [26]. Meski begitu, bukan jaminan suasana kelas akan selalu kondusif, maka untuk mencegah hal itu terjadi, Guru SD Islam Terbuka Sabilul Huda berinovasi untuk mewajibkan penerapan Ice Breaking dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

B. Ice Breaking memecahkan kekakuan

‘Ice’ yang berarti es yang memiliki sifat padat, dingin, dan keras. Sedangkan breaking berarti pecah. Secara harfiah, Ice Breaking merupakan pemecahan es. Maka Ice Breaking dapat diartikan sebagai kegiatan atau permainan yang dirancang untuk memecah kebekuan dan kekakuan antar peserta didik dan pendidik, menciptakan suasana positif dan menyenangkan. Selain itu, Ice Breaking juga dapat diartikan sebagai peralihan situasi dari yang membosankan, membuat mengantuk, menjenuhkan dan tegang menjadi rileks, bersemangat, mengusir kantuk yang menyerang, serta memunculkan perhatian dan rasa senang untuk mendengarkan dan memperhatikan orang yang berbicara didepan kelas. Ice Breaking memiliki variasi yang beragam, 6 macam Ice Breaking yang sering diterapkan di SD Islam Terbuka Sabilul Huda, diantaranya adalah: yelling (yel-yel), tepuk tangan, menyanyi, menggerakkan anggota badan, humor dan permainan (games) ringan Beberapa games ringan pemecah kekakuan diantaranya adalah:

Tepuk warna. Permainan ini adalah bermain tepukan menggunakan tangan sesuai dengan warna yang telah ditentukan. Cara permainannya adalah: guru menentukan warna berdasarkan jumlah tepukan. Contoh: merah satu kali tepuk, kuning dua kali tepuk, hijau tiga kali tepuk, dan biru tanpa tepukan sambil mengeluarkan suara dari mulut “heeeekkk”. Guru mulai menyebutkan warna satu persatu kemudian para peserta didik mengikuti dengan tepukan sesuai dengan warna yang telah di tentukan. Bagi peserta didik yang salah akan menghibur temannya di depan kelas. Contoh hiburannya dapat berupa nyanyian balonku ada lima dengan mengganti huruf fokalnya menjadi huruf “O” semua.

Tiga “Dor”. Permainan ini bertujuan untuk cermat dalam berhitung dan konsentrasi. Cara bermainnya yaitu: satu peserta didik dipilih secara acak untuk menjadi orang pertama yang melakukan tembakan. Peserta didik yang dipilih tadi akan diminta untuk meneriakkan “satu” sambal posisi telunjuk dan ibu jari sedang menembak kea rah temannya, teman yang “ditembak” teriakkan “dua” begitu seterusnya. Peserta didik yang “ditembak” urutan kelipatan tiga atau mengandung unsur tiga, diminta meneriakkan “dor”. Peserta didik yang salah menyebutkan kode atau angka tidak dapat melanjutkan permainan. Peserta didik yang tidak pernah salah akan mendapatkan penghargaan.

People to Pelople. Cara bermainnya adalah para peserta didik berpasangan dua anak, kemudian guru akan menyebutkan beberapa bagian tubuh. Bagian tubuh yang disebutkan tersebut ditempelkan dengan masing-masing pasangan. Misalnya, jempol ke jempol - telunjut ke telunjuk –l kepala ke kepala. Saat guru menyebutkan bagian tubuh kedua, ketiga, dan seterusnya, peserta didik dilarang melepaskan bagian tubuh yang sejak awal ditempelkan. Kegiatan ini dapat memunculkan kefokusan dalam diri peserta didik.

Figure 1. Penerapan Ice Breaking

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan saat penerapan Ice Breaking dalam proses pembelajaran yaitu: Pertama, tidak terlalu lama dalam pelaksanaannya. Pada umumnya satu Ice Breaking dalam proses pembelajaran membutuhkan durasi 3 hingga 5 menit. Kedua, Ice Breaking diawali dengan intruksi yang benar dan jelas. tersebut. Ketiga, kegiatan ini nhendaknya dilakukan dengan penuh antusias dan kegembiraan. Dua syarat ini penting agar Ice Breaking dapat berjalan lancar sesuai tujuan. Keempat, hal yang tak kalah penting sebelum melakukan permainan ini kepada peserta didik, seorang guru hendaknya sudah mencoba atau mempraktekkan Ice Breaking tersebut sebelum diterapkan ke peserta didik di dalam kelas [27].

C. Ice Breaking menciptakan pembelajaran yang menyenangkan

Pada pelajaran Pendidikan agama islam, Ice Breaking yang dilakukan berupa pertanyaan materi yang telah diajarkan, menghafalkan materi dengan nyanyian, dan beberapa game ringan. Beberapa contoh ice breaking yang sering digunakan, yaitu:

Menghafalkan Asmaul Husna dengan irama. Irama yang digunakan di sesuaikan dengan hukum tajwid yang ada pada Asmaul Husnah. Contohnya : “الرَّحْمَنُ” “Arrahman ”Ro’ dibaca tebal karna bertasydid, dan semua hurufnya dibaca pendek satu harakat. “الرَّحِيْمُ” “Arrahiim” Ro’ dibaca tebal karna bertasydid, kha’ dipanjangkan dua harakat karna mad tabi’ie kasroh bertemu ya’. Menghafalkan Asmaul Husnah menggunakan irama ditujukan agar materi Asmaul Husna lebih mudah diingat dengan tajwid yang baik dan benar.

Tebak kata. Kata yang digunakan dalam permainan tebak kata ini merupakan asma’ul husna. Cara bermainnya adalah: seluruh jumlah peserta didik di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok menunjuk satu peserta didik untuk duduk di depan dan berhadapan dengan kelompok nya. Memilih satu peserta didik untuk berdiri dibelakang peserta didik pertama yang sudah ada di depan, kemudian peserta didik kedua ini akan membawa kertas yang berisikan asma’ul husnah. Para anggota kelompok akan mempraktekkan kata tersebut dengan Gerakan tanpa mengeluarkan suara. Peserta didik yang pertama akan menebak apa yang dimaksud dari teman-teman kelompoknya. Peserta didik yang terlebih dahulu menebak dengan tepatlah yang menjadi juara.

Menghafalakan rukun Islam dan rukun Iman. Penghafalan rukun Islam dan rukun Iman ini menggunakan nyanyian dan tepukan. Nyanyian dan tepukan yang digunakan harus disesuaikan dengan kata yang dilafadkan agar semakin mudah dihafal. Menghafalkan materi dengan menggunakan nyanyian dan tepukan nyatanya dapat memudahkan peserta didik dalam menerima materi dan memaksimalkan kinerja memori jangka pendek dengan cara pengulangan berkali-kali. Selain itu, menghafalkan materi dengan nyanyian dan tepukan juga meningkatkan antusias dari peserta didik.

Pembelajaran yang menyenangkan ini sangat penting bagi peserta didik, karena tanpa mereka sadari ini merupakan penyampaian materi dengan dalam permainan, sehingga mereka menerima materi yang disampaikan tersebut dengan suka cita. Hal ini sangat di perhatikan guru-guru SD Islam Terbuka Sabilul Huda. Karena disadari maupun tidak, ketertarikan peserta didik daat proses pembelajaran ini sangat berpengaruh pada hasil belajarnya.

D. Ice Breaking menumbuhkan kesiapan menerima materi

Penerapan Ice Breaking di SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini diwajibkan untuk setiap guru pada saat proses belajar-mengajar di dalam kelas. Ice Breaking diterapkan setiap kali suasana kelas tidak kondusif, peserta didik mulai bosan, dan fokus peserta didik mulai tidak terarah, hal inil kerap terjadi pada saat kedatangan pagi hari baru memasuki kelas, setelah olahraga, setelah istirahat, dan saat pelajaran terakhir berlangsung. Pada hakikatnya, penerapan Ice Breaking di SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini tidak ditekankan untuk waktu pelaksanaannya diawal, ditengah, ataupun di akhir pembelajaran, namun seyogyanya penerapan Ice Breaking ini menyesuaikan kondisi peserta didik di dalam kelas. Untuk variasi Ice Breaking yang digunakan setiap gurupun tidak dibatasi, sehingga guru dapat berinovasi dan bebas untuk memilih Ice Breaking seperti apa yang akan diterapkan pada peserta didik di dalam kelas.

E. Klasifikasi penerapan Ice Breaking

Seperti yang sudah peneliti paparkan diatas, setiap Ice Breaking yang diterapkan wajib disesuaikan dengan keadaan siwa dil kelas. Penerapan Ice Breaking dapat dilakukan sewaktu-waktu dibutuhkan pengkondisian kelas, selain itu, setidaknya terdapat tiga waktu suasana kelas mulai tidak kondusif, yaitu: diawal memulai pelajaran, setelah jam istirahat, danl padal jaml pelajaranl terakhir.

Penerapaan Ice Breaking sebelum mulai pembelajaran. Pada saat awal memasuki kelas, peserta didik sangat tidak kondusif, beberapa berlarian kesana kemari, beberapa bermain dengan teman kelasnya, beberapa yang lain sibuk dengan dirinya sendiri. Maka dalam kondisi seperti ini Ice Breaking yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah uji konsentrasi. Salah satu Ice Breaking yang dapat dilakukan yaitu : Senam otak, peserta didik diinstruksi untuk memegang hidung dengan tangan kanan kemudian tangan kiri memegang telinga kanan. Saat adal aba-abal “ganti”, maka tangan kanan ganti memegang telinga kanan dan tangan kiri memegang hidung.Ini bisa dilakukan berulang sampai peserta didik terlihat antusias, fokus, an siap menerima pelajaran.

Penerapaan Ice Breaking setelah jam Istirahat. Setelah istirahat beberapa peserta didik seringkali masih ada yang memakan jajan dikelas, ramai, beberapa juga ada yang tertidur. Di jam yang tidak kondusif ini, Ice Breaking yang cocok adalah Ice Breaking yang mengharuskan perpindahan posisi. Salah satu contohnya yaitu: permainan Opposite. Dalam perrmainan ini peserta didik diminta untuk berdiri dan guru mulai membagi jumlah peserta didik kedalam beberapa kelompok dengan jumlah sama rata. Setelah itu, guru memberi tahu cara bermain dan melakukan beberapa percobaan. Ketika guru mengucapkan ”yang sebenarnya” maka para peserta didik mengikuti sesuai yang diinstruksikan. Jika disebut kanan, maka loncat ke kanan dengan serempak. Jika disebut kiri, Loncat kekiri dengan serempak, begitu juga jika instruksi maju maupun mundur. Sebaliknya, jika guru mengucapkan “yang sebaliknya” maka peserta didik harus melakukan lawan kata dari yang diinstruksikan. Jika disebut maju artinya harus mundur, jika disebut kanan artinya harus loncat ke kanan. Ini bisa dilakukan berulang sampai dirassa cukup untuk mendapatkan perhatian dari peserta didik.

Penerapaan Ice Breaking pada jam pelajaran terakhir. Pelajaran pada jam terakhir ini adalah jam yang paling krusial dimana keadaan peserta didik mulai mengantuk dan beberapa bahkan sampai tertidur diatas meja. Dalam kondisi seperti ini Ice Breaking yang sesuai yaitu Ice Breaking yang mengeluarkan suara tanpa memerlukan banyak gerakan karna melihat kodisi peserta didik yang sudah mulai lapar. Salah satu Ice Breaking yang bisa diterapkan adalah gajah semut. Permainan ini merupakan permainan yang hanya memerlukan sedikit gerakan, bisa dilakukan dengan tetap duduk di bangku masing-masing. Saat guru mengatakan “gajah” maka peserta didik akan mengucapkan “besar” dengan memetikkan ibu jari ke kelingking, dan jika guru menyebutkan “semut” maka peserta didik akan mengatakan “kecil” dengan kesua tangan membuat lingkaran besar.

Diterapkannya Ice Breaking untuk mengkondisikan kelas di SD Islam Terbuka Sabilul Huda menjadi kondusif ini terlihat dari gambar sebagai dokumentasi di atas. Saat dilakukannya observasi dan wawancara terhadap guru dan kepala sekolah SD Islam Terbuka Sabilul Huda, mereka menyatakan bahwa : “Penerapan Ice Breaking dalam proses pembelajaran sangat penting untuk menyiapkan diri peserta didik sebelum menyampaikan materi atau menciptakan fokus peserta didik. Dengan di terapkannya ini menjadikan kami sebagai guru mudah dalam mendapatkan perhatian dan fokus peserta didik saat proses pembelajaran sehingga memudahkan kami juga untuk menyampaikan materi. Tidak hanya itu, para peserta didik juga dengan suka rela menerima dan memahami materi yang kami sampaikan.”

Untuk menjaga kualitas dan professionalitas setiap guru SD Islam Terbuka Sabilul Huda, yayasan beserta para guru SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini menjadwalkan microteaching bagi para guru SD Islam Terbuka Sabilul Huda tiap pekan dalam semester satu tepatnya pada hari jum’at. Selain itu juga setiap gurul SD Islam Terbuka Sabilul Huda diwajibkan untuk membuat bahan ajar pada setiap mata pelajaran. ini difungsikan untuk pedoman bagi guru untuk mengarahkan berbagai aktivitas dalam proses belajar dan pembelajaran sekaligus menjadi substansi kompetensi yang diajarkan kepada peserta didik. Evaluasi di SD Islam Terbuka Sabilul Huda dilaksanakan setiap pekan tepatnya di hari sabtu, setiap guru mengevaluasi proses pembelajaran selama sepekan diminggu tersebut dan mengkoordinasikan untuk kegiatan di pekan selanjutnya.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa penerapan Ice Breaking pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Islam Terbuka Sabilul Huda dapat memecahkan kekakuan di dalam kelas saat proses pembelajaran, menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, dan dapat menumbuhkan kesiapan menerima materi. Selain itu, suasana kelas yang pasif dan cenderung satu arah dapat berubah menjadi aktif dan terjadi komunikasi dua arah, menciptakan fokus peserta didik, menjadikan para peserta didik antusias dalam kegiatan pembelajaran, serta siap menerima materi yang akan disampaikan guru. Beberapa Ice Breaking yang sering digunakan di SD Islam Terbuka Sabilul Huda yaitu: tepukan, tebak kata, bergerak, bernyanyi, dan yelling. Pentingnya kreativitas dan inovasi yang dimiliki serta diterapkan oleh guru sangat berpengaruh pada keberhasilan penerapan Ice Breaking dalam proses pembelajaran. Ice Breaking harus disesuaikan dengan kondisi peserta didik di dalam kelas dan juga disesuaikan dengan proses pembelajaran yang ada. Hal ini dilakukan agar kegiatan Ice Breaking yang diterapkan memiliki pengaruh yang baik dalam proses belajar para peserta didik. Langkah yayasan dan para guru di SD Islam Terbuka Sabilul Huda juga sangat tepat untuk tetap mengevaluasi setiap minggu, tepatnya di hari Sabtu, serta menerapkan microteaching pada hari Jumat setiap pekan pada semester satu guna menjaga kualitas dan profesionalitas para guru di SD Islam Terbuka Sabilul Huda ini.

References

  1. M. Rivki, A. M. Bachtiar, T. Informatika, F. Teknik, and U. K. Indonesia, “Title Needed,” vol. 112, 2024.
  2. D. A. I. Muhni and M. S. Sumantri, “Manusia Menurut Ortega Y. Gasset,” J. Filsafat, pp. 1–43, 2015.
  3. A. Rahman, S. A. Munandar, A. Fitriani, Y. Karlina, and Yumriani, “Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan,” Al Urwatul Wutsqa Kaji. Pendidik. Islam, vol. 2, no. 1, pp. 1–8, 2022.
  4. N. Nuryana and S. Sunardin, “Pengaruh Strategi Ice Breaking Giving Terhadap Motivasi Belajar Siswa,” Cokroaminoto J. Prim. Educ., vol. 3, no. 2, pp. 80–86, 2020.
  5. A. P. Pendidikan and A. Islam, “Bab III Pendidikan Agama Islam,” pp. 65–88, 2024.
  6. “Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005),” Sekr. Negara Indones., pp. 1–95, 2005.
  7. L. E. Richter, A. Carlos, and D. M. Beber, “Title Needed,” Journal Name Needed, vol. xx, no. xx, pp. xx–xx, 2024.
  8. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,” 2003.
  9. R. Efendi, “Manajemen Kelas di Sekolah Dasar,” vol. xx, no. xx, pp. xx–xx, 2024.
  10. S. Sugito, “Pengenalan Ice Breaking dalam Meningkatkan Semangat Belajar Siswa,” J. Bhs. Indones. Prima, vol. 3, no. 2, pp. 1–6, 2021.
  11. F. Fakhrurrazi, “Hakikat Pembelajaran yang Efektif,” At-Tafkir, vol. 11, no. 1, pp. 85–99, 2018.
  12. P. D. Purnasari and Y. D. Sadewo, “Perbaikan Kualitas Pembelajaran Melalui Pelatihan Pemilihan Model Pembelajaran dan Pemanfaatan Media Ajar di Sekolah Dasar Wilayah Perbatasan,” Publ. Pendidik., vol. 10, no. 2, p. 125, 2020.
  13. S. P. Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas. Yogyakarta, Indonesia: Divapress, 2018.
  14. A. Widyaningrum and E. Hasanah, “Manajemen Pengelolaan Kelas untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siswa Sekolah Dasar,” J. Kepemimp. Dan Pengur. Sekol., vol. 6, no. 2, pp. 181–190, 2021.
  15. Y. Oktaviani, “Usaha Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar,” J. Adm. Pendidik., vol. 2, no. 1, pp. 808–831, 2014.
  16. H. S. Wibowo, Ice Breaker dan Pembelajaran. Tiram Media, 2023.
  17. A. Amalia, “Ice Breaking dalam Pembelajaran Bahasa Arab,” Shaut Al Arab., vol. 8, no. 1, p. 75, 2020.
  18. E. I. Febriandari, “Pengaruh Kreativitas Guru dalam Menerapkan Ice Breaking dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar,” Briliant J. Ris. dan Konseptual, vol. 3, no. 4, p. 485, 2018.
  19. M. Alhudri and H. Heriyanto, “Pengaruh Penerapan,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2013.
  20. H. P. Pamungkas and M. A. Rafsanjani, “Keefektifan Ice Breaking dan Problem Based Learning dalam Pembelajaran di Kelas,” Util. J. Ilm. Pendidik. dan Ekon., vol. 3, no. 2, pp. 67–74, 2019.
  21. A. Algivari and D. Mustika, “Teknik Ice Breaking pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar,” J. Educ. Action Res., vol. 6, no. 4, pp. 433–439, 2022.
  22. D. Zakiyyah, M. Suswandari, and N. Khayati, “Penerapan Ice Breaking pada Proses Belajar Guna Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Sugihan 03,” J. Educ. Learn. Innov., vol. 2, no. 1, pp. 73–85, 2022.
  23. M. Alhudri and H. Heriyanto, “Pengaruh Penerapan Ice Breaking Terhadap Minat dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI di SMK Wira Harapan,” Indones. J. Educ. Dev., vol. 3, no. 2, pp. 240–247, 2022.
  24. G. A. Fauzan and U. Aripin, “Penerapan Ice Breaking dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa VIII B SMP Bina Harapan Bangsa,” J. Pembelajaran Mat. Inov., vol. 2, no. 1, pp. 17–24, 2018.
  25. Rusandi and M. Rusli, “Merancang Penelitian Kualitatif Dasar/Deskriptif dan Studi Kasus,” Al-Ubudiyah J. Pendidik. dan Stud. Islam, vol. 2, no. 1, pp. 48–60, 2021.
  26. E. S. Anggraini, “Teacher Communication Patterns in Early Childhood Learning through Play,” J. Bunga Rampai Usia Emas, vol. 7, no. 1, p. 27, 2021.
  27. S. Jusnita, B. Ginting, and C. I. Lombu, “Pelaksanaan Ice Breaker ‘Tebak Siapakah Aku’ dalam Meningkatkan Atensi Belajar pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD Negeri 040446 Kabanjahe,” J. Prevalent Multidiscip., vol. 1, no. 1, pp. 1–10, 2023.