Abstract
The research method used is descriptive quantitative type which was carried out at Raudhatul Athfal Islam Terpadu Insan Kamil, Sidoarjo. The population in this study were 75 children using purposive sampling. This study used the NST test. The results of this study indicate that children's learning readiness during online learning at Raudhatul Athfal Islam Terpadu Insan Kamil, Sidoarjo indicates that children's online learning readiness is 29% ready, 32% quite ready, and 39% not ready. The comparison of male students' learning readiness is 43.14% greater than female students' which is only 41.86%. The highest aspect comparison among the 10 aspects, the highest is aspect 1 with an average score of 5.17 and the lowest is in the fifth aspect with a value of 3.96. Comparison of each aspect in terms of gender, male has the highest score in aspect 1 with an average score of 5.43 which is higher than female with a score of 4.64. Meanwhile, the highest score for women is in the eighth aspect with a score of 4.43 which is higher than that of men, which is only 4.14. Overall, it can be concluded that online learning has an effect on learning readiness at Raudhatul Athfal Islam Terpadu Insan Kamil, Sidoarjo with the result of poor learning readiness. The results of this study recommend to schools to provide parenting and to parents to supervise the children's learning process while online.
Pendahuluan
Pandemi yang disebabkan oleh Covid-19 menyebabkan terjadinya musibah berskala internasional yang berefek pada banyak sektor dalam pemerintahan. Pemerintah memberlakukan pembatasan sosial yang berksala besar dan melakukan pembelajaran dengan jarak jauh tanpa adanya tatap muka antara tenaga pendidik dan peserta didik. Semua kegiatan belajar yang sifatnya bertemu secara langsung atau bertatap muka di dalam ruangan kelas dihapuskan dan diganti oleh pembelajaran secara online menggunakan jaringan internet dengan melalui gawai atau perangkat komputer.
Guru dan tenaga pendidik adalah tombak penting dalam sistem pembelajaran di sekolah untuk diakukannya migrasi secara masif yang tidak pernah terjadi sebelumnya dengan awal pembelajaran bertemu secara langsung menuju pembelajaran yang bersifat online. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2020 menetapkan adanya kebijakan baru terkait dengan pelaksanaan belajar di rumah atau daring selama pandemi Covid-19 yang bertujuan untuk memastikan adanya pemberian hak secara penuh pada anak didik agar mendapat layanan dari segi pendidikan selama masa corona, memberikan perlindungan pada masyarakat yang bekerja sebagai pendidik terhadap dampak negatif Covid-19, mencegah atas tersebarnya dan menularnya virus Covid-19, dan memastikan adanya dukungan psikososial secara penuh kepada tenaga pendidik, anak didik dan orang tua atau wali murid.
Proses belajar selama pandemi dilakukan melalui jaringan internet atau daring antara tenaga pendidik dan anak didik. Interaksi yang ada terjadi antara guru dan soal-soal yang harus diselesaikan siswa selama dalam rumah. Wijaya [16] menjelaskan bahwa efektivitas pendidikan jarak jauh memiliki keterbatasan dalam hal fasilitas pendukung dan tidaksiapan belajar anak selama di rumah dibandingkan di sekolah. Masalah-masalah yang sering terjadi selama pembelajaran jarak jauh adalah : 1) fasilitas smartphone yang kurang memadai, 2) kesulitan membeli kuota karena perekonomian rendah3) Koneksi internet yang tidak ada di beberapa wilayah, 4) wali murid kurang mampu memberikan instruksi secara tepat kepada anak. Data tersebut juga didukung oleh survei yang dilakukan oleh Kemen PPA secara Online pada tahun 2020 pada 29 provinsi yang menghasilkan kesimpulan bahwa ada 58% anak memiliki perasaan tidak nyaman selama pembelajaran jarak jauh.
Dampak negatif dari proses pembelajaran daring tersebut juga memberikan dampak kepada kesiapan belajar anak di TK. Hasil penelitian dari Fadhillah, Novianti, Solfiah, & Pupitasari [6], menyatakan bahwa kesiapan belajar secara fisik 45%, kesiapan secara mental 40%, emosional 65 %, pemahaman dan pengetahuan mengenai materi 45 %. Semua hasil dari kesiapan pada tahapan sedang sehingga dapat disimpulkan pembelajaran melalui daring yang didapatkan dalam penelitian tidak maksimal. Padahal kesipan belajar anak TK sangat penting karena akan mempengaruhi kesiapan anak-anak tersebut untuk masuk Sekolah Dasar. Senada dengan penjelasan di depan maka Sadriana [12], mengungkapkan bahwa masalah anak usia TK yang ditangain adalah berupa masalah mandiri, konsentrasi atau fokus, masalah interaksi atau relasi secara sosial, motivasi, prestasi belajar yang cenderung rendah, tulisan yang tidak rapi, salah menulis huruf atau angka, dan kelancaran membaca yang kurang.
Pangestu dan Rohinah [9], menjelaskan bahwa hukum belajar adalah respon anak secara tanggap dengan stimuli yang menjadikan anak siap, akan tetapi ketika anak tidak memberikan respon terhadap stimuli maka dikatakan anak tersebut belum siap. Thomas [15], mengungkapkan bahwa kesiapan belajar anak usia dini usia 4 sampai 6 tahun terdiri atas beberapa komponen seperti sosial, emosi, perilaku yang terlihat pada anak saat menanggapi pembelajaran. Penelitian Fedina [7], juga mengungkapkan bahwa kesiapan belajar pada masa daring dilihat dari aspek pengetahuan dalam mengakses teknologi terbaru dikarenakan kesiapan dalam belajar terkait dengan kemampuan penggunaan teknologi.
Slameto [13], menyatakan kesiapan belajar adalah hal yang penting karena saat anak siap untuk belajar secara maksimal akan dapat dilihat dari respon mereka yang optimal. Respon baik yang dimiliki siswa akan berdampak pada semakin baik pula dalam menyerap informasi. Jika kesiapan belajar kurang maka proses penerimaan pelajaran akan kurang maksimal atau efektif. Kesiapan belajar yang ia maksud adalah kesiapan dalam sikap dan emosi anak usia dini diliht dari kewajiban menuntaskan kewajiban mereka, adanya motivasi dalam menyelesaikan kewajiban, memiliki keinginan untuk menyesuaikan diri, nyaman dan mandiri untuk melakukan kewajiban yang diberikan, dan penghargaan secara nilai. Kesiapan secara intelektual dapat terlihat dari cara terampil mereka untuk berpikir secara kritis, kesadaran akan kekurangan serta kelebihan, kemampuan untuk menjalankan kewajiban, dan kemampuan dalam menghubungkan konsep-konsep yang sudah ada. Perilaku yang siap ditinjau dari kesediaan siswa untuk melakukan fungsi mereka bersama teman sebaya atau orangtua, serta kemampuan dalam mengatur waktu untuk mencapai tugas sampai tuntas.
Sadriana [12], menjelaskan mengenai dampak dari tidak siapan anak akan mempengaruhi prestasi akademik, hubungan secara sosial siswa dengan anak seusianya, rasa kecewa wali murid yang pada tahap maksimal dalam pendidikan anak namun hasilnya tidak optimal. Ambarwati [1] menjelaskan pengalaman selama di TK akan memberikan pengaruh saat anak masuk sekolah dasar sehingga prioritas wali murid untuk mengetahui kondisi anak apakah memiliki kesiagaan atau kesapan belajar di TK agar mampu masuk ke sekolah dasar. Uraian tersebut menyimpulkan ada hal-hal yang perlu difokuskan awal siswa memasuki sekolah adalah matang untuk masuk sekolah dan anak siap untuk sekolah. Matang ini merujuk ke faktor biologis yang wajib ada awal anak masuk sekolah misal matang secara otak untuk memberikan makna pada cara baca, tulis, hitung, serta pemahaman akan cara berpikir orang di luar dia. Matang tidak bisa dicepatkan karena memiliki proses alami. Usia siswa yang dikatakan matang secara biologis nampak pada anak usia dini 6 tahun. Matang ini membutuhkan stimulasi agar siswa siap.
Supartini [14], menyatakan bahwa tumbuh kembang anak usia dini yang umum terjadi pada 4-6 tahun adalah mereka siap dalam pembelajaran serta mampu mencapai kepekaan terhadap keterampilan akademis. Hal tersebut berbanding terbalik dengan wawancara dan observasi di lapangan yang menyatakan bahwa anak usia dini belum mampu untuk belajar dan memiliki keterampilan akademik yang memadai. Hal yang sama terjadi di RA IT Insan Kamil yang mana di sekolah ini banyak orang yang mengeluhkan ketika anak mulai belajar daring dan orang tua kesusahan untuk membimbing anak mereka apalagi orang tua yang biasanya bekerja di kantor lalu diwajibkan bekerja di dalam rumah serta membantu anak belajar di rumah.
Hasil dari wawancara didapatkan bahwa guru-guru memiliki keluh kesah yang sama dalam mendidik anak-anak di TK. Kebanyakan anak-anak tersebut belum bisa fokus terhadap materi, motorik halus yang kurang berkembang maksimal, pengamatan terhadap hal detail, kurang memhami instruksi secara baik, berhitung secara sederhana yang belum maksimal. Berdasarkan wawancara tersebut jika dihubungan dengan standar dalam kesiapan belajar maka dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah dalam kesiapan belajar di RA IT Insan Kamil. Standar kesiapan belajar sendiri meliputi kematangan emosi, motorik baik halus maupun kasar, pemahaman akan beda bentuk dan fungsi, pengamatan hal-hal detail, hitungan sederhana, dan pemahaman instruksi atau ingatan jangka panjang. Sehingga perlu untuk didalami lebih lanjut bagaimanakah kesiapan belajar di RA IT Insan Kamil.
Sadriana [12], mengemukakan bahwa ada beberapa masalah ada anak usia dini adalah perkara mengenai cara untuk mandiri, fokus akan masalah hubungan sosial, persoalan mengenai ambisi, kinerja dalam hal belajar yang kurang maksimal, cara menulis yang kasar serta besar, salah dalam menulis angka dan huruf, belum lancar dalam membaca, dll. selain itu pola asuh juga menjadi masalah utama yang menyebabkan anak mudah marah, ringan tangan dan suka menyakiti temannya.
Jannah [8] kesiapan belajar pada anak adalah hal yang berbeda dilihar dari stimulus serta matang yang maksimal. Aspek-aspek kesiapan belajar yang harus mendapatkan perhatian khusus adaah msalah tumbuh kembang anak yang meliputi jasmani dan sistem motor, hubungan dengan orang lain, perasaan, serta intelektual. Sistem motor siswa terfokus pada kemampuan untuk duduk lama dengan jangka waktu yang ditentukan, mampu gunakan jari atau tangan dalam kemampuan menulis. Intelektua dalam kondisi matang adalah ketika siswa mampu mengamat secara tajam, mampu membedakan persamaan, mampu melihat perbedaan dari sebuah wujud. Kematangan secara hubungan sosial dan perasaan siswa dapat dilihat dari anak nyaman ketika ia harus berpisah dengan orang tua, zona nyaman atau lingkungan rumah, dan mampu menerima orotitas dari tenaga pendidik di rumah, serta mampu menjalin hubungan sosial dengan teman seusianya.
Slameto [13] mengungkapkan hal-hal yang memberikan pengaruh pada kesiapan dalam belajar adalah mengenai kondisi tubuh, mental, serta emosi; keinginan akan fokus dalam tujuan; kehandalan, wawasan, dan pengetahuan yang sudah dipelajari. Darsono [5], juga menambahkan faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar adalah kondisi tubuh yang tidak baik seperti adanya penyakit akan memberikan pengaruh pada hal-hal lain yang diperlukan dalam proses belajar, dan keadaan secara mental yang tidak maksimal seperti perasaan gelisah, adanya tekanan, dan lain-lain, adaah keadaan yang tidak memberikan keuntungan dalam kelancaran proses belajar.
Siswa yang dikatakan matang adalah anak memiliki kesiapan dalam masuk sekolah yang dapat diukur dengan alat tes kesiapan memasuki sekolah yaitu Nijmeegse Schoolbekwaamheid Test atau disebut dengan NST yang menjadi alat dalam pengukuran siap atau tidaknya anak untuk masuk sekolah. NST menggambarkan matang atau tidaknya siswa dilihat dari aspek intelektual, sistem motor, dan emosi sosialnya Supartini [14].
Penjelasan yang telah dijelaskan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa efek pandemi yang mengharuskan belajar secara daring akan mempengaruhi kesiapan belajar anak ketika masuk sekolah seperti tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan tidak matangnya anak dari segala sisi baik sosial, kognitif, motorik. Hal ini menjadi alasan atau dasar peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kesiapan serta kematangan tiap aspek anak usia dini pada masa pandemi.
Metode Penelitian
Penelitian yang akan dipakai adalah jenis penelitian tipe kuantitaif yang memakai teknik penelitan mendeskripsikan variabel. Azwar [3], menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang pendekatannya menggunakan angka yang diperoleh peneliti dalam bentuk data, kemudian dianalisis menggunakan perhitungan statistik. Hasil yang akan didapatkan dari peneitian ini adalah gambaran deskriptif tentang kesiapan belajar anak usia dini ditinjau dari hasil tes NST.
Variabel penelitian merupakan objek yang akan menjadi hal yang diteliti dalam penelitian dan mempunyai beberapa variasi di dalam penelitian tersebut [3]. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kesiapan belajar.
Penelitian ini menggunakan teknik non probalility sampling dengan metode purposive sampling Penelitian kuantitatif adalah jenis dari penelitian yang pendekatannya menggunakan angka-angka yang telah didapatkan oleh peneliti dalam bentuk data kemudian angka tersebut akan dianalisis menggunakan perhitungan secara statistik [10]. Teknik penelitian kuantitatif yang digunakan adalah metode deskriptif yang menggambarkan bagaimana kesiapan belajar pada siswa di Raudhatul Athfal Islam Terpadu Insan Kamil ditinjau dari tes NST. Populasi sebanyak 75 siswa didapatkan 28 siswa yang menjadi sampel.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes NST untuk mengetahui siap tidaknya siswa untuk masuk SD yang terdapat sepuluh subtes dengan delapan jenis tes di dalam subnya. NST memiliki tiga standarisasi dalam penilaian siap belajar atau tidak yaitu belum matang, ragu-ragu, dan sudah matang.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Table 1. Hasil Tes NST Siswa
Hasil psikotes NST berhubungan dengan kesiapan pada anak usia dini dengan menggunakan NST (Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test) didapatkkan hasil dimana 28 anak yang ditest menggunakan NST terdapat 8 anak atau 29% yang memiliki kesiapan belajar, 9 anak atau 32% yang belum sepenuhnya memiliki kesiapan belajar dan 11 siswa 39 % yang belum memiliki kesiapan belajar.
Tabel 2. Perbandingan skor NST antara laki-laki dan perempuan
Hasil yang didapatkan, kesiapan belajar para siswa ini, jika dilihat dari jenis kelamin, laki-laki memiliki hasil lebih tinggi dari pada perempuan yaitu sebesar 43.13 untuk nilai rerata laki-laki dan 41.86 untuk perempuan,. Hal ini menunjukkan bawah laki-laki lebih siap dari pada perempuan jika dilihat dari kesiapan belajar pada siswa RA IT Insan Kamil.
Tabel 3. Perbandingan Rerata Per Aspek
Dari hasil rerata di atas menunjukkan bahwa untuk subtest pertama menunjukkan nilai rerata yang paling tinngi diantara semuanya yaitu sebesar 5.17 disusul dengan subtest ke dua sebesar 4.17, subtest ketiga terdapat nilai rerata 4.25, subtest ke empat 4.29, subtest kelima nilai rerata 3.96, subtest ke enam konsentrasi nilai rerata 4.00, subtest ketujuh sebesar 4.13, untuk nilai rerata ke delapan sebesar 4.33 yang berada pada urutan ke dua pada nilai tertinggi dari ke sepluh subtest, subtest ke Sembilan memiliki nilai rerata 4.00 dan untuk subtest terakhir memiliki nilai 4.13
Tabel 4. Perbandingan Rerata Laki-laki dan Perempuan pada Setiap Aspek
Subtest 1 menunjukan bahwa laki-laki memiliki daya pengamatan bentuk dan kemampuan membedakan lebih baik dari pada perempuan yaitu dengan perbandingan nilai rerata 5.43 untuk laki-laki dan 4.64 untuk nilai rerata pada perempuan
Subtest 2 motorik halus terdapat nilai rerata laki-laki sebesar 4.50 dan perempuan 4.14 yang mana laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan
Subtest 3 pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan nilai rerata laki - laki sebesar 4.36 dan perempuan 4.21.
Subtest 4 ketajaman pengamatan nilai rerata laki - laki sebesar 4.36 dan perempuan 4.14.
Subtest 5 Pengamatan kritis nilai rerata laki - laki sebesar 4.14 dan perempuan 3.93.
Subtest 6 konsentrasi, nilai rerata laki - laki sebesar 3.93 dan perempuan 4.14.
Subtest 7 daya ingat nilai rerata laki - laki sebesar 4.00 dan perempuan 4.29.
Subtest 8 pengertian tentang obyek dan penilaian terhadap situasi, nilai rerata laki - laki sebesar 4.14 dan perempuan 4.43.
Subtest 9 memahami cerita, nilai rerata laki - laki sebesar 4.00 dan perempuan 3.93.
Subtest 10 gambar orang, nilai rerata laki - laki sebesar 4.29 dan perempuan 4.00.
Pembahasan
Hasil psikotes NST berhubungan dengan kesiapan pada anak usia dini dengan menggunakan NST (Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test) didapatkkan hasil dimana 28 anak yang ditest menggunakan NST terdapat 8 anak atau 29% yang memiliki kesiapan belajar, 9 anak atau 32% yang belum sepenuhnya memiliki kesiapan belajar dan 11 siswa 39 % yang belum memiliki kesiapan belajar.
Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut, didapatkan juga bahwa hasil kesiapan belajar para siswa ini, jika dilihat dari jenis kelamin, laki-laki memiliki hasil lebih tinggi dari pada perempuan yaitu sebesar 43.13 untuk nilai rerata laki-laki dan 41.86 untuk perempuan,. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih siap dari pada perempuan jika dilihat dari kesiapan belajar pada siswa RA IT Insan Kamil. Hal tersebut berhubungan dengan penjelasan bahwa anak laki-laki memiliki kemampuan spasial ketika menyelesaikan tugas atau menerima pelajaran sedangkan anak perempuan lebih mengandalkan keterampilan verbal [2].
Hasil dari analisa yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa beberapa anak memang memiliki kemampuan yang siap dalam berapa kategori. Jika dilihat dari subtest keseluruhan, subtest pertama mendapatkan nilai rerata yang paling tinggi dari subtest yang lainnya, hal ini menandakan bahwa sebagian besar anak-anak di RA IT Insan Kamil Sidoarjo secara pikiran sudah mampu mencari beda atau sama dari berbagai wujud melalui proses pengamatan yang mereka lakukan. Sedangkan untuk subtest terendah ada pada pengamatan kritis, hal ini menunjukkan bawah anak-anak dari RA IT Insan Kamil Sidoarjo sebagian kurang mampu dalam memberikan skala tertinggi dalam pekerjaan akan tugas-tugasnya di masa depan. Anak harus sering dilatih pengamatan kritisnya baik dengan latihan-latihan soal atau pelajaran yang berhubungan dengan pengamatan kritis agar anak mampu seta siap ketika nanti dihadapkan dalam memberikan fokus pada hal utama di dalam pekerjaan di beberapa tugas yang akan dihadapi kelak.
Banyaknya faktor yang mepengaruhi kesiapan belajar pada anak usia dini membuat banyak anak memiliki perbedaan dalam kesiapan belajar. Menurut Boethel [4] faktor yang sangat mempengaruhi kesiapan belajar pada anak yaitu sosial secara ekonomi berhubungan dengan ras, kesehatan dari anak tersebut, ciri-ciri latar belakang keluarga berasal dilihat dari tingkat pendidikan orangtua, status orangtua, kesehatan psikologis, tempat tinggal, dan masyarakat yang termasuk faktor buta huruf dan keterlibatan jenis-jenis kegiatan prasekolah. Faktor lainnya adalah individu, sisi keluarga, serta komunitas-komunitas.
Hasil dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fadillah [6] terdapat bahwa kesiapan belajar anak selama pembelajaran daring di TK Islam An-Nur Bastari Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru sebanyak 45% berada pada kategori “sedang”. Sedangkan hasil dari peneliti menunjukkan bahwa kesiapan siswa selama proses pembelajaran daring pada RA IT Insan Kamil memiliki kategori siap sebanyak 29%, kategori cukup siap sebanyak 32%, dan yang tidak siap sebanyak 39%, hal ini dikarenakan efek dari daring itu sendiri dan kurangnya perhatian oang tua terhadap anak saat melakukan pembelajaran secara daring
Kekurangan dari penelitian ini adalah adanya pandemi yang mengakibatkan siswa sulit untuk dikumpulkan di sekolah sehingga dibentuk gelombang-gelombang untuk mendapatkan data siswa, dari segi ilmu belum terlalu banyak penelitian yang meneliti kesiapan belajar pada masa pandemi sehingga peneliti kesulitan menemukan teori mengenai kesiapan belajar di masa pandemi, kurangnya penelitian mendalam mengenai faktor yang mempengaruhi kesiapan di masa pandemi ini karena peneliti hanya meneliti kesiapan belajar dilihat dari beda jenis kelaminnya saja.
Kesimpulan
Hasil analisis dari penemuan penelitian dan uraian-uraian pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa kesiapan belajar siswa atau siswi pada masa belajar melalui daring di RA IT Insan Kamil sebagian besar belum siap, sedangankan dari jenis kelamin, siswa laki-laki memiliki tingkat kesiapan belajar lebih tinggi dari perempuan. Sedangkan aspek dalam kesiapan belajar aspek yang paling tinggi terdapat pada aspek satu yaitu mengenai pengamatan bentuk dan kemampuan membedakan dan aspek paling rendah berada pada subtes kelima mengenai pengamatan kritis. Untuk Perbandingan tiap aspek dilihat dari perbedaan jenis kelamin pada aspek teringgi pada laki – laki adalah pada aspek ke sepuluh dan yang terendah pada aspek konsetrasi. Sedangkan untuk perempuasn aspek yang paling tinggi adalah aspek pada aspek kesepuluh dan aspek yang paling rending adalah aspek memahai cerita.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa belajar melalui daring ini memberikan efek terhadap kesiapan belajar di RA IT Insan Kamil. Efek tersebut adalah adanya tidak siapan siswa dalam menerima pembelajaran di sekolah karena perubahan dari sekolah tatap muka menjadi daring yang dirasakan kurang efektif.
References
- Ambarwati, T. 2016. Tes Kesiapan Masuk Sekolah Dasar. http://www.biropsikologi.info/tes-kesiapan-masuk-sekolah-dasar.html. [10 Januari 2021].
- Asmaningtias, Yeni Tri. (2012). Kemampuan Matematika Laki-laki dan Perempuan. Jurnal. Malang : PGMI UIN Malang.
- Azwar, Saifuddin.2017.Metode Penelitian Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar .
- Boethel. 2014. Readiness: School, Family and Community Connections. http://www.sedl.org/connections/ resources/readiness-synthesis.pdf.
- Darsono dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press
- Fadhillah, Ummi., Novianti, Ria., Solfiah, Yeni., Pusptasari, Enda. 2021. Analisis Kesiapan Belajar Anak di TK Islami An-Nur Bastari Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Selama Pembelajaran Daring. Jurnal Pendidikan, Vol. 12 No. 1, Februari 2021.
- Fedina, N. V., Burmykina, I. V., Zvezda, L. M., Pikalova, O. S., Skudnev, D. M., & Voronin, I. V. (2017). Study of Educators’ and Parents’ Readiness to Implement Distance Learning Technologies in Preschool Education in Russia. EURASIA Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 13(12), 8415– 8428. Diambil dari https://www.ejmste.com/download/s tudy-of-educators-and-parentsreadiness-to-implement-distancelearning-technologies-in-preschool5225.pdf.
- Jannah, M. 2015. Menakar Kesiapan Anak Masuk Sekolah. http://www.mjariseno.blogspot.com/2015/02/menakarkesiapan-anakmasuksekolah.html?m=1. (diakses 10 Januari 2021).
- Pangestu, D., & Rohinah. 2018. Pengaruh Kesiapan Belajar Terhadap Keaktifan Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran AUD. Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 3(2).
- Periantalo, J. 2016. Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi. Yogyakarta: Pustaka. Pelajar.
- Pratiwi, W. 2018. Kesiapan anak usia dini memasuki sekolah dasar. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 6(1), 1–13.
- Sadriana, E .2015 Kematangan Sekolah. http://www.m.kompasiana.com/eva_sad rina/kematangan-kesiapansekolah-ayocek dulu_553785726ea834f35da42d0. (diakses 10 Januari 2021).
- Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.
- Supartini, E. 2006. Pengukuran Kesiapan Sekolah. Jurnal Pendidikan Khusus, 2(2).
- Thomas, J. W. 2006. A Review of Research on Project Based Learning. California : The Autodesk Foundation.
- Wijaya, Reni. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pemanfaatan E-Learning. Dimensi 9