Abstract

General Background: The implementation of the independent curriculum in Indonesia aims to cultivate competencies aligned with national educational goals, particularly the Pancasila learner profile (P5). Specific Background: Despite the curriculum's introduction, there is limited research on its practical applications within Madrasah Ibtidaiyah, particularly regarding its alignment with local wisdom and sustainability themes. Knowledge Gap: Previous studies have not adequately explored the effectiveness of the independent curriculum in fostering Pancasila competencies among students. Aims: This study analyzes the independent curriculum as a vehicle for implementing the P5 project at MIN 2 Pasuruan, focusing on its processes and outcomes. Results: Employing a descriptive qualitative methodology, the research identifies that, although implementation is still developing, MIN 2 Pasuruan has effectively integrated local wisdom and sustainable practices into its curriculum. The findings demonstrate that project-based co-curricular activities contribute significantly to developing students' competencies and character in line with the Pancasila learner profile. Novelty: This research provides new insights into the application of the independent curriculum in Madrasah Ibtidaiyah settings, emphasizing local cultural relevance. Implications: The study underscores the importance of continued adaptation and enhancement of the independent curriculum to better support the holistic development of Pancasila learners, offering practical recommendations for educators and policymakers.

Highlights:

  • Integration of Local Wisdom: MIN 2 Pasuruan incorporates local cultural themes to enrich the independent curriculum.
  • Project-Based Activities: Co-curricular projects are essential in developing competencies aligned with the Pancasila learner profile.
  • Ongoing Development: While implementation is in progress, efforts to align with the independent curriculum show promise for future improvements.

Keywords: Independent Curriculum, Pancasila learner profile, Madrasah Ibtidaiyah, local wisdom, project-based learning.

Pendahuluan

Untuk menghasilkan generasi yang produktif dan kompetitif, pendidikan itu sangat penting. Sektor pendidikan di Indonesia terus bekerja untuk meningkatkan pembelajaran dan menghasilkan siswa yang mandiri dan siap menghadapi tantangan masa depan. Kurikulum mandiri P5, yang saat ini digunakan di sekolah dasar di Indonesia, adalah salah satu inisiatif terbaru.termasuk madrasah ibtidaiyah.Menurut (Basmatulhana, 2022) P5 adalah singkatan dari projek penguatan profil pelajar pancasila. Program P5 adalah model pendidikan karakter paling baru di Indonesia. Diharapkan siswa dapat mengembangkan enam profil pelajar Pancasila: (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; (2) Berkebhinekaan global; (3) Bergotong royong; (4) Mandiri; (5) Bernalar kritis; dan (6) Kreatif. Dalam pendidikan dasar, kemampuan belajar mandiri sangat penting untuk keberhasilan siswa dan kemampuan mereka untuk beradaptasi. [1]. Penelitian mengenai P5 menunjukkan bahwa pertunjukan seni yang diadakan memiliki relevansi dengan P5 di sekolah-sekolah yang menerapkan program pendidikan Kurikulum Merdeka. [2].

Kurikulum mandiri mengharuskan siswa untuk merencanakan proyek. Tujuan proyek ini adalah untuk membantu siswa mengembangkan potensi dan keterampilan mereka di berbagai bidang. P5 adalah komponen dari kurikulum mandiri, yang mencakup berbagai kegiatan proyek. P5 dilakukan dalam dua tahap, diantaranya tahap konseptual dan tahap kontekstual. Siswa memiliki lebih banyak kebebasan dalam proses pembelajaran selama pelaksanaan, dan struktur kegiatan belajar menjadi lebih fleksibel [1].

Kegiatan outing dalam Projek P5 memberikan manfaat bagi siswa untuk mencapai elemen pengalaman. Guru menggunakan kegiatan ini sebagai sumber belajar untuk menyediakan fasilitas, bimbingan, dan motivasi dalam proyek seni budaya di sekolah [2]. Dalam kurikulum Merdeka P5, yaitu kegiatan kokurikuler berbasis projek. Kegiatan yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan. Secara prinsip, pelaksanaan P5 dilakukan secara fleksibel, dari segi muatan, kegiatan, dan waktu pelaksanaan[3]. Dengan diterapkannya P5 ini, peserta didik dapat meningkatkan kemandirian dan sikap sosial peserta didik. Mulai dari kemandirian belajar hingga menunjukkan sikap saling tolong menolong siswa yang sangat besar.

Pelaksanaan kegiatan P5 meliputi tahapan persiapan, perencanaan, tindakan nyata, dan evaluasi. Bentuk khusus kegiatan P5 yang dilaksanakan disekolah tersebut adalah pelatihan memasak yang sepenuhnya melibatkan peran orang tua. Kendala yang sering ditemui adalah manajemen waktu pelaksanaan, pemahaman dan pengetahuan guru, serta sumber daya yang tersedia di sekolah [4]. Salah satu topik proyek yang dikembangkan oleh guru sekolah dasar adalah topik kewirausahaan. Melalui tema kewirausahaan bertema pemanfaatan hasil budidaya jamur di sekolah yang bertajuk “Jamur Masa Depanku” dapat meningkatkan karakter dan keterampilan siswa sesuai profil siswa Pancasila [5].

Secara keseluruhan, guru memahami P5 pada pelaksanaan kurikulum Merdeka dalam kategori cukup. Mereka juga memperoleh kategori cukup pada indikator pemahaman tentang kokurikuler, proses pelaksanaan P5, dan evaluasi P5. Temuan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa guru tidak dapat menjawab pertanyaan tentang alur perencanaan kegiatan kokurikuler, bagian-bagian dari modul proyek, dan prosedur evaluasi P5. Namun, pada indikator pemahaman tentang kokurikuler, proses pelaksanaan P5, dan evaluasi P5 [6].

Peneliti terdahulu dalam Melaksanakan P5 pada program mandiri belajar mandiri melalui sosialisasi, pembentukan tim pengembangan kurikulum, penganggaran dan realisasi program kegiatan satuan pendidikan sebagai bentuk implementasi kurikulum mandiri. Faktor penghambat pelaksanaan kebijakan belajar mandiri disekolah yaitu: (a) meningkatnya beban kerja guru dan kurangnya seni guru, (b) belum memadainya fasilitas laptop LCD di seluruh kelas, Hotspot Wifi, buku pelajaran mandiri dan buku bacaan lainnya. (c) unsur pengajuan PPDB secara online masih sering mengalami kendala pada saat pelaksanaan dan keterampilan IT calon orang tua yang rendah, dan (d) unsur finansial, dimana anggaran proyek memperkuat profil siswa Pancasila (P5) dan peminatan untuk guru di RKAS 2022 [7].

Dalam penelitian lain, pelaksanaan P5 dengan program mandiri juga memerlukan guru yang berkualitas. Program baru ini memfokuskan pada kerangka pembelajaran P5 (Proyek Peningkatan Profil Pelajar Pancasila) karena alasan tersebut terdapat pelatihan in-house di Buzz Groups diberikan untuk meningkatkan keterampilan guru [8].

Di MIN 2 Pasuruan tepatnya di desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Parusuan sudah menerapkan program P5 sejak tahun ajaran 2023-2024. Kepala sekolah berharap MIN 2 Pasuruan ini bisa sama dengan tingkat SD dan sesuai wacana P5 dari pemerintah dengan berusaha bertanya ke sesama guru di sekolah tingkat SD mengenai P5. Dengan usaha dari kepala sekolah, Alhamdulillah MIN 2 Pasuruan sudah menerapkan P5 mulai dari kelas rendah hingga kelas tertinggi dengan 2 tema yaitu bergotong royong dan kemandirian. Para siswa juga sedikit demi sedikit mulai meningkat rasa sosialnya, yang dulunya cuek dengan sesama temannya sekarang sudah mulai peduli dan saling tolong menolong. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana implementasi proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan bagaimana hal itu berdampak pada MIN 2 Pasuruan. Dengan harapan hasil penelitian dapat menjadi wacana sekaligus rekomendasi bagi sekolah dan peneliti lain.

Metode

Penelitian ini bersifat kualitatif dan lebih spesifik. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif. Empirik sensual, empirik logik, dan empirik etik semua digunakan dalam penelitian kualitatif untuk memahami, menemukan makna, dan menemukan kebenaran. Penelitian kualitatif mengungkapkan fakta yang terjadi dalam praktik dan tidak berdasarkan teori yang disajikan. Metode yang digunakan adalah deskriptif, yaitu penjelasan deskriptif mengenai hasil, menjelaskan dan menyajikannya secara tepat sasaran. Peneliti menggunakan metode deskriptif untuk memberikan penjelasan komprehensif mengenai dilaksanakannya proyek penguatan profil pelajar Pancasila [9]. Penelitian ini dilakukan di kelas IV MIN 2 Pasuruan. Pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara dengan guru kelas, observasi saat pembelajaran dan dokumentasi kegiatan pembelajaran dan juga program P5 guru. Adapun analisis data menggunakan triangulasi data. Analisis data merupakan kaidah penelitian yang wajib dilakukan dilakukan oleh semua peneliti, karena sebuah penelitian tanpa analisis hanya akan melahirkan sebuah data mentah yang tidak mempunyai arti. Miles & Huberman (2009:16) menyatakan bahwa analisis melibatkan tiga aktivitas yang berlangsung secara bersamaan, yaitu pengumpulan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Menurut Miles & Huberman (2007:16), reduksi data adalah bentuk analisis yang melibatkan penajaman, pengelompokan, pengarahan, penghapusan data yang tidak relevan, dan pengorganisasian data sehingga kesimpulan akhir dapat diambil dan diverifikasi. Reduksi data adalah proses memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data mentah yang berasal dari catatan lapangan (Miles & Huberman, 1992:16). Penyajian data merupakan proses pengorganisasian informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan riset. Tujuan dari penyajian data adalah untuk mengidentifikasi pola-pola yang bermakna dan memungkinkan penarikan kesimpulan serta tindakan yang diperlukan (Miles & Huberman, 2007:84). Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan Kesimpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh (Miles & Huberman: 2007: 18).

Hasil dan Pembahasan

A. Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) adalah upaya untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila dengan pendekatan baru melalui pembelajaran berbasis proyek. Profil Pelajar Pancasila mencakup karakter dan kemampuan yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dan diinternalisasikan dalam diri setiap siswa melalui budaya sekolah, pembelajaran intrakurikuler, proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila (pembelajaran kokurikuler), dan kegiatan ekstrakurikuler. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di madrasah merupakan bagian dari Kurikulum Merdeka yang bertujuan menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada siswa. P5 dirancang untuk memperkuat kompetensi dan karakter siswa sesuai dengan profil Pelajar Pancasila, yang mencakup nilai-nilai seperti gotong royong, integritas, dan kemandirian. Di madrasah, implementasi P5 juga disesuaikan dengan kebutuhan khusus, seperti penguatan Bahasa Arab dan Pendidikan Agama Islam (PAI). Kegiatan P5 melibatkan proyek-proyek ko-kurikuler yang relevan dengan konteks sekolah dan lingkungan sekitar, sehingga siswa dapat belajar melalui pengalaman nyata.

Pembelajaran intrakurikuler yang beragam dari kurikulum merdeka memberi siswa cukup waktu untuk mempelajari ide-ide dan menguatkan kemampuan mereka. P5 merupakan bagian dari kurikulum merdeka di Indonesdia. P5 singkatan dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. P5 bertujuan untuk membangun karakter peserta didik sehingga mereka dapat hidup dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, sebagai penerus bangsa yang unggul dan produktif yang dapat berkontribusi pada pembangunan global yang berkelanjutan. P5 lebih menekankan pembelajaran berbasis proyek. Profil pelajar Pancasila merupakan perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memunyai kompetensi global dengan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Penguatan profil pelajar Pancasila merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menjawab pertanyaan tentang pelajar dengan profil atau kompetensi seperti apa yang akan dihasilkan oleh sistem pendidikan kita[12].

MIN 2 Pasuruan menerapkan kurikulum merdeka sejak tahun ajaran 2022 – 2023. Penerapan P5 ini pertama kali diterapkan saat memasuki semester II, yang mana para guru khususnya waka kurikulum masih meraba-raba dalam penerapan P5 saat pembelajaran. Waka kurikulum mencari informasi mengenai tentang P5 ini dari mengikuti berbagai sosialisasi serta informasi dari saudaranya yang menjadi Kepala Sekolah di Yayasan AL-Falah Surabaya. Waka kurikulum mengupayakan agar di MIN 2 Pasuruan ini dapat mengimplementasikan P5 ini agar sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu kurikulum merdeka.

Penyusunan KOSP oleh kepala sekolah di MIN 2 Pasuruan sudah sesuai dengan PMM dengan berorientasi pada peserta didik dalam hal literasi dan P5 serta didasari dengan pertimbangan lingkungan sekitar siswa. Pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi oleh guru berdasarkan PMM di MIN 2 Pasuruan dilakukan dengan pemetaan kebutuhan belajar peserta didik melalui asesmen diagnostic, merancang pembelajaran berdasarkan hasil pemetaan dengan menuliskannya pada modul ajar, menjalankan strategi diferensiasi proses serta mengevaluasi dan merefleksi pembelajaran yang sudah berlangsung serta melakukan evaluasi dengan sistem asesmen formatif dan sumatif. Pelaksanaan P5 oleh guru berdasarkan PMM terlihat kedalam enam dimensi yaitu beriman dan bertakwa, berkebinnekaan global, mandiri, bergotong royong dan bernalar kritis[13].

Tahun ajaran 2023-2024 kemarin, umtuk mengimplemetasikan P5 sudah dilengkapi adanya modul dan mengikuti pelatihan-pelatihan maupun sosialisasi. Tahun ajaran 2024-2025 saat ini sudah mulai membaik dan terstruktur sesuai dengan pedoman P5 dengan adanya guru penggerak serta modul pembelajaran dan yang lainnya sudah terbentuk. Tingkat SD/MI terdapat 6 tema P5 untuk diimplementasikan, diantaranya gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, kebhinekaan global, bangunlah jiwa dan raga, rekayasa dan teknologi, dan kewirausahaan. Pada pelaksaannya juga terdapat 3 fase, yakni fase A untuk kelas 1 dan 2, fase B untuk kelas 3 dan 4 serta fase C untuk kelas 5 dan 6. Kebetulan di MIN 2 Pasuruan ini menggunakan tema yang sama di ketiga fase.

Di tahun ajaran 2022-2023 tepatnya di semester II saat pertama kali diterapkannya P5. Fase A menerapkan tema kearifan lokal dengan mewarnai gambar batik dikertas yang telah disediakan oleh guru, untuk fase B mendesain batik dan fase C membatik diatas kain dengan alat-alat yang sudah disediakan. Dari hasil karya peserta didik terbaik nantinya akan dijadikan pameran saat diadakannya sistem blok diakhir semester.

Untuk tahun ajaran 2023-2024, MIN 2 Pasuruan menggunakan tema “Gaya Hidup Berkelanjutan” di semua fase. Di fase A, membuat daur ulang dari sampah plastik. Fase B juga menggunakan sampah plastik. Siswa tidak hanya memperoleh kesadaran sosial tentang masalah sampah plastik melalui proyek yang mengubah sampah plastik menjadi bunga plastik, tetapi juga belajar cara hidup berkelanjutan [14]. Sedangkan di fase C peserta didik membuat karya dari koran bekas.

Berdasarkan pengumpulan data diatas bahwa setiap tahun telah dilakukan perencanaan P5 yang meliputi adanya pelatihan guru, pembagian P5 disetiap fasenya, mempersiapkan modul pembelajaran, dan melakukan evaluasi dengan sistem asesmen formatif dan sumatif.

Interpretasi yang telah dilakukan yakni dengan merencanakan sebuah proyek dengan tema “Gaya Hidup Berkelanjutan” yang mana membuat daur ulang dari sampah plastik dan koran bekas yang menghasilkan berbagai karya diantaranya berupa tabung untuk menyimpan uang, tempat pensil, tempat tisu, ada juga yang berupa bunga beserta vasnya dan masih banyak lagi. Setelah pelaksanaan proyek P5 ini selesai, guru melakukan evaluasi dengan cara melihat bagaimana usaha dan cara kerja peserta didik selama proses pembuatan proyek dan hasil dari proyek yang dibuat blog atau pameran.

Figure 1.P5 fase A, B dan C

Diantara proses pengembangan dan pelaksanaan proyek yaitu yang pertama dengan penentuan kerangka kerja. Peserta didik menentukan kerangka kerja proyek, memahami tujuan proyek, dan menemukan masalah atau tantangan yang harus diselesaikan. Kedua, penelitian dan penilaian, peserta didik melakukan penelitian dengan mencari informasi dan data tentang permasalahan dan tantangan. Menilai sumber daya yang ada dan memahami kerangka proyek. Ketiga, perencanaan dan strategi solusi. Peserta didik membuat strategi untuk menentukan solusi dari permasalahan atau tantangan yang diajukan. Mereka bekerja sama bertanggung jawab untuk meneruskan dan mengelola informasi yang penting. Keempat, pelaksanaan proyek. Peserta didik mulai melaksanakan proyek sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Mereka mengumpulkan data, merancang produk dan mengembangkan solusi. Kelima, evaluasi terus-menerus. Proses evaluasi dilakukan secara terus-menerus selama pelaksanaan proyek. Peserta didik memantau kemajuan, mengidentifikasi masalah dan melakukan perbaikan jika diperlukan.

Adapun tahapan tertentu dalam kegiatan P5, diantaranya memahami P5 yakni memahami konsep dan tujuan P5. Menyiapkan lingkungan sekolah, menciptakan lingkungan yang mendukung P5. Mendesain P5, merancang proyek yang penting dengan nilai-nilai Pancasila. Mengelola P5, melaksanakan proyek dan memastikan peserta didik terlibat aktif. Mendokumentasikan dan melaporkan hasil P5, merekam dan membagikan hasil proyek. Evaluasi dan tindak lanjut P5, mengevaluasi dampak proyek dan mengambil Langkah selanjutnya.

Sesungguhnya di dalam Projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5), guru sangat berperan penting dalam proses pelaksanaan P5, dimana guru berperan sebagai berikut:

  1. Guru berperan sebagai pembimbing utama. Dalam pembelajaran berbasis proyek, guru bertindak sebagai pembimbing utama. Tugas guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga memberikan arahan kepada siswa dalam memecahkan maslah dan mencapai tujuan pembelajaran. Guru membantu peserta didik memahami latar belakang proyek, mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan, dan merencanakan Langkah-langkah yang pasti untuk mencapai hasil yang diharapkan.
  2. Guru sebagai pendamping. Mendampingi selama pengerjaan proyek dengan memberikan bimbingan saat peserta didik menghadapi kesulitan atau kendala, memastikan peserta didik tetap fokus pada tujuan proyek, mendorong kolaborasi antara peserta didik, memberikan umpan balik terkait kemajuan dan kualitas pekerjaan. Dan peran ini, guru juga membantu mengatasi hambatan dan memastikan peserta didik merasa didukung selama proses pembelajaran.
  3. Guru berperan mengelola kendala kontekstual. Dalam pelaksanaan proyek, tentu saja akan ada kendala kontekstual. Guru membantu peserta didik dalam mengatasi kendala teknis atau perlengkapan, mengelola waktu dan sumber daya dengan efisien, menghadapi tantangan yang mungkin muncul. Guru juga dapat memberikan inspirasi dan solusi kreatif untuk mengatasi masalah.
  4. Guru berperan sebagai motivator. Guru memberikan inspirasi dan motivasi, menginspirasi peserta didij untuk bersemangat dan berkomitmen pada proyek. Dengan memberikan contoh, cerita inspiratif dan dukungan emosional, guru membantu mempertahankan semangat peserta didik.

Hal ini selaras dengan Pandangan tentang kurikulum pendidikan menekankan teori pembelajaran aktif dan konstruktivisme. John Dewey dan Jean Piaget, dua filsuf dan pendidik Amerika, menyoroti pentingnya pengalaman langsung dan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Jean Piaget, khususnya, menekankan konstruktivisme sebagai dasar teori pembelajaran, di mana siswa belajar melalui interaksi dengan lingkungan mereka. Kedua teori ini sangat penting dalam pembentukan kurikulum pendidikan modern. Contohnya adalah pelaksanaan Kurikulum Merdeka, yang menekankan pembelajaran bermakna, keterlibatan siswa, dan pengembangan keterampilan kognitif. Karena Kurikulum Merdeka akan diterapkan bersama dengan proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, kami akan mengaitkan pembelajaran aktif dan konstruktif ini dengan proses pembelajaran [10].

Pembaharuan kurikulum merupakan realita yang saat ini terjadi dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Salah satunya Kurikulum Merdeka yang saat ini dikembangkan. Konsep merdeka belajar diprakarsai oleh Nadiem Makarim yang dapat menjadi solusi atau masalah yang selama ini dihadapi oleh guru. Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, penting bagi setiap pendidik dalam menekankan kebebasan, kemandirian, dan kreativitas peserta didik. Kurikulum Merdeka tidak hanya menekankan pengembangan aspek kognitif, tetapi juga karakter siswa. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka mencakup unsur Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dengan adanya P5, siswa diharapkan memiliki karakter yang baik dan berperilaku sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila. Selain itu, P5 juga bertujuan agar siswa Indonesia dapat menjadi individu yang unggul di abad ke-21 [11].

B. Dampak di Terapkannya Project Penguatan Profil Pelahar Pancasila (P5)

Mengukur keberhasilan pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) adalah langkah penting untuk memastikan bahwa tujuan pembelajaran dan pengembangan karakter tercapai. Cara yang digunakan dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan P5, MIN 2 Pasuruan melakukan refleksi di awal, tengah dan akhir kegiatan P5 serta melakukan evaluasi. Guru, peserta didik dan satuan Pendidikan mengisi lembar refleksi untuk menilai pengetahuan awal dan kesiapan siswa. Kemudian memberikan umpan balik tentang perkembangan pembelajaran selama proses P5 berlangsung. Menilai hasil akhir dan dampak terhadap profil pelajar Pancasila. Untuk evaluasi, dapat berdasarkan aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan karakter yang ingin diperkuat.

Orang tua dan masyarakat merupakan komponen penting dari proses pembelajaran yang berfokus pada karakter dan kemampuan siswa. Siswa (anak), sekolah, dan keluarga adalah tiga komponen pendukung persiapan yang diperlukan untuk keberhasilan kurikulum merdeka, menurut Sekali et al. (2023). Orang tua dapat membantu anak-anak mereka belajar sendiri dalam beberapa cara:

  1. Mendampingi. Agar anak-anak dapat belajar secara mandiri, orang tua perlu mengawasi mereka di rumah dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila dan tradisi agama. Dalam situasi seperti ini, orang tua mempunyai kewajiban untuk menjamin anak-anak mereka melakukan ibadah sehingga mereka dapat mengembangkan keyakinan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Orang tua harus ramah karena anak-anak akan meniru mereka. Orang tua tidak boleh mengabaikan anak yang meminta bantuan untuk berpikir kritis.
  2. Bersikap terbuka. Dalam era teknologi modern, metode pendidikan tradisional yang kita pelajari di masa lalu tidak lagi efektif. Untuk mencegah kehilangan pembelajaran karena pandemi, guru membuat kurikulum independen yang diselaraskan dengan pertumbuhan anak-anak. Orang tua harus memiliki keberanian untuk menjajal hal yang baru dengan anak-anak mereka. Belajarlah dengan rajin dan manfaatkan Kurikulum Merdeka. Mengikuti perkembangan pelaksanaan akan memungkinkan sekolah untuk dievaluasi dan diperbaiki lagi di masa mendatang.
  3. Berwawasan Kebangsaan Tunggal Ika. Indonesia memiliki banyak kelompok agama, budaya, dan etnis. Untuk menjadi warga negara yang baik, kita harus dapat menerima keberagaman yang ada di sekitar kita. Saat ini, ada persaingan di dalam dan di luar negeri. Jangan biarkan perbedaan pendapat menjadi sumber konflik di zaman kita. Karena itu, orang tua perlu memberikan wawasan yang luas kepada anak-anak mereka tentang isu-isu nasional. Dengan demikian, generasi mendatang akan lebih berfokus pada bekerja dan mencapai tujuan yang bermanfaat daripada mencari kesalahan dan menghakimi.
  4. Mendo’akan. Doa yang diucapkan oleh orang tua kepada anaknya memiliki keistimewaan yang terkabul. Meskipun program ini disebut sebagai "Kurikulum Merdeka Belajar", anak-anak wajib mematuhi UU, aturan, dan petunjuk yang sudah disahkan. Kemudian diperlukan dukungan orang tua untuk memimpin, memberi saran, dan membantu memberikan jawaban. Karena keterlibatan mereka dengan teknologi, anak-anak sangat mudah terpengaruh dunia luar. Saat generasi muda menggunakan alat komunikasi untuk belajar dan membuat karya yang bermanfaat, pastikan mereka tidak terpengaruh oleh kata-kata kasar dan gambar kekerasan, atau hal-hal lain yang tidak mendidik.
  5. Berbicara dengan pihak sekolah Program baru adalah pembelajaran bebas. Tentu saja, guru juga membutuhkan waktu untuk mengatur kurikulum ini dengan baik. Bukan hanya menerima instruksi dan menghadiri seminar, guru harus memberi tahu siswanya tentang apa yang mereka pelajari. Ini juga sangat penting agar Kurikulum Belajar Merdeka berhasil dan menunjukkan perkembangan kognitif, karakter, dan kemampuan anak sebaik-baiknya, diperlukan diskusi dan evaluasi antara guru dan orang tua. Selain itu, jangan ragu untuk mengadakan seminar untuk orang tua tentang cara menggunakan kurikulum ini agar ada kesinambungan informasi antara sekolah dan orang tua tentang seberapa baik kurikulum ini membantu anak-anak belajar [15].

Dalam projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), mungkin menghadapi beberapa tantangan dan tidak selalu berjalan lancar. Selama P5 di sekolah, berikut adalah beberapa tantangan yang mungkin dihadapi:

  1. Kurangnya pemahaman tentang tahapan P5. Mungkin ada beberapa guru yang masih bingung dengan tahapan pelaksanaan P5. Ini adalah masalah awal. Oleh karenanya para guru lebih banyak membaca buku panduan P5 dan mengikuti pelatihan atau workshop yang disediakan oleh pihak sekolah atau dinas Pendidikan setempat.Keterbatasan sumber daya. Sumber daya seperti buku, alat, bahan, dan akses internet diperlukan untuk menerapkan P5. Sumber daya tidak tersedia untuk semua sekolah. Untuk mengatasi masalah ini, guru harus kreatif. Mereka dapat mencapainya dengan bekerja sama dengan siswa atau dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan mereka.
  2. Kesulitan dalam mengelola kelompok siswa. Memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat siswa dan sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila mungkin sulit. Oleh karena itu guru harus mempertimbangkan hal-hal mengenai minat siswa, prospek lingkungan sekitar, dan hubungannya dengan mata pelajaran yang diajarkan.
  3. Kesulitan dalam memantau dan menilai proyek P5. Memantau dan menilai proyek P5 siswa memerlukan banyak waktu dan perhatian. Dengan menggunakan rubrik atau format penilaian yang telah disiapkan, guru dapat membantu mengatasi masalah ini.
  4. Kendala kontekstual. Setiap sekolah memiliki konteks unik. Perbedaan budaya, lingkungan, atau kondisi sosial dapat menjadi sumber kesulitan ini. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan kerja sama dengan mitra dan melibatkan berbagai elemen sistem pendidikan.

Ada beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam implementasi P5. Salah satunya adalah memastikan pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai Pancasila, bukan hanya menghafalnya, serta membangun pemahaman kolektif terhadap pondasi etika dan moral. Selain itu, keterlibatan mitra dari luar sekolah dan pendekatan pendidikan holistik juga menjadi kunci dalam memperkuat efektivitas P5[16].

Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) adalah upaya besar untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter Pancasila pada siswa. Untuk meningkatkan kegiatan P5, beberapa usaha yang dilakukan oleh guru diantaranya dengan mengembangkan modul P5. Guru dapat terus mengembangkan modul P5 yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Modul ini harus mempertimbangkan fase perkembangan siswa dan menggabungkan nilai-nilai Pancasila dengan materi yang menarik. Kemudian guru bekerja sama dengan orang tua dalam perencanaan dan pelaksanaan P5. Dengan begini siswa lebih mudah terhubung dengan realita sosial dan budaya di sekitar. Para guru juga mengikuti pelatihan tentang P5 dengan metode pembelajaran berbasis proyek dan pengembangan karakter agar membantu mereka mengajar dengan lebih efektif dan kreatif. Agar dapat mengembangkan penerapan P5, guru juga melakukan pengukuran pada karakter siswa. Apakah nilai-nilai Pancasila benar-benar telah difahami atau belum? Apakah ada perubahan positif dalam sikap dan perilaku siswa? Lalu guru juga mengembangkan tema P5 yang lebih beragam dan menarik. Missal proyek yang berkaitan dengan lingkungan, keberagaman budaya atau isu-isu sosial. Dan guru dapat memanfaatkan teknologi dalam penerapan P5, seperti membuat video dokumentasi proyek, memanfaatkan platform daring atau menggunakan aplikasi kreatif.

Dampak dari hasil diterapkannya P5 di MIN 2 Pasuran yaitu peserta didik memunculkan kreaktifitas mandiri. P5 memberikan dampak positif yang signifikan bagi peserta didik dan pendidikan secara keseluruhan. Diantara dampak diterapkannya P5 yaitu mengembangkan karakter peserta didik. P5 fokus pada penguatan karakter siswa, termasuk nilai-nilai Pancasila. Mereka belajar tentang toleransi, kerja sama, dan integritas melalui proyek yang relevan. Dampak yang diperoleh yaitu Peserta didik memperoleh kesadaran tentang prinsip-prinsip etis dan moral dan memperoleh kemampuan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proyek-proyek P5 yang melibatkan riset, desain, dan solusi praktis memungkinkan siswa untuk berpikir kreatif dan inovatif. Siswa menjadi lebih berani untuk menyampaikan ide-ide baru dan mencari solusi non-standard. P5 membuat satuan pendidikan menjadi ekosistem terbuka di mana orang tua, komunitas, dan mitra berkontribusi pada pembelajaran siswa. Siswa memiliki hubungan yang lebih kuat dengan realitas sosial dan budaya lingkungan mereka. P5 berfokus pada penguasaan teknologi informasi. Siswa diminta untuk memahami dan menggunakan teknologi dengan hati-hati. Dengan begitu siswa siap memanfaatkan teknologi untuk kebaikan dan siap menghadapi era modern. P5 mengajarkan siswa tentang nilai-nilai Pancasila dan keragaman budaya Indonesia. Meskipun demikian, juga membuka wawasan global. Siswa siap berinteraksi dengan dunia internasional dan memiliki identitas nasional yang kuat.

Pengimplementasian kurikulum merdeka belajar memiliki dampak positif terhadap pemahaman siswa mengenai P5. Langkah strategis terdekat dalam penerapan kurikulum ini adalah membentuk kelompok percepatan implementasi untuk memberikan pendampingan kepada siswa dan guru yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran [17].

Dampak lain dari adanya penerapan penguatan profil pelajar pancasila yaitu mengubah perilaku siswa yang awalnya kurang baik secara perlahan menjadi baik sesuai dengan nilai moral. Banyak hal bermanfaat yang dapat diambil dari penerapan penguatan nilai profil pelajar pancasila ini, rancangan program yang menumbuhkan profil pelajar Pancasila seperti kepedulian terhadap sesama, gotong-royong, menjaga dan mencintai lingkungan sekitar [18]

Simpulan

Implementasi projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) dalam kurikulum merdeka melibatkan beberapa tahapan penting. Langkah-langkah utama dalam pelaksanaan P5 yaitu guru dan peserta didik memahami konsep dan tujuan P5, ini termasuk memahami nilai-nilai Pancasila yang ingin diperkuat melalui proyek ini. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang mendukung pelaksanaan P5, bisa melibatkan penyesuaian kurikulum, penyediaan sumber daya dan pelatihan bagi guru. Guru merancang proyek yang relevan dengan konteks lokal dan kebutuhan siswa. Proyek ini harus mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan melibatkan siswa dalam kegiatan yang bermakna. Selama pelaksanaan proyek, guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan bimbingan dan dukungan kepada peserta didik. Guru memastikan bahwa proyek berjalan sesuai rencana dan tujuan pembelajaran tercapai. Hasil proyek didokumentasikan dan dilaporkan. Bisa berupa laporan tertulis, presentasi atau produk lain yang menunjukkan pencapaian siswa. Setelah proyek selesai, dilakukan evaluasi untuk menilai dampak dan keberhasilan proyek. Hasil evaluasi digunakan untuk perbaikan dan pengembangan proyek di masa mendatang. Implementasi P5 memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dalam situasi yang lebih interaktif dan kontekstual, serta mengembangkan karakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Implementasi projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) di MIN 2 Pasuruan telah berjalan sejak 2 tahun terakhir. Walaupun belum bisa mencapai maksimal, namun penerapan P5 di MIN 2 ini sudah membawa sedikit perubahan pada diri peserta didik. Mulai dari perubahan karakter, cara berpikir yang kreatif dan menjadikan peserta didik lebih mandiri dari sebelumnya. Dengan terus mengembangkan penerapan P5, kita dapat menciptakan generasi yang lebih berintegritas, toleran dan cinta tanah air.

Terdapat faktor pendukung dan penghambat dalam hasil penerapan P5 di MIN 2 Pasuran. Diantara faktor pendukung yang menunjukkan dampak positif dimana siswa menjadi kreatif secara mandiri. P5 memiliki banyak manfaat bagi siswa dan pendidikan secara keseluruhan. Di antara dampak yang dihasilkan oleh penerapan P5 adalah pengembangan karakter siswa, yang difokuskan pada penguatan karakter siswa bersama dengan nilai-nilai Pancasila. Melalui proyek yang relevan, mereka belajar toleransi, kerja sama, dan integritas. Peserta didik memperoleh kesadaran tentang nilai-nilai moral dan kemampuan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa memiliki kesempatan untuk berpikir kreatif dan inovatif melalui penelitian, desain, dan solusi praktis melalui proyek P5. Siswa lebih berani mengembangkan gagasan baru dan menemukan solusi unik untuk masalah. P5 membuat sekolah menjadi ekosistem terbuka di mana orang tua, komunitas, dan mitra berkontribusi pada pembelajaran siswa. Fokus P5 adalah penguasaan teknologi informasi dan memberikan siswa ikatan yang lebih kuat dengan realitas sosial dan budaya lingkungan mereka. Diharapkan siswa memahami teknologi dan menggunakannya dengan hati-hati. Dengan memanfaatkan teknologi untuk kebaikan, siswa siap menghadapi era kontemporer. P5 mengajarkan siswa tentang nilai-nilai Pancasila dan keragaman budaya Indonesia. Namun demikian, itu juga membuka mata dunia. Siswa sangat nasionalis dan siap berinteraksi dengan dunia luar. Selain ada dampak positif juga tantangan atau hambatan dalam penerapan P5, diantaranya kurangnya pemahaman tentang tahapan P5, kesulitan dalam mengelola kelompok siswa, kesulitan dalam memantau dan menilai proyek P5 dan kendala kontekstual, bisa berupa perbedaan budaya, lingkungan, atau kondisi sosial dapat menjadi sumber kesulitan ini..

.

References

  1. M. A. Fatah dan E. Zumrotun, “Implementasi Projek P5 Tema Kewirausahaan Terhadap,” Attadrib J. Pendidik Guru Madrasah Ibtidaiyah, vol. 6, no. 2, hal. 365–377, 2023.
  2. T. Nurjatisari, Y. Sukmayadi, dan T. Nugraheni, “Penguatan Profil Pelajar Pancasila melalui Kemasan Pertunjukan Seni pada Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini, vol. 7, no. 4, hal. 4013–4024, 2023, doi: 10.31004/obsesi.v7i4.4836.
  3. D. Yuzianah, P. Budi Darmono, S. Supriyono, dan H. Kurniawan, “Penerapan P5 Pada Kurikulum Merdeka Pada Jenjang Sd,” Taroa J. Pengabdi. Masy., vol. 2, no. 2, hal. 10–17, 2023, doi: 10.52266/taroa.v2i2.1069.
  4. S. Susanto, E. T. S. Eliyanti, A. Aunurrahman, dan H. Halida, “Implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di Sekolah Dasar,” JIIP - J. Ilm. Ilmu Pendidik., vol. 7, no. 2, hal. 1405–1409, 2024, doi: 10.54371/jiip.v7i2.3453.
  5. S. Nuriya, T. E. Jatmikowati, dan M. Misyana, “Implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila,” J. Teknol. Pendidik., vol. 1, no. 1, hal. 46–57, 2023, doi: 10.47134/jtp.v1i1.35.
  6. T. Suryadi dan D. Wahyudin, “Analisis Persepsi Guru Sekolah Dasar terhadap Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di Kabupaten Sumedang,” Ideguru J. Karya Ilm. Guru, vol. 9, no. 2, hal. 557–565, 2024, doi: 10.51169/ideguru.v9i2.860.
  7. S. D. Manusia, S. Prasarana, dan A. P. Wifi, “Jurnal Manajemen Pendidikan ( JMP ) Volume 12 Nomor 1 April 2023 SD Negeri Suruh 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas PGRI Semarang Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar Di SD Negeri Suruh 01 Kecamatan Suruh,” vol. 12, no. 1, hal. 75–83, 2023.
  8. L. Kutariani, “Implementasi Penguatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Melalui Buzz Groupss Di Sd N 5 Sukasada,” Widyacarya J. Pendidikan, Agama dan Budaya, vol. 7, no. 1, hal. 38, 2023, doi: 10.55115/widyacarya.v7i1.2842.
  9. Fatimah dan Nuryaningsih, Buku Ajar Buku Ajar. 2018.
  10. R. M. R. Muflich dan M. Nursikin, “Pandangan John Dewey Dan Jean Piaget Terhadap Kurikulum Pendidikan: Perspektif Teori Pembelajaran Aktif Dan Konstruktivisme,” Afeksi J. Penelit. dan Eval. Pendidik., vol. 4, no. 6, hal. 614–621, 2023, doi: 10.35672/afeksi.v4i6.173.
  11. K. Khuluqi, A. Zuhdi, dan H. Munawaroh, “Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Pembelajaran Fiqih Kelas X di MAN 2 Wonosobo,” J. Inov. Glob., vol. 2, no. 3, hal. 496–521, 2024, doi: 10.58344/jig.v2i3.84.
  12. K. Nafi’ah, “Manajemen Kurikulum Merdeka Belajar dalam Penguatan Profil Pelajar Pancasila di MIN 1 Banyumas,” J. Kependidikan, vol. 11, no. 1, hal. 47–60, 2023, doi: 10.24090/jk.v11i1.7901.
  13. Y. Ekawati, Akmaluddin, dan Syarfuni, “Implementasi Kurikulum Merdeka untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan pada Sekolah Dasar di Kota Sigli,” Arus J. Sos. dan Hum., vol. 4, no. 1, hal. 330–338, 2024, doi: 10.57250/ajsh.v4i1.405.
  14. N. Hidayah dan E. Zumrotun, “Pemanfaatan Sampah Plastik Dalam Tema Gaya Hidup Berkelanjutan Pada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Di Sekolah Dasar,” J. Ris. dan Inov. Pembelajaran, vol. 4, no. 1, hal. 356–366, 2024, doi: 10.51574/jrip.v4i1.1369.
  15. N. Kurniati, S. Halidjah, dan A. T. Priyadi, “Peran Orang Tua dalam Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar Negeri 17 Kabupaten Sintang,” JPDI (Jurnal Pendidik. Dasar Indones., vol. 8, no. 3, hal. 112–117, 2023.
  16. I. N. Siregar, P. T. Siagian, R. J. D. Dasuha, dan R. R. Ria, “Menumbuhkan Karakter, Etika, dan Moral Melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di SD,” J. Pendidik. Guru Sekol. Dasar, vol. 1, no. 3, hal. 9, 2024, doi: 10.47134/pgsd.v1i3.436.
  17. E. Y. R. Pratiwi, R. Asmarani, L. Sundana, D. D. Rochmania, C. Z. Susilo, dan A. Dwinata, “Analisis Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar terhadap Pemahaman P5 bagi Siswa Sekolah Dasar,” J. Basicedu, vol. 7, no. 2, hal. 1313–1322, 2023, doi: 10.31004/basicedu.v7i2.4998.
  18. B. Siswa, K. Iv, D. I. Sd, dan N. Kalicari, “3 1,2,3,” vol. 09, no. September, hal. 424–430, 2023.
  19. .