Abstract

General Background: The promotion of Arabic language proficiency is crucial in Islamic educational institutions, particularly in boarding schools. Specific Background: At the S-PEAM Putri Islamic Boarding School in Pasuruan City, the concept of Arabiyah bi'ah encompasses both formal and non-formal methods of language acquisition, yet the effectiveness of these implementations remains underexplored. Knowledge Gap: Existing literature lacks comprehensive qualitative analyses that address both the supporting and inhibiting factors affecting language acquisition in such settings. Aims: This study aims to investigate the implementation of Arabiyah bi'ah at S-PEAM Putri and identify the factors that contribute to or hinder its effectiveness. Results: The research reveals two distinct types of Arabiyah bi'ah: formal practices, which involve structured lessons focusing on grammar and vocabulary, and non-formal practices, such as language circles and multimedia engagement. Internal supporting factors include self-awareness and discipline, while external factors encompass environmental influences and instructional support. Inhibiting factors identified include a lack of motivation and external distractions such as family visits and curriculum inconsistencies. Novelty: This study employs a qualitative descriptive approach, utilizing Milles and Huberman's analytical techniques and SWOT analysis to provide a nuanced understanding of the dynamics within the boarding school context. Implications: Findings underscore the importance of fostering a supportive environment for Arabic language acquisition, highlighting the need for consistent implementation of language practices to enhance student engagement and proficiency.

Highlights: 

  • Types of Arabiyah Bi'ah: The study identifies formal and non-formal practices that facilitate Arabic language learning among students.

  • Supporting Factors: Internal factors like self-awareness and discipline, along with external influences, significantly enhance language acquisition.

  • Inhibiting Challenges: Factors such as lack of motivation and external distractions hinder effective language development.

Keywords: Arabiyah bi'ah, Islamic boarding school, language acquisition, supporting factors, inhibiting factors.

Pendahuluan

Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa memegang peranan penting yang tidak boleh diabaikan. Tutur kata yang baik adalah yang mudah dipahami oleh lawan bicara dan dapat menghidupkan dialog antara individu. Dengan demikian, bahasa berfungsi sebagai alat interaksi yang krusial untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita, yang pada gilirannya melahirkan berbagai bahasa di dunia untuk mempermudah komunikasi antarsesama. Selain itu, penguasaan banyak bahasa juga sangat penting dalam aktivitas membaca, karena dapat membantu kita memahami ilmu pengetahuan dari berbagai daerah bahkan negara..

Bahasa Arab diakui sebagai bahasa asing kedua yang diajarkan kepada peserta didik di Indonesia. Dalam proses pembelajaran bahasa ini, terdapat sejumlah kendala dan hambatan yang signifikan, mulai dari karakteristik budaya yang dianggap berhubungan erat dengan komunitas Timur Tengah, hingga perbedaan mencolok dalam gaya bahasa dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Arab memiliki keistimewaan tersendiri, terutama nilai sastranya yang sangat tinggi bagi para penuturnya. Selain itu, bahasa ini juga ditetapkan sebagai bahasa Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, yang mengandung gaya bahasa yang tiada tara dan tidak bisa ditandingi oleh siapapun.. Bahasa Arab juga diakui sebagai bahasa yang menyimpan banyak rahasia linguistik, yang bahkan hingga kini masih terus dijelajahi oleh para penuturnya. Bahkan, lembaga internasional telah secara resmi mengakui bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi global yang dipakai oleh lebih dari 20 negara. Mengamati betapa besar pengaruh bahasa dalam kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk memiliki media yang mendukung pembelajaran bahasa yang efektif. Dalam konteks pendidikan, media memainkan peran yang sama pentingnya, berfungsi untuk menyampaikan pesan serta merangsang minat, motivasi, dan rasa ingin tahu siswa. Media juga dapat memengaruhi psikologi mereka, sehingga membantu siswa meningkatkan pemahaman melalui tampilan yang menarik, memudahkan penafsiran data, dan menyajikan informasi secara ringkas. Menyadari betapa signifikan pengaruh bahasa dalam kehidupan sehari-hari, sangat diperlukan media yang mendukung pembelajaran bahasa yang efektif. Dalam dunia pendidikan, media memiliki peranan yang tak kalah penting, karena berfungsi untuk menyampaikan pesan dan merangsang minat, motivasi, serta rasa ingin tahu siswa. Media juga dapat memengaruhi psikologi mereka, sehingga membantu siswa meningkatkan pemahaman melalui tampilan yang menarik, memudahkan interpretasi data, dan menyajikan informasi dengan cara yang ringkas.

Menurut Shendy Andrie dalam tulisannya, kebiasaan adalah tindakan yang diulang berkali-kali, baik di waktu maupun tempat yang berbeda, dengan nilai yang signifikan. Kebiasaan juga dapat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan secara berulang hingga akhirnya menjadi sifat tetap atau karakter seseorang. Hasil tinjauan menunjukkan bahwa kebiasaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku atau tindakan siswa saat mereka belajar secara konsisten. Artinya, jika seorang siswa telah mengembangkan kebiasaan belajar yang baik, hal itu akan berdampak positif pada penguasaan materi pelajaran mereka, sehingga mendukung keberhasilan dalam belajar. Mahdayeni dalam jurnal pendidikannya yang berjudul “Manusia dan Kebudayaan” menyebutkan bahwa semakin sering seseorang membiasakan diri melakukan suatu hal, maka kebiasaan tersebut akhirnya akan menjadi bagian dari budaya hidupnya. Dalam konteks ini, manusia dan budaya adalah dua komponen yang saling terkait, karena budaya merupakan hasil ciptaan manusia yang dilestarikan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Kehidupan manusia sehari-hari pun merupakan refleksi dari budaya di sekitarnya. Dengan kata lain, budaya berkembang berkat penciptaan manusia, dan manusia sendiri hidup dalam budaya yang mereka hasilkan. Budaya akan terus tumbuh selagi manusia sebagai penciptanya menjaga dan merawatnya.

Lingkungan merupakan faktor penting dalam pembelajaran bahasa, karena dapat memengaruhi cara kita berinteraksi dengan bahasa tersebut. Sebuah lingkungan yang kaya bahasa, seperti ruang kelas yang interaktif atau komunitas multibahasa, dapat meningkatkan keterampilan berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam penguasaan Bahasa Arab, diperlukan lingkungan berbahasa yang kaya dengan budaya Arab yang aktif, serta didukung oleh kegiatan berbahasa yang menarik. Tanpa lingkungan yang mendukung, sulit untuk mengembangkan budaya berbahasa dengan baik. Selain itu, untuk mencapai hasil yang optimal, diperlukan strategi khusus dalam pengembangan lingkungan bahasa Arab. Lingkungan yang ideal adalah yang memungkinkan siswa merasa nyaman dan senang, sehingga mereka dapat lebih mudah meningkatkan kemampuan berbahasa mereka.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan non-formal yang memiliki ciri khas dalam menggabungkan pendidikan dan pengajaran dalam satu lingkungan. Selain itu, pondok pesantren juga memiliki karakteristik lain yang mencakup manajemen, kurikulum, budaya, dan sistem yang diterapkan. Umumnya, pondok pesantren menerapkan aturan yang disiplin, karena salah satu tujuan pendidikan di pesantren adalah menanamkan sikap disiplin. Dengan kebiasaan disiplin ini, para santri dapat mengembangkan pengendalian diri dan kemampuan untuk mengarahkan diri, sehingga mereka dapat melindungi diri dari pengaruh lingkungan serta pergaulan yang negatif. Peran pondok pesantren terbukti efektif dalam membentuk karakter santri baik dari segi teori maupun praktik budaya. Hal ini terlihat dari kebiasaan pesantren yang mengedepankan aspek sosial, akhlak, dan keilmuan. Keunggulan pondok pesantren terletak pada kemampuannya untuk mengintegrasikan kecerdasan emosional, intelektual, dan spiritual, yang pada akhirnya berkontribusi dalam membangun karakter. Meskipun setiap pesantren memiliki pedoman pendidikan yang berbeda, tujuan utamanya tetap sama: mencetak muslim yang menguasai ilmu agama secara mendalam dan menjadi pribadi yang berkomitmen dalam pengamalan ilmu tersebut.

Menurut beberapa penelitian yang mengkaji pengaruh lingkungan berbahasa terhadap peningkatan kemampuan berbahasa, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Noza Aflisia (2019), yang membahas tentang “Eksistensi Bi’ah Lughawiyah Sebagai Media Berbahasa Arab Dalam Meningkatkan Kemampuan Muhadatsah Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Curup” yang berada di Provinsi Bengkulu, menemukan bahwa keberadaan Bi’ah Lughawiyah sebagai media berbahasa Arab dalam meningkatkan kemampuan muhadatsah di IAIN Curup ditunjukkan oleh dominasi nilai sedang dan tinggi di kalangan mahasiswa PBA. Ini menyimpulkan bahwa Bi’ah Lughawiyah telah berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan muhadatsah mereka. Penelitian kedua yang di lakukan oleh Ramsul Hasan dkk (2019) yang berjudul “Pengaruh Bi’ah Al’Arabiyah Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Santriwati di Pesantren Al-Amanah Liabuku Kota Baubau” tepatnya di Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam penelitiannya menemukan bahwa hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa lingkungan bahasa Arab yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Al-Amanah pada tahun pelajaran 2017/2018 secara keseluruhan masih berada dalam kategori sedang. [3] Dan penelitian ketiga yang dilakukan oleh Abdul Basith dan Yusuf Setiawan yang berjudul “Implementasi Biah Lughowiyah Dalam Meningkatkan Maharah Kalam di Asrama as-Salafiyyah Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi” mengidentifikasi bahwa beberapa dampak dari penerapan biah lughowiyyah terhadap peningkatan maharah kalam meliputi kemampuan mutakhossis untuk berbicara bahasa Arab tanpa rasa takut salah, menyediakan wadah untuk mengulang dan menerapkan mufrodat yang telah dihafal dalam berbagai kalimat, serta memperoleh mufrodat baru dari lawan bicara.

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam keberlangsungan program Bi’ah Arabiyah atau Bi’ah Lughawiyahdapat menemukan hasil yang berbeda sebagaimana pemaparan peneliti pertama dan ketiga bahwa Bi’ah Lughawiyahmemiliki pengaruh besar dalam peningkatan bahasa Mahasiswa dan mutakhossis, akan tetapi dalam hasil penelitian kedua menyatakan bahwa pengaruh Bi’ah Arabiyah masih tergolong kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor yang menjadi pengaruh pemerolehan bahasa dalam program Bi’ah Lughawiyah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti faktor yang melatar belakangi hal tersebut.

Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “BI’AH ARABIYAH (Studi Kualitatif di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan),” yang fokus pada pengembangan bahasa di lingkungan pesantren. Di pesantren ini, terdapat penerapan pembiasaan penggunaan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selain itu, pesantren ini menjalankan kurikulum yang sesuai dengan Dinas Pendidikan, sambil mengintegrasikannya dengan kurikulum internal pesantren. Kegiatan di pesantren juga dirancang agar semua santri terlibat tanpa adanya pengelompokan atau jurusan, seperti yang ada di beberapa pesantren lainnya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengangkat topik ini untuk memahami program pembentukan Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan.

Dari pemaparan diatas peneliti memfokuskan pembahasan mengenai: 1) Bagaimanakah penerapan Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan? 2) Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat terbentuknya Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan?

Metode

Penelitian ini menerapkan metode deskriptif kualitatif untuk mengeksplorasi “Bi’ah Arabiyah (Studi Kualitatif di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan). Metode deskriptif kualitatif adalah pendekatan penelitian yang sederhana dan bersifat kualitatif, menggunakan alur induktif, yang umumnya diterapkan dalam penelitian sosial. Metode ini juga menjelaskan suatu permasalahan secara sistematis dan mendetail, mencakup setiap fakta dan karakteristik populasi. Berdasarkan permasalahan yang diidentifikasi, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian lapangan langsung di Pondok Pesantren dengan cara mengumpulkan data deskriptif, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun perilaku yang dapat diamati. Dalam bidang pendidikan, penelitian kualitatif memiliki tujuan khusus untuk memahami dan mengamati secara mendalam berbagai aspek, seperti aktivitas, proses, bentuk, tata cara, budaya, strategi, metode, penilaian, hingga evaluasi dalam suatu lembaga pendidikan. Santriwati dan musyrifah menjadi subjek penelitian, yang didukung dengan data-data lapangan. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara terstruktur dengan para asatizah dan santriwati, di mana peneliti menetapkan sendiri pertanyaan yang akan digunakan sebagai acuan. Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung aktivitas sehari-hari dan kegiatan yang mendukung Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri. Sementara itu, dokumentasi mencakup data yang terkait dengan program Bi’ah Arabiyah, seperti buku-buku pendukung untuk meningkatkan kualitas bahasa, jadwal kegiatan berbahasa, absensi kegiatan berbahasa, serta data mengenai sanksi yang diberikan kepada santri yang tidak disiplin dalam berbahasa. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan dua teknik analisis berdasarkan teori Miles dan Huberman, yang terdiri dari empat langkah: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Peneliti juga menggunakan analisis SWOT untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi oleh Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan.

Hasil dan Pembahasan

A. Penerapan Bi’a Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan

Salah satu faktor kunci yang memengaruhi keberhasilan suatu proses adalah lingkungan, termasuk dalam pengembangan bahasa Arab. Keberadaan lingkungan berbahasa sangat penting karena menciptakan konteks yang mendukung pembiasaan tersebut. Jika lingkungan berbahasa terjaga dengan baik, maka santriwati akan lebih mudah untuk terus meningkatkan kemampuan mereka.

Sebagai lembaga pesantren yang berkomitmen untuk mencetak generasi modern, Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan terus berupaya untuk berinovasi dan meningkatkan kualitasnya di berbagai bidang, seperti kepegawaian, pendidikan, karakter, ekonomi, sosial, dan terutama dalam hal disiplin para santriwati. Disiplin merupakan aspek yang tak terpisahkan dari kehidupan pesantren dan dianggap sebagai nyawa bagi lembaga tersebut. Oleh karena itu, hal ini menjadi pedoman utama bagi Pondok Pesantren S-PEAM dalam upaya peningkatan kualitasnya, termasuk dalam pengembangan kemampuan berbahasa santriwati. Ini tentunya memerlukan pengelolaan lingkungan dan kebiasaan yang baik, yang dikenal sebagai manajemen pesantren. Sebagaimana dinyatakan oleh Rima Widyastuti dkk. dalam karyanya, manajemen mencakup proses merencanakan, memimpin, mengorganisasi, mengawasi, dan mengevaluasi tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Penerapan Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM berlandaskan pada salah satu program unggulan pesantren, yaitu bahasa asing. Inilah yang menjadi dasar untuk menetapkan aturan wajib berbahasa Arab bagi seluruh santriwati. Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa tersebut, Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan merancang kegiatan berbahasa di lingkungan pesantren secara terencana, guna menciptakan budaya berbahasa yang baik. Selain meningkatkan kemampuan santriwati dalam percakapan sehari-hari, disiplin berbahasa ini juga berfungsi untuk mempermudah santriwati dalam memahami al-Qur’an, hadits, serta buku-buku pelajaran yang mereka gunakan di sekolah, seperti buku fiqh, shiroh nabawiyah, faroidh, dan akidah, yang semuanya ditulis dalam bahasa Arab. Dengan adanya Bi’ah Arabiyah ini, santri akan lebih mudah dalam memahami materi tersebut.

Dalam kegiatan lapangan, peneliti mengidentifikasi beberapa poin penting terkait Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan, yaitu:;

Bi’ah Ar ab iyah formal

Bi’ah Arabiyah formal merupakan model pengembangan bahasa yang mengintegrasikan praktik muhadatsah secara langsung dalam proses pembelajaran formal, dengan fokus pada mata pelajaran kepesantrenan. Kegiatan belajar mengajar berlangsung dari pukul 07.00 hingga 14.05 WIB. Selama sesi ini, santriwati diwajibkan menggunakan bahasa Arab saat berinteraksi dengan teman-teman mereka, serta dalam proses pembelajaran yang memanfaatkan buku panduan berbahasa Arab. Hal ini memberikan santriwati lebih banyak kesempatan untuk melatih kemampuan bahasa mereka. Mata pelajaran yang diajarkan mencakup nahwu, shorf, mahfudzod, muhadatsah, aqidah, fiqh, hadits, tarikh Islam, faroidh, ushul fiqh, mustholahul hadits, mantiq, dan balaghoh. Namun, tidak semua mata pelajaran diajarkan di semua jenjang; beberapa hanya ada di tingkat SMP, sebagian lagi di SMA, dan beberapa diajarkan di kedua jenjang tersebut. Pembelajaran bahasa Arab di SMP lebih difokuskan pada aspek gramatikal, pengubahan, serta penyusunan kosa kata dan kalimat yang benar, seperti dalam pelajaran nahwu, shorf, mahfudzod, dan muhadatsah. Sementara di tingkat SMA, perhatian lebih diberikan pada pendalaman ilmu kebahasaan dan keagamaan, seperti mantiq, balaghoh, ushul fiqh, dan mustholahul hadits. Pelajaran bahasa Arab yang ada di kedua jenjang tersebut termasuk aqidah, fiqh, hadits, dan tarikh Islam. Materi dalam buku-buku ini mirip dengan buku aqidah, fiqh, hadits, dan tarikh Islam lainnya, tetapi buku yang digunakan di pesantren disajikan dalam bahasa Arab. Penggunaan buku berbahasa Arab ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Arab para santriwati, sebagaimana dinyatakan oleh wakil mudir pesantren S-PEAM bahwa; “Dengan menggunakan buku pedoman berbahasa arab maka para santri dapat menerima ilmu dua kali lipat, karna selain mendapatkan pemahaman mengenai pokok pembahasan dari buku-buku tersebut, santri juga mendapakatkan tambahan kosa kata bahasa Arab baru dari buku-buku yang mereka pelajari”

Bi’ah Arabiyah non formal

Bi’ah Arabiyah non formal adalah sarana untuk memperoleh bahasa secara alami, yang sebagian besar berlangsung di luar kelas atau di lapangan. Proses pemerolehan ini dapat berasal dari interaksi dengan teman, guru, musyrifah, karyawan, tulisan-tulisan yang ditempelkan, dan semua aspek lain yang menyediakan informasi, baik tertulis maupun tidak, yang ada di sekitar. Di Pondok Pesantren S-PEAM, lingkungan ini dapat ditemukan mulai pukul 14.05 hingga 07.00 pagi, di mana seluruh santriwati diwajibkan untuk menggunakan bahasa Arab atau bahasa Inggris dalam setiap percakapan. Pada waktu ini, santriwati dapat mempraktikkan kosakata yang telah mereka pelajari, baik dari kelas maupun dari kegiatan berbahasa lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Widiya Yul dalam karyanya, pembelajaran yang terbaik adalah yang berlangsung di mana saja saat orang berbicara dan berkomunikasi. Lingkup Bi’ah Arabiyah non formal dapat dianggap sebagai miniatur kehidupan bermasyarakat yang autentik di pesantren, yang mendorong lebih banyak interaksi antar individu. Selain itu, dari segi waktu, Bi’ah Arabiyah non formal berlangsung lebih lama dibandingkan dengan Bi’ah Arabiyah formal.

Berdasarkan hasil penelitian di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan, peneliti menemukan para santriwati yang selalu dilatih untuk tetap bercakap dengan menggunakan bahasa dimanapun dan kapanpun mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Sebagaimana yang dituturkan oleh Cindy N., salah satu santriwati Pondok Pesantren SPEAM Putri Kota Pasuruan bahwa: “Bi’ah Arabiyah diterapkan dalam keseharian karena salah satu program Pondok Pesantren adalah penguasaan Bahasa Asing. Maka santriwati diwajibkan untuk mempraktekkan dalam percakapan sehari-hari, juga dalam bersekolah, kami belajar dari kitab-kitab berbahasa Arab”, pernyataan serupa dikatakan oleh Rafeyla, bahwa: “Bahasa biasanya digunakan dalam percakapan sehari-hari dan saat belajar di kelas. Kita menggunakan bahasa karena di sini ada aturan yang mewajibkan sehingga jika tidak menaati maka Iqob (sangsi) akan menanti.

Dalam meningkatkan budaya berbahasa di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan tentunya tidak hanya melibatkan santriwati saja namun terdapat beberapa faktor lain diantaranya para musyrifah, dalam mendukung peningkatan kemampuan berbahasa tentunya para musyrifah juga memiliki peran penting sebagaimana yang dikatakan oleh ustadzah Nabilah Mutiara, bahwa: “Karna salah satu pendukung dan faktor terbesar dalam budaya berbahasa adalah musyrifah itu sendiri maka musyrifah selalu melakukan berbagai upaya peningkatan berbahasa para santriwati diantaranya; membiasakan menggunakan bahasa Arab ketika berbicara dengan santriwati, mengadakan kegiatan bahasa yang menarik di setiap akhir pekan untuk mendukung semangat santriwati dan menegaskan aturan berbahasa yang ketat terhadap santriwati”

Adapun faktor penunjang lainnya yaitu dengan mengadakan kegiatan-kegiatan bahasa yang menarik sehingga dapat menambah semangat para santriwati untuk memperdalam pemahaman mereka mengenai bahasa Arab. Juga dipaparkan oleh Ustadzah Nabila Mutiara, bahwa: “ Proses pembentukan lingkungan yang dipenuhi oleh kebiasaan berbahasa khususnya bahasa Arab, di SPEAM Putri dilakukan dengan berbagai cara dan dengan berbagai faktor, yaitu (1) Adanya kewajiban santriwati dalam menggunakan bahasa dalam kesehariannya, (2) Buku pelajaran pondok yang menggunakan bahasa Arab, (3) Kegiatan Muhadatsah yang dilakukan setiap paginya , (4) Adanya papan bahasa yang digunakan untuk penambahan uslub bagi santriwati (5) Kegiatan pidato yang menggunakan 3 bahasa sekaligus, dan (6) Kegiatan menonton film berbahasa yang dilakukan sesekali.”

Halaqoh Lughowiyah

Kegiatan ini merupakan rutinitas yang dilaksanakan setiap pagi setelah setoran tahfidz subuh, yaitu sekitar pukul 05.30-06.00. Kegiatan ini terdiri dari kelompok-kelompok yang dibagi berdasarkan kelas masing-masing, dengan setiap kelompok dibimbing oleh seorang musyrifah. Materi yang diajarkan terbagi menjadi dua jenis, yaitu mufrodat dan muhadatsah, dengan menggunakan buku panduan “The selected Vocabularies” dan “Daily Conversation” terbitan Pondok Modern Darussalam Gontor.

Materi mufrodat mencakup kumpulan kosa kata berbahasa Arab yang sering ditemui sehari-hari, seperti alat makan, perlengkapan kamar, perlengkapan asrama, nama-nama penyakit, bangunan, profesi, dan lain-lain. Sementara itu, materi muhadatsah berisi contoh-contoh percakapan sehari-hari, seperti pembahasan tentang mandi yang mencakup berbagai pertanyaan dan jawaban terkait aktivitas mandi, seperti siapa yang di kamar mandi, siapa berikutnya, dan sebagainya.

Pembagian waktu untuk materi tersebut adalah sebagai berikut: materi mufrodat diajarkan pada hari Senin hingga Kamis, sedangkan materi muhadatsah diajarkan pada hari Jumat dan Sabtu. Alur kegiatan dimulai dengan pembukaan, di mana musyrifah mengucapkan salam dan menanyakan kabar para santriwati. Selanjutnya, musyrifah menuliskan beberapa mufrodat baru di papan tulis dan membacanya, diikuti oleh santriwati sebanyak dua hingga tiga kali untuk melatih pengucapan yang benar. Santriwati kemudian diminta untuk menghafalkan kosa kata baru tersebut dan menyetorkannya kepada musyrifah pada waktu luang.

Untuk materi muhadatsah, musyrifah menentukan satu judul yang akan dibahas dan membimbing santriwati dalam tata cara pengucapan yang benar. Setelah santriwati memahami pengucapan, mereka akan melakukan sesi terjemah, di mana musyrifah membimbing mereka menerjemahkan kata demi kata hingga kalimat per kalimat. Santriwati kemudian diminta untuk membuat contoh kalimat lain yang mirip dengan kalimat yang telah dibahas untuk melatih pembiasaan mereka dalam menyusun kalimat berbahasa Arab. Pada tahap terakhir, santriwati diminta untuk menghafalkan setiap judul muhadatsah yang telah diajarkan, kemudian mempraktikannya secara lisan berulang-ulang dengan teman secara berpasangan.

Figure 1.Kegiatan Halaqoh Lughowiyah

Muhadloroh

Kegiatan muhadloroh adalah salah satu kegiatan pendukung bahasa yang bertujuan untuk melatih kemampuan santriwati dalam penulisan dan berbicara (maharoh kitabah dan maharoh kalam), serta untuk meningkatkan keberanian dalam public speaking melalui pidato. Kegiatan ini disajikan tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Selama kegiatan, santriwati dibimbing dalam cara membuat konsep pidato yang baik dan benar dalam bahasa Arab, dan kegiatan ini juga menjadi wadah bagi musyrifah untuk mengevaluasi kemampuan berbahasa santriwati.

Kegiatan muhadloroh dilaksanakan secara rutin setiap minggu pada hari Sabtu malam, dari pukul 20.00 hingga 20.45 WIB. Seluruh santriwati dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang musyrifah. Di setiap kelompok juga terdapat seorang ketua yang memandu kelompok tersebut. Dalam setiap pertemuan, empat santriwati diberi kesempatan secara bergiliran untuk menjadi pemateri pidato. Selama kegiatan muhadloroh, terdapat juga beberapa petugas yang memandu jalannya acara, seperti MC dan pembaca ayat suci al-Qur’an.

Tahapan kegiatan muhadloroh dimulai dengan persiapan pidato oleh santriwati yang ditunjuk sebagai pemateri pada pertemuan berikutnya. Mereka dibimbing untuk menyiapkan teks pidato dan mengumpulkannya kepada musyrifah untuk dikoreksi bersama, hal ini juga sebagai sarana bagi musyrifah untuk mengetahui kemampuan berbahasa santriwati. Setelah proses pengoreksian selesai, santriwati harus melakukan setoran pidato kepada musyrifah beberapa hari sebelum hari H untuk memastikan kesiapan mereka.

Figure 2.Kegiatan Muhadloroh

Nonton Film Pendek

Kegiatan ini adalah kegiatan bulanan yang dilaksanakan pada hari Ahad pagi, bersamaan dengan waktu halaqoh lughowiyah. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santriwati dan dipandu oleh musyrifah yang bertugas pada pekan tersebut, dengan bantuan dari IPM bidang bahasa. Dalam kegiatan ini, musyrifah memilih film pendek berupa film kartun diantaranya film “We bare Bears” dan sejenisnya. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan melatih maharah istima’ dan maharah kitabah. Dalam kegiatan ini santri diminta untuk mengidentifikasi dan menuliskan kosa kata yang didengar tanpa melihat visual gambarnya yang kemudian akan dicek oleh musyrifah kebenaran penulisan dan seberapa banyak kosa kata yang diperoleh. Adapun tujuan dari menonton film yaitu untuk memperkaya pembendaharaan kosa kata dan pemahaman mengenai susunan kalimat yang baik.

Penempelan Papan Bahasa

Kegiatan penempelan papan bahasa di pesantren dibagi menjadi dua jenis: pertama, papan mufrodat yang ditempel secara permanen di beberapa tempat dengan ukuran kecil, yang tertuliskan nama-nama benda yang terdapat di pesantren. Kedua, papan khusus untuk kosa kata atau uslub yang diperbarui setiap minggu. Kosa kata dan uslub yang tertulis pada papan ini adalah pilihan yang dianggap penting oleh bagian bahasa, dan uslub yang ditulis merupakan contoh kalimat yang biasanya diperlukan dalam kegiatan sehari-hari.

Tujuan dari penempelan papan bahasa adalah untuk menambah pengetahuan bahasa santriwati serta memberikan contoh penyusunan kalimat yang baik berdasarkan uslub yang tertulis. Sama seperti kegiatan halaqoh lughowiyah, papan bahasa ini tidak hanya ditempel dan ditulis, tetapi juga wajib dihafalkan oleh santriwati. Dengan adanya kegiatan ini, santriwati diharapkan dapat lebih mudah meningkatkan penguasaan bahasa Arab mereka. Seperti yang dikatakan oleh Aqilah H.F. "Kegiatan ini sangat membantu saya dalam meningkatkan kemampuan berbahasa saya." Zahra R.L., juga menyatakan, "Semenjak saya melakukan kegiatan berbahasa, saya merasa ada peningkatan dalam kemampuan berbahasa Arab saya".

Figure 3.Papan Mufrodat

Terdapat pula sejumlah kegiatan penunjang yang dilaksanakan oleh pengurus IPM dan musyrifah yang berupa pemantauan. Jenis-jenis pemantauan yang dilakukan meliputi:

  1. Pemantauan Menggunakan Absen Kegiatan: Absen di setiap kegiatan bahasa digunakan untuk mengetahui santriwati yang tidak mengikuti kegiatan rutin. Nama-nama santriwati yang tidak hadir akan direkap dan diberi sanksi.
  2. Pemantauan Melalui Jasusah (Mata-Mata): Beberapa santriwati ditunjuk sebagai jasusah untuk memantau kedisiplinan berbahasa santriwati lainnya. Jasusah mencatat nama-nama yang melanggar disiplin berbahasa beserta ucapan atau tindakan pelanggaran, disertai waktu, tempat, dan saksi.
  3. Pemantauan Secara Langsung: Musyrifah secara langsung menegur santriwati yang tidak disiplin berbahasa di tempat di mana mereka ditemukan melanggar.
  4. Mahkamah Bahasa: Dilakukan setiap hari setelah sholat magrib dengan memanggil nama-nama pelanggar melalui pengeras suara di asrama. Santriwati yang melanggar diminta berkumpul di depan kantor pengasuhan untuk diberi nasihat, peringatan, dan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran. Adapun jenis sanksi bagi para pelanggar bahasa yaitu, mencari dan menerjemahkan kosa kata ke dalam bahasa arab yang belum mereka ketahui sebelumnya, lalu menghafalkannya di depan musyrifah.

Pemantauan yang dilakukan ini terbukti cukup efektif karena berbagai metode tersebut membantu santriwati untuk selalu mengingat tanggung jawab mereka dalam disiplin berbahasa. Pemberian sanksi juga mengingatkan santriwati bahwa setiap pelanggaran akan mendapatkan konsekuensi, yang dapat mengurangi waktu yang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Dalam menilai perkembangan dan kemampuan bahasa santriwati, Pondok Pesantren S-PEAM mengadakan ujian bahasa rutin setiap semester. Ujian lisan ini melibatkan wawancara dengan santriwati yang dilakukan dalam bahasa Arab, dan mereka wajib menjawab menggunakan bahasa tersebut. Materi ujian mencakup mufrodat, muhadatsah, qiro’ah, istima’, serta pemahaman nahwu dan shorof.

Tujuan program bahasa di Pesantren SPEAM Putri Kota Pasuruan adalah untuk melatih dan memberikan bekal pengetahuan bahasa asing kepada para santriwati, sehingga mereka dapat lebih mudah memahami al-Qur’an dan hadits serta menjadi generasi yang sholehah. Menguasai bahasa Arab juga membuka peluang bagi santriwati untuk melanjutkan studi ke Timur Tengah. Seperti yang diungkapkan oleh Ustdzah Elbayun Albany, "Dengan memahami dan menguasai bahasa Arab, anak-anak akan lebih mudah mempelajari al-Qur’an dan hadits, serta memiliki peluang besar untuk studi di Timur Tengah."

B. Faktor Pendukung Da Penghambat Terbentuknya Bi’ah Arabaiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan

Dalam setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan, serta potensi kekurangan atau kendala yang mungkin muncul. Baik dari perspektif pengajar maupun pelajar, berbagai problematika dapat dihadapi. Untuk itu, dalam konteks upaya peningkatan kemampuan berbahasa, tidak terlepas dari beragam problematika yang berasal dari faktor eksternal maupun internal. Faktor internal meliputi aspek rohani dan psikologis individu, sementara faktor eksternal mencakup pengaruh lingkungan, keluarga, keadaan sosial, dan budaya. Program Bi’ah Arabiyah yang diterapkan oleh Pondok Pesantren SPEAM Putri Kota Pasuruan dalam upaya pengembangan budaya berbahasa santriwati juga menghadapi tantangan yang tidak selalu sesuai dengan rencana. Di balik semua upaya yang telah dilakukan, terdapat faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi proses pengembangannya, antara lain:

Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah elemen-elemen yang mempengaruhi proses perkembangan, kemajuan, dan perbaikan suatu entitas. Faktor-faktor ini, yang juga dikenal sebagai motivasi, dapat mencakup kondisi eksternal, peran individu dalam konteks sosial seperti teman dan keluarga, serta kesadaran diri dalam pelaksanaan tugas atau aktivitas. Faktor pendukung umumnya dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu:

Terdapat beberapa faktor internal yang memengaruhi perkembangan bahasa santriwati, di antaranya adalah:

  1. Kesadaran Diri: Kesadaran diri santriwati terhadap pentingnya penguasaan bahasa asing, terutama di era modern yang semakin canggih, di mana bahasa asing telah menjadi kebutuhan esensial bagi pencari ilmu dan juga kesadaran bahwa kepatuhan terhadap aturan merupakan jalan menuju keberkahan ilmu, yang mendorong mereka untuk terus berusaha mematuhi setiap ketentuan yang ada.
  2. Disiplin Diri: Disiplin diri yang merupakan suatu tuntutan yang pada akhirnya membentuk karakter santriwati dalam kehidupan sosial di lingkungan pesantren, sehingga memungkinkan mereka untuk mematuhi setiap aturan yang telah ditetapkan.

Faktor-faktor pendukung dalam perkembangan bahasa Arab di kalangan santriwati di Pondok Pesantren SPEAM Putri Kota Pasuruan dapat dianalisis dari beberapa aspek, yaitu:

  1. Aspek Lingkungan: Keberadaan lingkungan berbahasa Arab di pesantren memberikan kesempatan bagi santriwati untuk mendengar kosakata yang diucapkan oleh teman-temannya. Hal ini mendukung pengembangan perbendaharaan kosakata mereka dan meningkatkan keberanian untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Arab dalam interaksi sehari-hari. Lingkungan tersebut juga menciptakan budaya saling belajar dan mengajar mengenai kekurangan masing-masing. Sebagaimana dinyatakan oleh beberapa santriwati: “Ketika di lingkungan pesantren, saya berbicara menggunakan bahasa Arab, tetapi di luar pesantren belum tentu saya mendapatkannya. Karena saya juga mengikuti sesuai dengan lingkungan” (Zahra). Nabila menambahkan, “Di pesantren, kami memiliki teman yang sama-sama belajar bahasa asing, sehingga dapat membiasakan diri dalam berbahasa.” Brilyant juga menyatakan bahwa, “Memiliki teman yang juga sedang belajar bahasa sangat menguntungkan karena kami saling mencari tahu.”
  2. Faktor Kegiatan: Adanya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bahasa, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, berperan penting dalam mendukung perkembangan bahasa Arab santriwati.
  3. Faktor Disiplin: Penerapan disiplin berbahasa melalui sistem Mahkamah Lughoh, di mana santriwati yang berbicara dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah dikenakan sanksi, membantu menjaga kewaspadaan santriwati dan mendorong mereka untuk terus menggunakan dan meningkatkan kemampuan bahasa Arab mereka. Seperti yang dinyatakan oleh salah seorang santriwati, “Membiasakan menggunakan bahasa Arab dengan teman, meskipun sering salah, harus tetap mencari atau bertanya jika tidak tahu arti dari mufradat yang ingin dikatakan” (Nabila).
  4. Faktor Kebutuhan: Kebutuhan untuk memahami buku pelajaran pondok yang sepenuhnya menggunakan bahasa Arab menuntut santriwati untuk menguasai bahasa tersebut. Azizah A. menyatakan, “Buku yang kami pelajari menggunakan bahasa Arab, yang bagi kami merupakan pengalaman langka.”
  5. Faktor Ustadz/zah dan Musyrifah: Ustadz/zah dan musyrifah yang merupakan alumni pesantren dan memiliki disiplin berbahasa Arab berperan penting dalam membantu santriwati meningkatkan kemampuan bahasa mereka. Azizah menjelaskan, “Usaha yang saya lakukan dalam peningkatan bahasa termasuk berbicara dengan teman dan ustadzah menggunakan bahasa Arab, membuka kamus, serta mengikuti kegiatan bahasa seperti muhadhoroh, muhadatsah, dan lomba pidato.”

Faktor Penghambat

Faktor penghambat merupakan elemen-elemen yang memiliki dampak relatif kecil, yang dapat mengurangi, atau bahkan menghentikan aktivitas tertentu dari kebiasaan normalnya. Secara konseptual, faktor penghambat dapat diartikan sebagai variabel yang memengaruhi individu dalam pelaksanaan suatu tindakan, meliputi pengaruh internal seperti motivasi diri, serta faktor eksternal seperti lingkungan sosial, interaksi dengan teman, dan dinamika keluarga. Faktor-faktor penghambat ini umumnya dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:

Faktor-faktor penghambat dalam peningkatan kemampuan berbahasa santriwati meliputi:

  1. Kurangnya Semangat: Beberapa santriwati menunjukkan kurangnya semangat untuk meningkatkan kemampuan bahasa Arab yang mereka miliki. Akibatnya, mereka tidak dapat memahami percakapan dalam bahasa Arab dengan baik dan sering kali meminta terjemahan ke sesama teman.
  2. Kurangnya Motivasi Diri: Rendahnya motivasi diri untuk mendalami bahasa Arab merupakan faktor signifikan yang menghambat perkembangan kemampuan berbahasa santriwati. Hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa studi bahasa Arab tidak akan relevan atau diperlukan di masa depan, khususnya dalam konteks pendidikan tinggi. Banyak santriwati yang beranggapan bahwa mereka akan lebih fokus pada mata pelajaran lain yang dianggap lebih relevan dengan jalur karier yang mereka pilih, sehingga mengurangi minat dan upaya mereka dalam mempelajari bahasa Arab.

Beberapa faktor penghambat keberlangsungan penggunaan bahasa Arab di Pondok Pesantren SPEAM Putri adalah sebagai berikut:

  1. Sanksi Mahkamah Lughoh: Sering kali santriwati merasa bahwa sanksi yang diberikan oleh penanggungjawabab Mahkamah Lughoh tidak cukup berat, sehingga mereka menganggap enteng sanksi tersebut dan tetap menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan mereka.
  2. Efek Liburan: Liburan seringkali menyebabkan santriwati kembali terbiasa menggunakan bahasa daerah mereka setelah kembali ke pesantren, sehingga dapat menghambat pembiasaan percakapan bahasa Arab.
  3. Kunjungan Keluarga: Kunjungan keluarga yang terjadi setiap pekan memaksa santriwati untuk menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah saat berinteraksi dengan keluarga di lingkungan pesantren.
  4. Kurikulum Pendidikan: Pondok Pesantren SPEAM Putri menerapkan kurikulum dari DIKNAS yang sebagian besar berisi pelajaran umum menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam materi tertulis maupun dalam proses belajar mengajar, sehingga mengharuskan mereka untuk lebih sering berbahasa Indonesia.
  5. Pelaksanaan Mahkamah Lughoh Yang Kurang Konsisten: Sering kali pelaksanaan Mahkamah Lughoh tidak konsisten, yang mengakibatkan pengurangan efektivitas dalam memaksa penggunaan bahasa Arab.
  6. Variasi Latar Belakang Pendidikan: Perbedaan latar belakang pendidikan santriwati, terutama bagi mereka yang berasal dari sekolah menengah atas (SMA) yang belum pernah mempelajari bahasa Arab sebelumnya, menyulitkan proses adaptasi dan pembelajaran bahasa Arab di pesantren.
  7. Kekurangan SDM: Jumlah pengajar yang terbatas mengakibatkan beban kerja yang berlebihan, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk memberikan perhatian dan pengawasan yang memadai kepada santri. Ketidakseimbangan antara jumlah santri yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengajar menyebabkan pengajar tidak dapat memberikan perhatian yang cukup dan teliti terhadap setiap santri.

Simpulan

Bi’ah Arabiyah di Pondok Pesantren S-PEAM Putri dilaksanakan dengan dua sistem utama yaitu; Bi’ah Arabiyah formal yaitu proses pengembangan bahasa dalam bentuk praktek berbahasa Arab secara langsung bersama dengan ustad/zah dalam mata pelajaran kepesantrenan yang memfokuskan pada tata bahasa dan kosa kata bahasa Arab. Sedangkan bi’ah Arabiyah non formal yaitu wadah pemerolehan bahasa secara alamiah yang terjadi di luar jam sekolah seperti, halaqoh lughowiyah, muhadloroh, nonton film pendek dan penempelan papan bahasa. Adapun faktor pendukung terbentuknya Bi’ah Arabiyah di Pesantren S-PEAM Putri Kota Pasuruan meliputi: 1) Kesadaran diri, 2) Disiplin diri, 3) Aspek lingkungan, 4) Faktor kegiatan, 5) Faktor disiplin, 6) Faktor kebutuhan, 7) Peran ustadz/zah dan musyrifah. Sementara itu, faktor-faktor penghambat terbentuknya Bi’ah Arabiyah meliputi: 1) Kurangnya semangat, 2) Kurangnya motivasi diri, 3) Sanksi Mahkamah Lughoh yang tidak memadai, 4) Efek liburan, 5) Ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan Mahkamah Lughoh, 6) Variasi latar belakang pendidikan santriwati

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada keluarga, teman dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, baik dalam bentuk tenaga, pemikiran, materi, maupun do’a selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan mengandung berbagai kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam bidang ini. Oleh karena itu, penulis dengan penuh keterbukaan mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca sebagai bahan evaluasi dan perbaikan di masa yang akan datang.

References

  1. M. Arief Nasuha and M. Ammar, “Literature Review: Arabic Language Learning Media in the Industrial Age 5.0 [Literatur Review : Media Pembelajaran Bahasa Arab Di Era Industri 5.0].”
  2. Nandang Sarip Hidayat, “Problematika Pembelajaran Bahasa Arab,” Pemikiran Islam, vol. 37, no. 1, pp. 1–8, 2012.
  3. Ibrahim Youssef Abdelhamid and Hazrati Binti Yahaya, ““dawr aleamil althaqafii fi taealum allughat alearabiat linatiqin bighayriha: althaqafat almisriat liltawthiq ”,” CONITIES (International Conference on Islamic Civilization and Humanities), pp. 1–7, 2023.
  4. Ramsul Hasan, Kamaluddin Abu Nawas, and Shabir U, “Pengaruh Bi’ah Al-’Arabiyah Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Santriwati Pesantren Al-Amanah Liabuku Kota Baubau,” Jurnal Diskursus Islam, vol. 7, no. 2, pp. 1–19, Aug. 2019.
  5. Siti Mahmuda, “Media Pembelajaran Bahasa Arab,” An-Nabighoh, vol. 20, No. 01, pp. 1–10, 2018.
  6. Syarifah Hanum, “Implementasi Pendekatan Fungsional Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Melalui Metode Community Language Learning,” LISANUNA, vol. 9, no. 2, pp. 1–11, 2019.
  7. Nunu Nurfirdaus and Risnawati, “Studi Tentang Pembentukan Kebiasaan dan Perilaku Sosial siswa (Studi Kasus di SdN 1 Windujanten),” Lensa Pendas, vol. 4, no. 1, pp. 1–11, Feb. 2019, [Online]. Available: http://jurnal.upmk.ac.id/index.php/lensapendas
  8. S. A. Wijaya, R. A. Novi W, and S. D. Saputri, “Pengaruh Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa,” Ekuitas: Jurnal Pendidikan Ekonomi, vol. 7, no. 2, Dec. 2019, doi: 10.23887/ekuitas.v7i2.17917.
  9. Mahdayeni, Muhammad Roihan Alhaddad, and Ahmad syukri Saleh, “Manusia dan Kebudayaan (Manusia dan Sejarah Kebudayaan, manusia Dalam Keanekaragaman Budaya dan Peradaban, Manusia dan Sumber Penghidupan),” Manajemen Pendidikan Islam, vol. 7, no. 2, pp. 1–12, Aug. 2019.
  10. Anisatul Barokah, ““astiratijiat tanmiat biyat lilughat alearabiat litarqiat maharat alkalam liltilmidhat bimaehad taemir al'iislam surakarta”,” Forum Ilmiah Nasional, p. 4, 2019.
  11. A. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong and P. Barat, “Budaya Disiplin dan Ta’zir Santri di Pondok Pesantren,” 2018. [Online]. Available: http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/al-riwayah
  12. Ahmad Jelani, Sahudi, Andewi Suhartini, and Nurwidjah Ahmad E.Q, “Budaya dan Pendidikan Karakter Pada Pesantren Campuran di Pondok Pesantren Miftahul Hidayah Kabupaten Garut,” TARBIYATUNA: Kajian Pendidikan Islam, vol. 5, pp. 1–14, 2021.
  13. T. Hidayat, A. S. Rizal, and F. Fahrudin, “Peran Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,” Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7, no. 2, pp. 1–10, Nov. 2018, doi: 10.29313/tjpi.v7i2.4117.
  14. Noza Aflisia and Partomuan harahap, “Eksistensi Bi’ah Lughawiyah Sebagai Media Berbahasa Arab Dalam Meningkatkan Kemampuan Muhadatsah Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Curup,” LISANUL ARAB 8, vol. 8, no. 1, pp. 1–16, 2019, [Online]. Available: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/laa
  15. A. Basith and Y. Setiawan, “Implementasi Biah Lughowiyyah Dalam Meningkatkan Maharah Kalam,” Online, 2022.
  16. Wiwin Yuliani, “Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling,” Quanta, vol. 2, no. 2, pp. 1–9, 2018, doi: 10.22460/q.v2i1p21-30.642.
  17. S. Pd. , M. Si. Dr Neni Hasnunidah, Metodologi Penelitian Pendidikan, 1st ed. Yogyakarta: Media Akademi, 2017.
  18. M. Rijal Fadli, “Memahami desain metode penelitian kualitatif,” vol. 21, no. 1, pp. 33–54, 2021, doi: 10.21831/hum.v21i1.
  19. Isti Pujihastuti, “Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian,” Agribisnis dan Pengembangan Wilayah, vol. 2 No. 1, pp. 1–14, 2010.
  20. Muhammad Fadil Akbar Islami“‫'iidaratu‬ taelim allughati‫ alearabiat bibarnamaj tarqiat allughat (Lapensa Course) fi daw nazariat diminj bimadrasat 'amanat al'umat althaanawiat al'iislamiat alduwaliat mujukartu,”” Batu, Jan. 2022.‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬
  21. Mugni and Baiq Raudatussolihah, “Strategi Pembentukan Bi’ah Lughowiyah Maharah Al-Kalam Bahasa Arab di MA Mu’allimin Nahdatul Wathan Pancor,” Jurnal Pendidikan Islam, vol. 14, no. 2, pp. 15–16, Dec. 2022.
  22. Rima Widyastuti, Irwan, Abdul Malik Karim Amrullah, and Uril Bahruddin, “‫“‫'iidarat tanzim biyat allughat alearabia fi maehad alrahmat liltahfiz malanj Taqdir, vol. 8, no. 1, pp. 1–18, 2022.‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬‬
  23. W. Yul, “Takwin Al-Biah Al-Lughawiyyah fi Ma’had Nurul Haq Semurup Kerinci : ‫,” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab, pp. 1–17.‬‬‬‬‬‬‬