Abstract
General Background: Pondok Pesantren (Islamic boarding schools) are vital for character and knowledge development in Indonesia, especially in the study of faraid (Islamic inheritance law). Specific Background: At Wali Barokah Islamic Boarding School in Kediri City, students face obstacles such as ineffective teaching methods, limited resources, and challenges in understanding Arabic texts. Knowledge Gap: Existing research has not thoroughly analyzed these specific barriers and their impact on learning outcomes. Aims: This study identifies the obstacles faced in faraid education and offers strategic recommendations for improvement. Results: Using qualitative methods, the research reveals that methodological issues, insufficient materials, and rigid teaching styles significantly hinder student understanding and motivation. Novelty: This study provides a comprehensive analysis of the barriers affecting faraid learning. Implications: It highlights the need for adaptive teaching methods and improved resources to enhance student engagement and comprehension, ultimately fostering competent graduates in accordance with Islamic law.
Highlights:
- Ineffective Teaching Methods: Predominantly traditional approaches lead to student disengagement and reduced comprehension.
- Language Challenges: Difficulties in understanding Arabic texts hinder students' ability to grasp complex concepts in faraid.
- Resource Limitations: Insufficient learning materials negatively impact the applicability and relevance of the knowledge acquired by students.
Keywords: Faraid Knowledge, Islamic Boarding School, Learning Obstacles, Teaching Methods, Student Motivation
Pendahuluan
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang berperan penting dalam membentuk karakter dan keilmuan santri di Indonesia [1], [2]. Pondok pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama seperti fiqh, tauhid, tafsir, dan hadis, tetapi juga memberikan pendidikan karakter yang kuat kepada para santri [3]. Menurut data dari Kemenag RI melalui EMIS (Education Management Information System), Sebaran Pondok Pesantren (Ponpes) di Provinsi Jawa Timur pada Tahun Ajaran 2024/2025 sebanyak 7.140 Lembaga.
Salah satu dari ribuan Pondok Pesantren di Provinsi Jawa Timur, yang memiliki Ciri Khas dan Keunikan yang sangat melekat adalah Pondok Pesantren Wali Barokah, yang terletak di Kota Kediri, yaitu dengan adanya Menara Setinggi 99 meter, menjadi salah satu ikon terkenal di Kota Kediri. Pondok Pesantren Wali Barokah berafiliasi dengan Organisasi Islam LDII. Pondok Pesantren ini memiliki 2000 – 3000 Santri dari seluruh daerah yang ada di Nusantara bahkan ada santri dari Manca Negara, seperti Malaysia, Kambodja, dll.
Pondok Pesantren Wali Barokah memiliki kurikulum komprehensif dan terstruktur, dimulai dari tahap dasar yaitu jenjang pegon dan bacaan, dilanjutkan ketingkat selanjutnya yaitu jenjang lambatan, kemudia naik ke jenjang cepatan, dan terakhir jenjang pengetesan atau penyaringan sebelum nantinya menjadi seorang da’i atau muballigh dan muballighot [4]. Salah satu kurikulum yang menjadi materi wajib bagi santri adalah ilmu faraid yaitu ilmu tentang waris mewaris. Diharapkan santri lulusan Pondok Pesantren Wali Barokah menjadi santri yang Profesional dan Religius serta menguasai kurikulum yang telah diajarkan selama di Pondok Pesantren salah satunya materi ilmu faraid.
Namun, dalam praktiknya, banyak santri yang mengalami hambatan dalam mempelajari ilmu faraid di pondok pesantren ini [5]. Hambatan-hambatan tersebut beragam, mulai dari metode pengajaran yang kurang efektif, keterbatasan bahan ajar [6, hingga kesulitan dalam memahami konsep-konsep kompleks dalam ilmu faraid. Selain itu, kendala bahasa Arab juga menjadi faktor penghambat, di mana beberapa santri menghadapi kesulitan dalam memahami terminologi dan teks-teks Arab yang digunakan [7]. Aspek budaya dan kebiasaan guru senior yang terkesan kaku serta gaya mengajar yang dianggap lama juga turut memperburuk situasi, membuat proses pembelajaran terasa kurang adaptif dan tidak memenuhi kebutuhan santri yang beragam.
Akibatnya, banyak santri yang belum menguasai ilmu faraid dengan baik, sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai hambatan ini mengakibatkan ketidaksesuaian antara tujuan pembelajaran dan pencapaian aktual, sehingga perlu adanya evaluasi dan perbaikan dalam metode pengajaran serta materi yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran ilmu faraid di pondok pesantren ini.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa keberhasilan pembelajaran ilmu faraid sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk metode pengajaran, kualitas pengajar, ketersediaan sumber belajar, dan kemampuan dasar santri. Sebuah studi oleh M. Alang Khairun Nizar menemukan bahwa salah satu faktor utama yang menghambat pembelajaran ilmu faraid adalah Banyak siswa yang gaduh saat pelaksanaan praktek, dan kurangnya alat peraga yang memadai menjadi salah satu penyebabnya. Sementara itu, penelitian oleh Nurul Jadidah menunjukkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana pendidikan, motivasi, intelegensi, keaktifan, kesehatan, kemampuan guru, alokasi waktu, dan latar belakang keluarga juga menjadi hambatan signifikan dalam pembelajaran ilmu faraid [8]. Penelitian yang terdahulu belum mengupas / mengkaji / menyinggung analisis hambatan-hambatan secara kompleks. Maka penelitian ini penting dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian “Bagaimana dampak dari hambatan-hambatan tersebut terhadap pemahaman santri terhadap ilmu faraid?”
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan penting. Pertama, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi santri dalam mempelajari ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah Kota Kediri. Kedua, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran ilmu faraid. Ketiga, menyusun rekomendasi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut agar pembelajaran ilmu faraid dapat lebih efektif dan sesuai dengan harapan. Dengan memahami hambatan-hambatan yang ada dan menemukan solusi yang tepat, diharapkan kualitas pembelajaran ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah Kota Kediri dapat meningkat. Sehingga para santri dapat menguasai ilmu ini dengan baik dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan syariat Islam.
Metode
Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus untuk menggali lebih dalam tentang tantangan atau hambatan yang dihadapi santri dalam mempelajari ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah, Kota Kediri. Metode ini memungkinkan peneliti untuk memperoleh wawasan yang mendalam melalui analisis data kualitatif, sehingga dapat memahami fenomena secara rinci.
Subjek penelitian ini melibatkan santri dan pengajar dari Pondok Pesantren Wali Barokah. Santri dipilih karena mereka mengalami langsung hambatan dalam pembelajaran, sedangkan pengajar dipilih karena mereka berperan penting dalam proses pengajaran serta memiliki wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan studi dokumentasi yang mencakup kurikulum, bahan ajar, dan catatan akademik.
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis domain untuk mengidentifikasi dan mengorganisir tema-tema utama. Proses analisis meliputi pengumpulan data, penyaringan, penyajian, dan penarikan kesimpulan, dengan memastikan validitas dan reliabilitas data melalui triangulasi dan member check. Penelitian ini mengikuti prosedur yang meliputi perencanaan, pengumpulan data, analisis, dan penulisan laporan yang merangkum latar belakang, metode, temuan, dan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
A. Identifikasi Hambatan dalam Pembelajaran Ilmu Faraid
Dalam penelitian ini, observasi di kelas jenjang cepatan mengungkapkan berbagai hambatan signifikan dalam pembelajaran ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah. Hambatan metodologis menjadi salah satu isu utama yang ditemukan [9], terutama terkait dengan metode pengajaran yang cenderung konvensional dan kurang interaktif. Metode yang dominan adalah ceramah, tanpa disertai alat peraga atau media pembelajaran yang memadai. Ini mengakibatkan proses transfer ilmu menjadi monoton dan kurang menarik bagi santri. Sejumlah santri, seperti Andrew Fahd dan Muhammad Zidane, mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep kompleks ilmu faraid. Misalnya, ketika Bapak Ichwan Maulana, Bapak Irsyaduddin, dan Bapak Reza Cahyo menerapkan metode ceramah, kurangnya variasi dalam pendekatan ini membuat santri kehilangan fokus. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan beberapa santri yang sering kali tertidur di kelas, seperti yang dialami oleh Zaid Ubaidillah, menunjukkan kurangnya keterlibatan dan pemahaman yang mendalam terhadap materi.
Selain itu, kendala ketersediaan bahan ajar turut mempengaruhi efektivitas pembelajaran [10]. Penelitian ini menemukan bahwa bahan ajar yang ada tidak selalu memenuhi kebutuhan spesifik santri. Bahan ajar cenderung bersifat terlalu teoretis dan jarang disertai dengan contoh praktis yang relevan. Waros Almahera, contohnya, mengungkapkan ketidakpuasan terhadap bahan ajar yang tidak memberikan gambaran aplikasi nyata ilmu faraid. Hal ini menciptakan kesulitan dalam menghubungkan teori dengan praktik, sehingga santri merasa kesulitan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam konteks sehari-hari. Ketidakcukupan bahan ajar yang aplikatif menambah tantangan dalam membuat santri memahami dan menerapkan materi yang diajarkan secara efektif.
Hambatan lain yang signifikan adalah kesulitan dalam memahami bahasa Arab [12], yang digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran ilmu faraid. Sebagian besar santri menghadapi masalah dalam memahami teks-teks Arab yang menjadi bahan ajar utama. Kesulitan ini diperparah oleh kurangnya penjelasan rinci dan adaptasi bahasa oleh pengajar. Andrew Fahd dan beberapa santri lainnya merasa terasing dan frustrasi karena teks-teks tersebut tidak selalu dijelaskan dengan cukup jelas. Ketidakmampuan untuk memahami bahasa pengantar menyebabkan santri tidak hanya kesulitan dalam memahami materi pelajaran, tetapi juga mengalami penurunan motivasi belajar. Santri merasa terpisah dari proses pembelajaran dan hal ini mempengaruhi minat serta keterlibatan mereka secara keseluruhan.
Aspek psikologis dan budaya juga berperan penting dalam menghambat efektivitas pembelajaran. Budaya pengajaran yang cenderung otoritatif dan kaku sering kali memengaruhi dinamika kelas dan partisipasi santri. Pendekatan yang diterapkan oleh pengajar, seperti yang dilakukan oleh Bapak Reza Cahyo, sering kali tidak mempertimbangkan kebutuhan individual santri. Contohnya, Waros Almahera merasa takut untuk bertanya atau mengungkapkan pendapat di kelas. Ketakutan ini menciptakan ketegangan dalam interaksi antara guru dan murid, yang pada akhirnya mengurangi minat santri terhadap pelajaran ilmu faraid. Sikap yang tidak fleksibel dan kurang responsif terhadap kebutuhan santri menghambat mereka untuk berpartisipasi aktif dan terlibat dalam pembelajaran [13].
Penurunan pemahaman materi merupakan dampak langsung dari hambatan-hambatan tersebut. Santri seperti Andrew Fahd dan Zaid Ubaidillah mengaku mengalami kesulitan dalam mengikuti penjelasan guru, terutama ketika berhadapan dengan konsep-konsep abstrak dan kompleks. Kurangnya variasi dalam metode pengajaran dan minimnya penjelasan praktis membuat santri sulit untuk menginternalisasi dan memahami materi dengan baik. Tanpa adanya pendekatan yang mendukung dan alat bantu yang memadai, santri kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang rumit, yang memengaruhi hasil pembelajaran mereka secara keseluruhan.
Selain memengaruhi pemahaman, hambatan-hambatan ini juga berdampak negatif pada motivasi belajar santri [14]. Muhammad Zidane, misalnya, menunjukkan gejala demotivasi seperti seringnya absen dari kelas atau kurangnya keterlibatan dalam kegiatan pengajian. Ketidaknyamanan dan tekanan dari lingkungan belajar yang tidak mendukung menyebabkan penurunan semangat belajar. Rasa takut akan kegagalan dan kurangnya dukungan dari lingkungan akademik menurunkan motivasi santri untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Perilaku menghindar dari pembelajaran juga merupakan akibat dari hambatan-hambatan ini. Beberapa santri, seperti Waros Almahera, memilih untuk tidak hadir di kelas atau pengajian karena merasa tidak mampu mengikuti pelajaran dan takut akan kegagalan. Perilaku ini tidak hanya merugikan santri secara akademis, tetapi juga memperburuk situasi dengan membuat mereka semakin tertinggal dalam pemahaman materi. Menghindari kelas sebagai respons terhadap kesulitan belajar hanya memperburuk pemahaman mereka dan menciptakan jarak yang lebih besar antara mereka dan materi pelajaran.
Akhirnya, pola interaksi yang tidak efektif antara guru dan santri turut memperburuk situasi. Meskipun Bapak Ichwan Maulana dan Bapak Irsyaduddin memiliki pengetahuan yang luas, pendekatan pengajaran yang digunakan cenderung satu arah dan kurang responsif terhadap kebutuhan santri. Hal ini mengakibatkan banyak santri merasa tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pengajar, sehingga mereka menjadi pasif dan kurang terlibat dalam proses pembelajaran. Kurangnya dialog dan interaksi yang produktif membuat santri merasa terasing dan kurang termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kelas.
Secara keseluruhan, hambatan-hambatan ini menciptakan tantangan besar dalam pembelajaran ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah. Upaya untuk mengidentifikasi dan memahami hambatan-hambatan ini sangat penting untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif dan mendukung, guna meningkatkan pemahaman dan motivasi santri dalam mempelajari ilmu faraid.
B. Dampak Hambatan terhadap Pemahaman dan Motivasi Santri
Hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pembelajaran ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah memberikan dampak signifikan terhadap pemahaman dan motivasi santri. Salah satu dampak utama adalah penurunan pemahaman materi. Hambatan metodologis, seperti penggunaan metode ceramah yang konvensional tanpa alat bantu visual atau media pembelajaran yang memadai, membuat santri kesulitan memahami konsep-konsep yang kompleks [13]. Andrew Fahd dan Zaid Ubaidillah, misalnya, melaporkan kesulitan dalam mengikuti penjelasan guru ketika materi yang disampaikan bersifat abstrak dan sulit dipahami. Kurangnya variasi dalam metode pengajaran, seperti penggunaan alat peraga atau metode interaktif, mengakibatkan proses pembelajaran yang monoton, sehingga santri mengalami kesulitan dalam menginternalisasi materi yang diajarkan. Penjelasan praktis yang minim juga menambah kesulitan santri dalam mengaitkan teori dengan praktik nyata.
Selain berdampak pada pemahaman, hambatan-hambatan ini juga berdampak pada penurunan motivasi belajar santri [14]. Muhammad Zidane, sebagai contoh, menunjukkan tanda-tanda demotivasi yang jelas, seperti sering absen dari kelas dan kurang aktif dalam kegiatan pengajian. Ketidaknyamanan yang timbul dari metode pengajaran yang tidak variatif dan bahan ajar yang kurang aplikatif, disertai dengan tekanan untuk berhasil dalam lingkungan yang tidak mendukung, menurunkan semangat belajar santri. Ketakutan akan kegagalan, yang diperburuk oleh kurangnya dukungan dan umpan balik positif, menyebabkan santri kehilangan motivasi dan enggan terlibat dalam proses pembelajaran secara aktif. Motivasi yang rendah berdampak pada keterlibatan dan prestasi akademik santri, yang semakin memperburuk keadaan mereka dalam memahami materi pelajaran.
Perilaku menghindar dari pembelajaran juga merupakan dampak langsung dari hambatan-hambatan ini. Santri seperti Waros Almahera memilih untuk tidak hadir di kelas atau pengajian karena merasa tidak mampu mengikuti pelajaran dan takut akan kegagalan. Perilaku menghindar ini memperburuk situasi akademis santri karena mereka semakin tertinggal dalam pemahaman materi. Ketidakmampuan untuk mengikuti pelajaran dengan baik mengakibatkan ketidakpercayaan diri yang lebih besar dan semakin memperburuk ketertinggalan mereka dalam belajar [15]. Ini menciptakan siklus negatif di mana ketidakmampuan untuk memahami materi menyebabkan perilaku menghindar yang pada gilirannya memperburuk pemahaman mereka.
Pola interaksi antara guru dan santri juga mengalami dampak negatif akibat hambatan-hambatan yang ada. Pendekatan pengajaran yang satu arah dan kurang responsif terhadap kebutuhan santri menyebabkan interaksi di kelas menjadi kurang efektif. Bapak Ichwan Maulana dan Bapak Irsyaduddin, meskipun memiliki pengetahuan yang luas, cenderung menggunakan metode pengajaran yang tidak memberikan ruang bagi dialog atau umpan balik yang konstruktif. Banyak santri merasa tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pengajar, yang membuat mereka menjadi pasif dan kurang terlibat dalam proses pembelajaran. Ketidakmampuan pengajar untuk menyesuaikan pendekatan dengan kebutuhan individual santri menciptakan jarak antara guru dan murid, yang menghambat efektivitas pembelajaran.
Ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan kebutuhan individual santri memperburuk pola interaksi dan menambah frustrasi di kalangan santri. Ketika santri merasa tidak didengarkan atau dipahami, mereka cenderung menarik diri dari proses pembelajaran dan mengurangi partisipasi mereka. Hal ini menciptakan lingkungan belajar yang tidak mendukung, di mana santri merasa terasing dan kurang termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif. Interaksi yang tidak efektif ini berdampak negatif pada kualitas pembelajaran, karena santri tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk berkembang.
Secara keseluruhan, dampak hambatan terhadap pemahaman dan motivasi santri menciptakan tantangan besar dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Penurunan pemahaman materi, motivasi yang menurun, perilaku menghindar, dan pola interaksi yang tidak efektif saling terkait dan membentuk sebuah siklus yang sulit dipecahkan. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan ini dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan adaptif. Upaya untuk memperbaiki metode pengajaran, menyediakan bahan ajar yang lebih aplikatif, dan meningkatkan interaksi antara guru dan santri akan sangat berkontribusi pada perbaikan dalam pemahaman dan motivasi santri.
Langkah-langkah konkret yang dapat diambil meliputi pelatihan bagi pengajar untuk menggunakan metode yang lebih variatif dan interaktif, serta pengembangan bahan ajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan santri. Penggunaan teknologi pendidikan dan alat bantu visual juga dapat membantu mengatasi hambatan metodologis. Selain itu, menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan individual santri akan meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan santri dapat lebih memahami materi dengan baik dan termotivasi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih baik.
Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran ilmu faraid di Pondok Pesantren Wali Barokah menghadapi hambatan yang signifikan. Hambatan-hambatan tersebut meliputi metode pengajaran yang cenderung konvensional dan kurang interaktif, keterbatasan bahan ajar yang tersedia, serta kesulitan dalam memahami bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Selain itu, budaya pengajaran yang bersifat otoritatif turut menjadi faktor penghambat yang mengakibatkan rendahnya pemahaman santri terhadap ilmu faraid dan menurunkan motivasi belajar mereka.
Hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran ini berdampak negatif pada pemahaman dan motivasi santri. Contohnya, santri seperti Andrew Fahd dan Muhammad Zidane mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep ilmu faraid, dan motivasi belajar mereka menurun karena tekanan serta ketidaknyamanan yang dirasakan selama proses pembelajaran. Perilaku menghindar dan pola interaksi yang tidak efektif antara guru dan santri juga memperburuk situasi, menjadikan pembelajaran kurang efektif.
Oleh karena itu, sangat penting untuk merevisi metode pengajaran yang diterapkan dalam pembelajaran ilmu faraid. Perlu adanya penekanan pada pendekatan yang lebih interaktif, penggunaan alat peraga yang memadai, dan adaptasi bahasa yang lebih sederhana untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan santri. Pengajar juga perlu lebih responsif terhadap kebutuhan individual santri untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung.
Sebagai rekomendasi, Pondok Pesantren Wali Barokah sebaiknya mengadopsi strategi pembelajaran yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan santri. Penggunaan teknologi pendidikan, pelatihan bagi guru untuk meningkatkan keterampilan mengajar, serta pengembangan bahan ajar yang lebih aplikatif merupakan langkah-langkah penting yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran ilmu faraid. Dengan demikian, santri diharapkan dapat lebih baik dalam menguasai ilmu faraid dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan syariat Islam.
References
- H. Kariyanto, “Peran Pondok Pesantren Dalam Masyarakat Modern,” 2018.
- B. Haryanto, “Strategi Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Pendidik dan Tenaga Kependidikan,” 2020.
- A. P. Astutik, “Implementasi Pembelajaran Kecerdasan Spiritual Untuk Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Islam,” Halaqa: Islamic Education Journal, vol. 1, no. 1, pp. 9–16, Jun 2017, doi: 10.21070/halaqa.v1i1.818.
- M. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, “Orientasi dan Layanan Santri Asing Di Pesantren Wali Barokah,” Edukaasi: Jurnal Penelitian Pendidikan, vol. 16, no. 3, pp. 275–292, 2018. Available: http://jurnaledukasikemenag.org.
- M. Alang Khairun Nizar, “Penerapan Pembelajaran Fiqih Mawaris,” Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 7, no. 2, 2018.
- I. M. Laily, A. P. Astutik, and B. Haryanto, “Instagram Sebagai Media Pembelajaran Digital Agama Islam di Era 4.0,” Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, vol. 3, no. 2, pp. 160–174, Dec 2022, doi: 10.31538/munaddhomah.v3i2.250.
- E. Fariyatul Fahyuni, Rusjiono, S. Masitoh, and B. Haryanto, “How the Teacher’s Teaching Is? The Guided-Inquiry-Worksheets to Enhance Science Process Skills,” in Journal of Physics: Conference Series, Institute of Physics Publishing, Jun 2019, doi: 10.1088/1742-6596/1175/1/012136.
- N. Jadidah, “Problematika Pembelajaran Praktik Hitung Ilmu Waris Peserta Didik di SMK Bebunga Estate,” Banjarmasin, Indonesia, 2023.
- R. M. Pinto, A. Lacombe-Duncan, E. S. Kay, and K. R. Berringer, “Expanding Knowledge About Implementation of Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP): A Methodological Review,” AIDS Behavior, vol. 23, no. 10, pp. 2761–2778, Oct 2019, doi: 10.1007/s10461-019-02577-7.
- M. Badri, “Desain Pengembangan Bahan Ajar Digital Berbantuan Aplikasi Comic Life 3 Pada Mata Kuliah Media Pembelajaran Anak Usia Dini,” Cakrawala Pedagogik, vol. 4, no. 2, pp. 163–173, Oct 2020.
- A. Nurhuda, “Analisis Kesulitan Belajar Bahasa Arab Pada Santri Nurul Huda Kartasura,” Arabic Language Education Journal, vol. 4, no. 1, pp. 23–29, 2022, doi: 10.36835/alfusha.v4i1.749.
- A. Abdulrahman, “Insights Into Cultural, Social, and Psychological Factors That Influence Foreign Language Learning,” Batara Didi: English Language Journal, vol. 2, no. 2, pp. 11–22, Sep 2023, doi: 10.56209/badi.v2i2.94.
- J. N. Atiek, S. K. Segbefia, and A. O. Gyampoh, “Effect of Audio-Visual Aids on Students Understanding: A Comparative Analysis of JHS Students in the Ho Municipality,” Integrated Journal for Research in Arts and Humanities, vol. 3, no. 5, pp. 46–57, Sep 2023, doi: 10.55544/ijrah.3.5.4.
- C. Bella Prawita, “Literatur Review: Motivasi Belajar di Era Serba Digital,” Jurnal Literasi Pendidikan, vol. 1, no. 2, pp. 45–56, 2022, doi: 10.56480/eductum.v1i2.783.
- O. Akbari and J. Sahibzada, “Students’ Self-Confidence and Its Effects on Their Learning Process,” American International Journal of Social Science Research, vol. 5, no. 1, 2020. Available: www.cribfb.com/journal/index.php/aijssr.