Abstract
This study examines the alignment of the textbook "Al-Iktisyaf" with the inductive method in Arabic language education, focusing on nahwu learning. Through qualitative analysis, including literature review and descriptive study methods, the research identifies strengths and weaknesses in the textbook's approach. While "Al-Iktisyaf" follows the sequence of the inductive method, it lacks emphasis on practical nahwu learning, particularly Wadhifah Nahwiyyah. The findings highlight the need for supplementary resources to enhance practical exercises and contemporary linguistic approaches in Arabic language education.
Highlight:
- Method analysis: "Al-Iktisyaf" and inductive approach in Arabic language education.
- Practical learning: Strengths and weaknesses in functional nahwu instruction.
- Supplementary resources: Essential for enhancing practical exercises in Arabic language education.
Keywoard: Arabic Language Education, Al-Iktisyaf Textbook, Inductive Method, Nahwu Learning, Supplementary Resources
PENDAHULUAN
Bahasa Arab yang merupakan Bahasa alquran sejak dahulu telah banyak dipelajari melalui kitab-kitab dan metode-metode yang disusun oleh para ulama sebelumnya. hal ini menunjukkan betapa pentingnya Bahasa Arab untuk dipelajari demi menghindari kesalahan kesalahan berbahasa. Sebagaiman Abi Aswad yang melaporkan terkait kejadian pada putrinya yang salah dalam mengungkapkan katakjubannya Ketika melihat bintang di lagit malam kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, putrinya barkata Ma Ahsanus Samaai yang memiliki makna istifham, sedangkan yang seharusnya adalah Ma Ahsanas Samaa dengan Fathah Nun yang menunjukkan suatu ketakjuban[1]. Ada banyak cabang ilmu dalam mempelajari Bahasa Arab seperti, Nahwu, Sarraf, A’rudh, Balaghoh, Ma’ni, Bayan, Badi’, Rasm, Al Qawafi dll[2]. Ketika orang-orang arab takut akan hilangnya Bahasa arab asli karena bercmapurnya orang-orang Ajam (non Arab) maka disusunlah displin ilmu yang telah disebutkan[3].
Nahwu merupakan salah satu cabang yang wajib dan paling utama untuk dipelajari dan dipahami dalam mempelajari Bahasa Arab[4]. Ilmu Nahwu membahas terkait kedudukan sebuah kata dalam hal I’rab rafa’, Nasab, Jer dan Jazm[5] sehingga dengan memahami ilmu Nahwu kita dapat memahami suatu kalimat Arab dengan baik dan tepat. Ilmu Nahwu merupakan ilmu yang bersifat statis sehingga kita tidak akan menemukan perubahan dalam keidahnya, Dimulai dari perumusannya hingga Sekarang tidak ada pembaharuan dan amandemen dalam kaidah dan istilah Nahwu[6]. Juhdi Rifa’i menerangkan dalam desertasinya, pasca kejadian ynag terjadi pada, putrinya Abi Aswad melaporkan kajadian tersebut kepada Ali bin Abi Thalib dan beliau diberi sebuah lembaran yang bertulisakan pembagian kalimat ada 3 yaitu Isim, Fi’il dan Huruf, dan istilah ini begitu familiar hingga sekarng di telinga kita[1]. Pada kesembatan lain Abi Aswad Ad Duali bertemu Khalifah Ali Bin Abi Thalib, dan beliau memberikan lembaran yang berisikan penjelasan tentang pembagian kalimat serta beliau menambahkan tentang pembegian isim yakni Dharir dan Mudmar[1].
Ilmu nahwu pada mulanya disusun karena sebuah kesalahan pengucapan Bahasa Arab, barang tentu hal ini data menggeser makna asli kalimat tersebut yang mana hal ini merupakan tujuan utama disusunnya ilmu nahwu. Adapun beberapa tujuan ilmu nahwu adalah :mencegah kesalahan pengucapan dan penulisan Bahasa Arab, membantu siswa memahami perkataan berbahasa Arab dengan benar dengan memahami makna secara tepat berdasarkan kaidah yang berlaku, siswa dapat membuat kalimat-kalimat dengan bentuk yang berbeda-beda sebagai implmentasi kaidah-kaidah Nahwu. Dengan memahami struktur kalimat Bahasa Arab siswa dapat mengkiaskan banyak sekali kalimat yang serupa sehingga dapat memperkuat pemahaman. Mengasah akal untuk berpikir teratur dan dapat menambah perbendaharaan mufrodat siswa.[7]
Salah satu buku ajar yang digunakan dalam mempelajari Bahasa Arab adalah buku al-Iktisyaf, buku ini disusun dalam Bahasa Madura dan terditi dari tiga kitab yang dipadukan yaitu Taqrib, Al Imrity, dan Amstilatus Sarf [8]dan terdiri dari tiga bagian yaitu Matan yang diambil dari kitab Taqrib, keterangan sudut pandang Nahwu berbahasa Madura, dan Tasrif yang diambi dari beberapa kata dalam matan. Buku ini menawarkan teknik penjabaran matan dari segi nahwu dan sarf. Ada beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran buku Al Iktisyaf adalah dengan Bandongan yakni murid mendengarkan guru membaca dan menjekaskan kitab yang dikaji[9], kemudian dengan metode Sorogan yakni murid membacakan sebuah kitab dihadapan guru dan menjabarkanya[10]. Tanya jawab yaitu metode multi arah yang dapat merespon daya ingat murid[11], dengan metode ini guru dapat mengetahui pemahaman yang dapat diserap oleh murid, dan membuat murid lebih aktif dan focus menerima pembelajaran.[12] Adapun ilmementasiannya adalah dengan menanyankan kaidah baik berupa kaiah Nahwiyyah maupun Tasrif yang berhubungan dengan tema pembelajaran yang diambil dari Matan yang telah dijelskan oleh guru. Metode ini diimplementasiakn setelah murid melakukan sorogan dan bandongan. Metode tanya jawab juga digunakan sebagai evaluasi, apakah murid pantas melanjutkan ke materi selanjutnya atau tidak. Buku Al iktisyaf memadukan antara teori dan praktik secara bersamaan, jika pada umumnya guru membacakan kitab saja, maka dalam buku Al Iktisyaf materi Nahwu dan tashrif yang telah dijelaskan akan secara lengsung dipratikkan menggunakan matan yang telah tertulis di setip pembahsannya, begitu pula semua pembahsan dalam kitab Al Iktsyaf sehingga mempermudah ilmplementasi dari teori yang didapatkan.
Buku Al-Iktisfay ini secara garis besar menggunakan metode Induktif (al-Tharîqah al-Istiqrâ’iyyah)[13] dengan mengiplementasikan teks utuh sebagai acuan pembahasan, yakni penggunaan teks kitab Taqrib sebagai acuan pembahasan yang dipotong berdasarkan satu bahasan pokok, dilanjutkan dengan kesimpulan atau perumusan kaidah dari teks tersebut diturunkan beberapa bahasan Nahwu baik berupa kaidah-kaidah,[14] bahkan potongan bait syair dari kitab Al Imrithi.[15] dengan mengikuti kalimat yang ada serta menjelasakan keterkaitannya dengan kalimat yang serupa
Adapun penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan analisis buku Al Iktisyaf dalam pembelajaran Nahwu adalah: Pertama oleh Suharsono dan M Akzomi Zakawali dengan judul “Analisis Materi Nahwu Dalam Kitab Audlohul Manahij Fi Mu’jam Qowa’idul Lughoh Al ‘Arobiyah” yang focus penelitiannya latar belakang penyusunan kitab Audlohul Manahij Fi Mu’jam Qowa’idul Lughoh Al ‘Arobiyah serta analisis penyusunan buku dan penyajian materi nahwu dengan mengacu pada teori William Francis Mackey[16]. Peneliti menyimpulkan bahwa buku Audlohul Manahij Fi Mu’jam Qowa’idul Lughoh Al ‘Arobiyah memeiliki relevansi berdasarkan teori William Francis Mackey berupa pemilihan (gradation), pengurutan (selection), penyajian (presentation) dan pengulangan (repetition), serta penyajian materi yang runtut dengan penekanan praktikal pada bagian kedua dari buku ini, sehingga dapat mempermudah pembelajaran. Kedua, Muhammad Zeinuri dengan judul “Analisis Buku Ajar Belajar Membaca Kitab Kuning Metode Ibtida'i Karya Mujahidin Rohman”, focus penelitian ini adalah analisis terkait metode dan kontruksi penyajian materi pada buku Buku Belajar Membaca Kitab Kuning Metode Ibtidai.[17] Metode penelitian yang digukan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research). Peneliti menyimpulkan, buku Belajar Membaca Kitab Kuning Metode Ibtidai telah memenuhi komponen sebagai buku ajar, tetapi ada beberapa evaluasi berupa kurangnya bahan Latihan sebagai evaluasi tambahan dan penyampaian materi yang terlalu teoritis yang terkesan mempersulit pembelajaran bagi pemula. ketiga sikripsi oleh Ilham Fauzi dengan judul “Model Pembelajaran Kitab Al-Jurumiyah Di Pondok Pesantren Wali Songo Desa Sukajadi Kecamatan Bumiratu Nuban Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2016/2017” focus penelitian ini adalah membahasa tentang model pembelajaran kitab Al Jurumiyyah serta factor-faktor pendukung dan penghambatnya.[18]peneliti menyimpulakan bahwa model pembelajaran Al Jurumiyyah di Pondok Pesantren Wali Songo Sukajadi terdiri dari beberapa bentuk. akan tetapi metode Deduktif (Qiyasiyyah) dan Induktif (Istiqroiyyah) menjadi metode utama pembelajaran kitab Al Jurumiyyah. Hal pendukung pembelajaran kitab Al Jurumiyyah di Pondok Pesantren Wali Songo Sukajadi adalah adanya sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan yang baik dan kondusif serta adanya kolaborasi yang baik antara pihak pesantren dan wali murid. Penghambat terbesar pembelajaran Al Jurumiyyah di Pondok Pesantren Wali Songo Sukajadi adalah kurangnya motivasi dan minat santri dalam belajar. Peneliti juga menyampaikan evaluasi terkait pemeblajaran Al Jurumiyyah yaitu himbauan pada para guru untuk memaksimalkan pembelajaran sebaik mungkin dan menaruh perhatian lebih kepada individu santri.
Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan: pada penelitian pertama peneliti terfokus pada Latar belakang dan analisis penyusunan kitab Audlohul Manahij Fi Mu’jam Qowa’idul Lughoh Al ‘Arobiyah serta analisis peyajian materi Nahwiyyah. Pada penelitian kedua focus penelitian lebih mengarah Analisa metode dan kontruksi penyajian materi pada buku Buku Belajar Membaca Kitab Kuning Metode Ibtidai. Pada penelitian ketiga adalah membahasa tentang model pembelajaran kitab Al-Jurumiyyah serta factor-faktor pendukung dan penghambatnya. Korelasi penelitian ini dengan penelitian di atas adalah sama-sama membahas pembelajaran dan penyajian materi kaidah (Qawaid) Bahasa Arab. Adapun penelitian ini berfokus pada tiga hal yaitu : analisis buku Al-Iktisyaf ,analisis pembelajaran nahwu berdasarkan metode Induktif (al-Tharîqah al-Istiqrâ’iyyah) dengan menggunakan poin berikut, yaitu :Muqoddimah (pembukaan), ‘ardh (penyajian), rabth (mengaitkan), istinbath al-qoi’dah (menyimpulkan kaidah), dan thatbiq (praktik), dan kekurangan dan kelebihan buku Al-Iktisyaf[19] Mengingat buku ini lebih mengarah kepada metode Induktif dengan pengerucutan materi yang disajikan yakni dari teks utuh kemudian mengarah pada pendeskripsian dan penjabaran teori Nahwiyyah.[18] Tujuan dari penelitian ini adalah unutk mengetahui kesesuaian materi dan pembelajaran nahwu pada buku Al-Iktisyaf berdasarkan metode Induktif (al-Tharîqah al-Istiqrâ’iyyah) serta kekurangan dan kelebihan buku Al-Iktisyaf.
METODE
Pendekatan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang dimaksudkan untuk menjelaskan permasalahan berupa konteks [20]. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan studi kepustakaan (library reseach) dan studi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan dengan Wawancara, observasi, dokumentasi, dan beberapa materi dari perpustakaan berupa buku, dokumen, majalah, dll. Studi Deskriptif ditujukkan untuk mendekripsikan rincian konteks secara mendalam[21] melalui data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dokumentasi, materi perpustakaan berupa buku, majalah, dsb. Penelitian membatasi pembahasan ini pada aspek Nahwiyyah saja mengingat buku Al-Iktisyaf juga terdapat materi Shorrof sebagai pelengkap pembahasan buku ini, dan potongan bait dari kitab Al-Imrity sebagai rujukan kaidah Nahwiyyah pada setiap pembahsan. Adapun objek penelitian adalah buku Al Iktisyaf dengan peneliti sendiri sebagai subjek penelitian. Analisi data yang digunakan terdiri dari 3 tahapan yaitu: Reduksi Data (Data Reduction) yakni peringkasan, pengkategorian dan pemberian tema data-data yang diperoleh sesuai dengan tujuan peneilitian agar mempermudah peneliti megkoreksi ulang data ataupun menambah dan mengurangi data jika diperlukan[22]. Penyajian Data (Data Display) yakni dapat berupa uraian singkat, table, catatan dll yang dutunjukkan untuk mempermudah peneliti ,memahami kedaan yang terjadi, menarik kesimpulan atupun menganalisi ulang jika dirasa kesimpulan yang diambil kurang tepat[22]. Dan yang terahir Verifikasi (Conclusing Drawing ) yang merupakan tahap akhir analisis yang berupa penarikan kesimpulan berdasarkan hasil anilisa sebelumnya dan kemudian disajikan secara singkat dan padat dengan penjabaran yang jelas dan meyeluruh[23].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Buku Al-Iktisyaf ditulis oleh K.H. Abdul Hannan Tibyan yang merupakan pengasuh pondok pesantren Puncak Darussalam yang didirakan pada 22 Juni 2005 atau bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1426 hijriah yang berada di Desa Poto’an Daya, Kecamatan Pelengga’an, Kabupaten Pemekasan. Buku Al-Iktisyaf disusun dalam Bahasa Madura dan terdiri dari tiga kitab yang dipadukan yaitu Taqrib, Al Imrity, dan Amstilatus Sarf [8]dan terdiri dari tiga bagian yaitu Matan yang diambil dari kitab Taqrib, keterangan sudut pandang Nahwu berbahasa Madura, dan Tasrif yang diambi dari beberapa kata dalam matan. Buku ini terdiri dari dua jilid yakni jilid satu dan jilid dua. Jilid satu buku ini terdiri dari 58 halaman dengan 32 topik pembahasan, dan jilid dua terdiri 60 halaman dengan 31 topik pembahasan.
Buku Al-Iktisyaf merupakan buku ajar yang disusun berdasarkan kitab Taqrib yang ditulis syekh Abu Syuja’ dan merupakan kitab Fiqh yang dijabarkan dengan sudut pandang nahwu, bagian utama ini biasa disebut matan sebagaimana berikut :
Gambar 3.1 diatas merupakan bab siwak pada kitab Taqrib yang dikutip oleh penulis buku Al-Iktisyaf pada pembahasan nomor 10. Sistematika pembahasan pada buku Al-Iktisyaf adalah dengan menyesuaikan kalimat pada matan yang tertera dengan materi pembahasan. Semisal pada pembahasan nomor 10 ustadz Abdul Hannan Tibyan membahas tentang Jar dengan kasroh, maka setiap kalimat yang Jar dengan kasroh yang terdapat pada matan akan menjadi titik pembahasan. Jadi buku ini memberikan contoh terlebih dahulu berupa matan kemudian ditarik sebuah kesimpulan.
Gambar 3.2 diatas adalah bagian yang terletak dibawah matan. Bagian ini terdiri dari Al-Imrity dan kesimpulan Nadhom Al-Imrity yang berbahasa Madura dengan tulisan Arab pegon. Pengambilan Nadhom Al-Imrity diatas mengikuti tema pembahasan. Seperti pada pembahsan nomor 10 diatas yang membahas tentang Jar dengan kasroh, maka Nadhom Al-Imrity yang diambil adalah yang berkaitan dengan Jar dengan kasroh, sebagaimana pada gambar diatas. Jadi penulisan nadhom Al-Imrity tidak runtut sebagaiman pada kitab aslinya, akan tetapi menyesuaikan dengan tema yang diambil. Adapun tulisan Arab pegon dibawahnya adalah kesimpulan dari nadhom Al-Imrity.
Adapun tema bahasan pada buku Al-Iktisyaf pada Juz 1 adalah :1)Mubtada’ dan Fa’il, 2)Tanda Isim,3) Maf’ul bih dan Fa’il,4) Jer dan huruf Jer, 5) Tanda fi’il, 6)Mu’rob Mabni, 7)Rofa’ dengan Dhommah, 8) Mustastna dengan Illa, 9) Jer dengan kasroh, 10) Modhof Ilaihi,11) Penjabaran Mubtada’,12) Penjabaran ‘irob, 13) penjabaran Maf’ul Bih, 14) Jer dengan Ya’,15) ‘Athof, 16) Dzorof Zaman, 17) Mu’rob Mabni, 18) Jer dengan Fathah 19) Isim ghairu munsharif, 20) Jer dengan Fathah Isim ghairu munsharif, 21) penjabaran Jer dengan Fathah Isim ghairu munsharif, 22)‘irob Jazam, 23) Khobar Mufrod, 24) Isim Kana, 25) Istisna Muttashil dan Munfasil, 26) Penjabaran Badal, 27) Rofa’ dengan Wawu, 28) Badal Ba’du min kulli, 29) Nakiroh, 30) ma’rifat, 31) Penjabaran Na’at, 32) Mubtada’ isim Dhohir dan Domir. Adapun pada juz 2 sebagai berikut :1) Isim Tasniyah, 2) Mudhof, 3) Kalimat huruf, 4) penjabaran Fa’il, 5) Isim Ma’rifat, 6) Isim Mu’tal ya’, 7) Syarat Na’at Haqiqi, 8) Isim Nakiroh, 9) Munada, 10) Hal, 11) Huruf Mudhoroa’h, 12) Nasob dengan Ya’, 13) Tamyiz, 14) Syarat Tamyiz, 15) Fi’il Syarat dan jawab syarat, 16) Mashdar, 17)Huruf yang menasobkan Mubtada’ dan merof’kan Khobar, 18)Huruf yang menasobkan Fi’il Mudhari’, 19)Nashobnya kalimat Mu’tal, 20) La Linafyil Jinsi, 21) Amal saudara Kana, 22) Penjelasan ‘Irob Jar dan jazm, 23) Naibul Fa’il, 24) Nasobnya Af’alul Khomsah, 25) Mustasna selain Illa, 26) ‘Alam, 27) Maf’ul Mutlaq, 28) Rofa’ dengan Tsubutun Nun, 29) Fi’il Amr, 30) Huruf Taukid, 31) Penjelasan Isim Ma’rifat
Semua pembahasan pada buku Al-Iktisyaf memiliki sistematika yang sama, baik pada Juz 1 dan juz 2 sebagaiman telah dijelaskan. Buku ini dimulai dengan membahas kalimat pada matan kemudian penyajian Nadhom Al-Imrity dan dilanjutkan dengan kesimpulan yang kesemua bagian telah disesuaikan dengan tema pembahsan. Untuk selebihnya terdapat beberapa keterangan tambahan yang hanya terdapat pada nomer tertentu seperti symbol kedudukan :
Gambar table 3.3 seperti ini hanya terdapat pada nomor bahasan tertentu, yakni pada 1,2,3,5,6,7,10,18, .Dan pada jilid 2 terdapat nomor pada 33 dan 56 saja. Pada nomor pembahasan pertama dan 33 berupa tabel tashrif Istilahi dan Lughawi, dan untuk seterusnya berupa keterangan simbol kedudukan yang dijadikan penanda sebuah kedudukan dalam kalimat pada Matan. Pada bagian belakang buku pada juz 1 terdapat Jamak Taksir dan Tasrif Istilahi yang diambil dari semua kalimat yang dapat di tasrif pada matan sedangkan pada juz 2 berupa Tasrif Lughawi.
Kesimpulan peneliti. Jika kita melihat secara keseluruhan buku secara sekilas kita mendapati buku Al Iktisyaf ini mengikuti pola metode Induktif (Thoriqoh Istiqroiyyah). Dimulai dari penyajian teks matan kemudian dilanjutkan dengan penyimpulan kaidah Nahwiyyah (istinbathul Qaidah) dan ditambah dengan keterangan tambahan sebagai informasi tambahan yang memiliki keterkaiatan terhadap pokok pembahasan[24]. Semua nomor bahasan memiliki sistematika dan pola yang sama, dan diulang-ulang hingga bagian akhir buku. Jika kita mengacu pada asas metode Induktif, yaitu suatu jalan dalam pembelajaran melalui pengamatan[25], maka Buku Al-Iktisyaf memiliki kesesuain dengan hal tersebut. Akan tetapi jika melihat materi yang disajikan pada buku Al-iktisyaf, pada bagian matan masih menggunakan teks lama yang memiliki model Uslub berbeda dengan zaman ini yang menjadi kekurangan pada teks matan. Pada bagian kesimpulan kaidah, peneliti menganggap pembahasannya terlalu teoritis yang tidak cocok jika ditujukan kepada pemula. Untuk selebihnya peneliti menganggap sebagai keterangan tambahan yang tidak memengaruhi bentuk metode Thoriqoh Istiqroiyya pada buku Al-Iktisyaf
b). Analisis Pembelajaran
Dalam analisis pembelajaran peneliti melakukan pengamatan langsung pada tanggal 1 Desember sampai 09 Desember di pondok pesantren An-Nur Kalibaru. Peneliti juga mengumpulkan data melalui dokumentasi dan wawancara kepada Khoirul Umam dan Haris selaku pengajar buku Al-iktisyaf dan juga kepada beberapa siswa . Analisi pembelajaran Buku Al-Iktisyaf peneliti mendasarkan menggunakan 5 tahap pembelajaran yaitu :
Berdasarkan pengamatan peneliti, ada tiga macam muqadimah yang digunakan dalam pembelajaran Al-Iktisyaf di pondok pesantren An-Nur Kalibaru. Pertama, Do’a sebagai pembiasaan sebelum pembelajaran yang dibaca secara serentak Ketika memulai pembelajaran. Poin kedua adalah Nadhom Imrity. Berdasarkan pegamatan peneliti pembacaan Al-Imrity dibaca secara berlanjut, karena jika dibaca secara keseluruhan akan memotong banyak waktu. Hasil dari observasi peneliti alasan dari pembacaan nadhom Al-Imriti ini adalah untuk melatih siswa melafalkan Bahasa Arab dengan benar, karena banyak diantara siswa kurang dalam melafalkan Bahasa arab. Setelah dirasa siswa dapat melafalkannya dengan benar maka guru akan memberikan arti dari nadhom tersebut sehingga siswa dapat memahami arti dari nadhom yang dibacanya, baru kemudian siswa akan menghafalkannya. Sebagaiman hasil wawancara peneliti bersama ustadz Khoirul Umam salah satu pengajar Al-Iktisyaf : “Sebelumnya biasanya dimulai dengan pembiasaan , yakni pembiasaan mulai dari berdoa, kemudian membaca nadhom dari Imrity. yang mana Tidak semua dari Imrity diambil. Hanya diambil yang sesuai dengan pokok-pokok dalil terkait tentang materi yang ada di dalam kitab ini”. Adapun tentang Al-Imrity peneliti bertanya tentang sistematikanya :”Pemahaman membaca terlebih dahulu karena pelafalannya karena anak-anak itu apa ya terlalu jarang mendengar bahasa Arab selain di Alquran. Jadi pelafalannya memang betul-betul harus dikaji terlebih dahulu, baru setelah setelah dirasa sudah benar cara bacanya anak-anak, baru dihafal”. Dari sudut pandang siswa, kegiatan menghafal ini merupakan hal mereka rasa sulit, karena Ketika peneliti tanya hal apa yang dirasa sulit dalam pembelajaran Al-iktisyaf, mereka menjawab “hafalannya”
Ketiga adalah muraja’ah. Dalam wawancara, pengajar tidak menyebutkan terkait muroja’ah, tetapi di lapangan terdapat muraja’ah yang dilakukan setelah pembacaan Imrity. kegiatan muroja'ah ini dilakukan setelah pembacaan Nadhom imriti. Jadi guru membaca kembali materi yang telah dibahas sebelumnya secara singkat dengan memberikan kalimat yang telah dibahas, setelah itu akan ditanyakan terkait kaidah dari kalimat tersebut. Adapun siswa dituntut menjawab dan mengingat kembali apa yang telah dibahas sebelumnya. Dalam pengamatan peneliti terkadang guru juga mengiaskan contoh yang memiliki kesamaan kedudukan dengan kalimat lain, yang secara tidak langsung melatih penalaran siswa terkait materi terhadap implementasinya secara langsung.
Berdasarkan pengamatan, penyajian dimulai dengan membacakan Matan pada buku Al-Iktisyaf secara keseluruhan setelah itu guru akan mendiktekan arti dari Matan tersebut kepada siswa, adapun siswa akan menulisnya di buku Al-Iktisyaf, setelah itu matan yang telah diberi arti akan dibaca secara bergantian dengan guru, sesekali guru akan menyuruh siswa untuk membacakan hasil tulisannya, kemudian dilanjutkan dengan penekanan materi pada kalimat-kalimat yang berkaitan dengan tema bahasan. Jika telah dianggap cukup, guru melanjutkan dengan metode tanya jawab terkait materi yang telah dijelaskan. Tanya jawab disini adalah tanya jawab berbasis contoh, jadi guru memberikan sebuah kalimat kemudian siswa menjawab sesuai materi yang telah dijelaskan. Sebagaimana penjelasan salah satu pengajar : “yang pertama ada dengan metode ceramah dengan menjelaskan sub materi dalam pembelajaran, setelah itu kita menggunakan demonstrasi dengan cara bergantian bacaannya, baru setelah itu pemahaman dikira sudah maksimalbaru kita menggunakan proses tanya jaawab”. Tidak hanya bahasan Nahwu saja, tetapi dalam sudut pandang sorrof juga berupa tasrif Istilahi. Alur pembelajaran seperti ini diulang-ulang pada setiap nomor bahasan, mulai dari juz 1 sampai juz 2.
Dalam pembelajaran Al-Iktisyaf juga terdapat pengaitan materi antar pembahasan. contohnya pada lotre 10 membahas tentang Jar dengan kasroh, contoh utama yang diambil adalah dari pembahasan ini adalah pada nomor 10. Akan tetapi jika pada nomor bahasan lain terdapat pembahsan tentang Jar dengan kasroh maka guru akan membahas kalimat tersebut, begitu pula pada nomor bahasan lain, sehingga dapat memperluas pemahaman siswa terhadap materi, selagi tidak keluar dari buku Al-Iktisyaf. Dengan begini siswa dilatih untuk mempraktikkan materi yang telah disampaikan melalui contoh yang telah tersedia di buku Al-Iktisyaf. akan tetapi guru hanya menganalogikan sebuah pembahasan dengan Matan yang ada di buku Al-Iktisyaf saja, tidak dari yang lain. Sebagaiman hasil wawancara peneliti kepada salah satu pengajar : “semisal di lotre satu, pertanyaannya semisal tentang fail dan mubtada’ ,sedangkan nanti di lotre yaitu yang lain secara kaalimat matannya itu kan ada juga soal yg terkaitan dengan fail mubtad’ juga ada, jadi walaupun di lotre 2 di bab nomer 2 itu membahas tentang badal, tapi soal yg peertama dan kedua yang ada di lotre pertama itu juga dibahas. Jadi secara tidak langsung kalimat lain juga di soalkan, yg penting selama kalimat tersebut mengambil dari teks yg pada kitab Al-Iktisyaf yakni dari kitab fathul qorib.”peneliti juga bertanya kepada siswa terkait pengambilan contoh, semua siswa yang peneliti tanyai menjawab bahwa contoh yang dipakai hanya mengambil dari iktisyaf saja tidak dari yang lain.
Kalimat yang dijadikan topik bahasan mengikuti kalimat yang sesuai pada matan Taqrib dengan tema pembahasan. Jadi biasanya hanya satu kalimat utama yang di highlight sebagai bahan utama pembelajaran pada setiap tema. Adapun yang selebihnya asalkan memiliki kesamaan, maka biasanya guru menjadikannya sebagai bahan latihan. Seperti pada pembahasan nomor 10 yang pembahasan tentang Jar dengan kasroh, maka kalimat Minan Naumi dijadikan contoh dalam Istinbah Qaidah, begitu pula seterusnya. Pada praktiknya guru menyesuaikan penarikan istinbaitul kaidah dengan Tingkat pemahaman siswa. Jika dirasa menggunakan istinbathul kaidah pada buku cukup untuk memahamkan siswa maka guru tidak perlu mengambil dari luar buku. Tetapi jika guru merasa siswa kesulitan dalam memahami, maka guru menganalogikan contoh dan merumuskan kaidah yang lebih mudah atau istinbath dari luar buku Al-Iktisyaf, sehingga tidak hanya berpedoman secara utuh pada buku Al-. Sebagaimana hasil wawancara peneliti. “semisal nanti di lotre keempat kayak apa ya?,huruf jar. anak-anak kan sama sekali tidak tahu , jadi nanti dijadikan dari materi-materi atau referensi dari kitab lain, cara memahamkan huruf jar tersebut pengaplikasian tentang min ila ‘an ‘ala seperti itu” .
Dalam pengamatan Peneliti, peneliti tidak mendapati penekanan Thatbiq dalam pembelajaran kecuali hanya berupa pembacaan kitab Taqrib gundul saja ketika evaluasi. Sebagiman wawancara peneliti. “ kalo seperti itu yang dimaksud, santri ketika setor langsung menggunakan kitab syarh Fathul qorib”. Pada dasarnya siswa membaca kitab Taqrib gundul bukanlah bentuk tathbiq, karena sebelumnya siswa menghafal arti setiap kata pada matan taqrib beserta penjelasan nahwiyahnya, Ketika mereka diberikan kalimat lain, siswa mengalami kesulitan meskipun mereka mengetahui arti kalimat tersebut. Sehingga peneliti tidak menemukan pemahaman Wadhifah Nahwiyyah dalam pembelajaran Al-Iktisyaf di pondok pesantren An-Nur Kalibaru.
c). Kelebihan dan Kekurangan
Dalam analisis peneliti menemukan dalam buku Al-Iktisyaf beberapa kekurangan diantaranya : Pertama), penyajian istinbatul Kaidah terlalu teoritis dan bersifat langsung. Terlalu banyak perincian pada setiap pembahasan. peneliti mendapati banyak perincian yang tidak untuk porsi pemula. Jika kita mengacu pada pembelajaran bahasa kedua, penyajian gramatikal secara tidak langsung merupakan asas utama yang harus dipakai (92) yakni dengan memperbanyak contoh atau analogi dan memangkas gramatikal[26]. Baru Ketika telah masuk pada jenjang lanjutan atau Mukhossisin siswa dapat disajikan pembelajaran nahwu secara langsung. Dengan mencocokkan proporsi pelajar dengan materi ajar, akan memperlancar penyampaian informasi dari kedua belah pihak, yang terpenting dalam pembelajaran adalah buka apakah siswa diajarkan sebuah informasi tetapi bagaimana siswa mempelajari informasi(116)[26]. Kedua), penggunaan teks lama .Penggunaan matan semacam ini memang dibolehkan, akan tetapi memilih teks yang bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari siswa akan menambah nilai lebih. Karena secara tidak langsung siswa akan mendapatkan informasi tidak di dalam kelas saja, tetapi di luar kelas juga. Semisal teks dengan tema في السوق, في المدرسة, العطلة dll, atau dengan bentuk cerita tarikh, karena siswa cenderung akan lebih mudah mengingat sebuah cerita. Dengan begini disamping siswa mempelajari Bahasa, siswa juga mempalajari tentang Tarikh. Ketiga), penggunaan Bahasa yang kurang universal. Buku ini pada dasarnya ditujukan kepada golongan tertentu saja, dengan mengunakan bahasa Madura, sehingga orang yang tidak memahami Bahasa Madura tidak dapat mengakses buku ini. Akan lebih manarik jika buku Al-Iktisyaf diteritkan dalam Bahasa Indonesia. Keempat), buku Al-Iktisyaf tidak menyediakan tadrib sebagai bahan latihan dan evaluasi hanya bergantung pada matan dan inisiatif guru saja. Sejauh pengamatan peneliti tadrib pada buku ini sangat bergantung kepada guru bukan pada buku, bagaimana pengajar mampu menganalogikan kaidah yang sama kepada Jumlah yang berbeda.
Adapu kelebihan pada buku Al-Iktisyaf, yaitu buku ini berbasis contoh atau penerapan, sehingga mempermudah siswa dalam memahami informasi. Metode seperti ini lebih efektif, karena siswa dihadapkan dengan relita pada teks Bahasa yang sesungguhnya, Dengan memaparkan teks terlebih dahulu akan memancing siswa untuk lebih aktif[27]`. Model ini dinamakan dengan metode Istiqroiyyah atau Induktif. Sebaliknya pola pembelajran Qiyasiyyah atau deduktif memiliki sifat yang lebih sempit karena metode ini berkaitan dengan pengujian atau pengukuhan hipotesis[25]. Buku Al-Iktisyaf diawali dengan penyajian sebuah teks utuh kemudian delanjutkan dengan perumusan sebuah kaidah (Istinbatul qaidah) dan dilanjutkan dengan menambah beberapa keterangan sebagai informasi tambahan yang memiliki kaitan dengan Istinbathul Kaidah.
KESIMPULAN
Setelah melakukan analisis buku Al-Iktisyaf, peneliti mendapati bahwa penyajian Al-Iktisyaf telah sesuai dengan metode Induktif (Thoriqoh Istiqroiyyah). Akan tetapi secara subtansi Thoriqoh Istiqroiyyah ,peneliti tidak mendapati penekanan fungsional nahwu (Wadhifah Nahwiyyah). Adapun hasil analisi pembelajaran, peneliti menyimpulkan bahwa jika mengacu pada alur pembelajaran dengan 5 poin dasar yaitu Muqaddimah, penyajian, pengaitan, Istinbathul Qoidah, rabt dan tatbiq , maka hal ini telah sesuai dengan metode induktif, hanya saja pada poin terakhir yaitu tathbiq peneliti tidak mendapati hal tersebut kecuali minim sekali. Adapun jika mengacu pada substansi metode induktif itu sendiri yakni Wadhifah Nahwiyyah maka peneliti tidak mendapati hal tersebut dalam pembelajaran di pondok pesantren An-Nur Kalibaru kecuali sangat sedikit sekali, justru pemebelajaran berbasis hafalan bukan pada penekanan pemahaman dan praktikan yang ditandai dengan kurangnya tatbiq dan tadrib. Kekurangan dari buku Al-Iktisyaf adalah materi terlalu teoritis, penggunaan teks lama, penggunaan Bahasa kurang universal yaitu bahasa Madura saja, dan tidak ada tadrib didalamnya. Adapun kelebihannya adalah buku ini berbasis contoh atau penerapan. Menurut peneliti, buku Al-Iktisyaf tidak cocok dijadikan sebagai buku ajar karena lebih condong pada buku teks bukan buku ajar.
References
- J. Rifa’i, “Jama’ Taksir Dalam Ilmu Nahwu Dan Implementasinya Terhadap Penafsiran Al-Qur‘An,” vol. 3, pp. 1–423, 2019.
- M. bin A. bin A. Bari, “Al Kawakibu Ad Duriyyah, Mutammimah Al Jurummiyah.”
- M. Al Ghulayiynii, “Jami’ut Ad Durus,” Jami’ Al-Durus Al-Arabiyyah. p. 230, 1993.
- Y. bin N. bin M. bin R. bin U. Syarafuddin, Nadham I’mrithy. Maktabah Al Hidayah Surabaya.
- N. S. Hidayat, “Elmu An-Nahwu Al-A’roby wa Tathowweruhu,” Al-Manar, vol. 1, no. 8, 2018, doi: 10.24014/al-manar.v1i8.4726.
- M. Haris Zubaidillah, Pengantar Ilmu Nahwu Belajar Bahasa Arab Sampai Bisa. 2017.
- C. E. Setyawan, “Pembelajaran Qawaid Bahasa Arab Menggunakan Metode Induktif Berbasis Istilah Istilah Linguistik,” pp. 1–23, 2016.
- H. Hakiki, “Pembelajaran Kitab Al-Iktisyaf di Pondok Pesantren Annur Kalibaru Banyuwangi,” 2021.
- E. Chairi, “Pengembangan Metode Bandongan dalam Kajian Kitab Kuning di Pesantren Attarbiyah Guluk-Guluk dalam Perspektif Muhammad Abid al-Jabiri,” Nidhomul Haq J. Manaj. Pendidik. Islam, vol. 4, no. 1, pp. 70–89, 2019, doi: 10.31538/ndh.v4i1.233.
- M. Afif, “Penerapan Metode Sorogan dalam Meningkatkan Baca Kitab di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in,” KABILAH J. Soc. Community, vol. 4, no. 2, pp. 34–43, 2019, doi: 10.35127/kbl.v4i2.3592.
- I. K. Manik, “Efektivitas Metode Tanya Jawab Multi Arah untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS,” Mimb. PGSD Undiksha, vol. 8, no. 1, pp. 133–142, 2020.
- S. Yayan Abdika, Muhammad Amir, “Pengaruh Metode Tanya Jawab Terhadap Hasil Belajar Siswa,” Hub. Pengetah. Ibu Hamil dan Tingkat Ekon. tentang Kejadian Stunting, vol. 3, no. 2, pp. 14–15, 2019.
- U. Ridlo, “Model Pembelajaran Bahasa Arab Materi Al-Qawa’id Al Nahwiyyah,” Al-Ma’rifah, vol. 12, no. 02, pp. 46–57, 2015, doi: 10.21009/almakrifah.12.02.05.
- B. Lebukh, “Al anhaj Al Lisani fi Ta’lim Al Lughah Al A’robiyyah,” Majallatu Al Atsar, pp. 69–84, 2012.
- A. S. bin Punawan, “Metode Pengajaran Nahwu Dalam Pengajaran Bahasa Arab,” HUNAFA J. Stud. Islam., vol. 7, no. 1, p. 47, 2010, doi: 10.24239/jsi.v7i1.108.47-60.
- F. A. Darwin Zainuddin, “Analisis Materi Nahwu dalam Kitab at-Tuhfatu as-Saniyyah bi Syarhil Muqaddimah al-Jurumiyyah Karya Syaikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid al-Mishri,” J. Basic Educ. Stud., vol. 2, no. 1, pp. 85–97, 2022.
- M. Zaenuri, “Analisis Buku Ajar Belajar Membaca Kitab Kuning Metode Ibtida’i Karya Mujahidin Rohman,” Arabia, vol. 11, no. 1, p. 191, 2019, doi: 10.21043/arabia.v11i1.5255.
- I. Fauzi, “Model Pembelajaran Kitab Al-Jurumiyyah di Pondok Pesantren Wali Songo Desa Sukajadi Lampung,” Universitas Nusantara PGRI Kediri, vol. 01. pp. 1–7, 2017. [Online]. Available: http://www.albayan.ae
- M. Fauzan, “Teori dan Penerapan Pengembangan Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Arab Berdasarkan Metode Induktif,” Pros. Konf. Nas. Bhs. Arab, vol. 5, no. 5, pp. 3–4, 2019.
- Wahidmurni, “Pemaparan Metode Penelitian kualitatif,” pp. 1–14, 2017.
- D. Setiyaningsih, F. Rosmi, G. Santoso, and A. Virginia, “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar,” DIKDAS MATAPPA J. Ilmu Pendidik. Dasar, vol. 3, no. 2, p. 279, 2020, doi: 10.31100/dikdas.v3i2.693.
- A. Rijali, “Analisis Data Kualitatif,” Alhadharah J. Ilmu Dakwah, vol. 17, no. 33, p. 81, 2019, doi: 10.18592/alhadharah.v17i33.2374.
- F. N. Syafaat, “Pengertian Analisis Data Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu,” 2014.
- A. M. Ahmad, tadriis Funun Al-Lughah Al-’Arobiyyah. Mesir, Qaahiroh: Daaru As-Sawwaf, 1991.
- A. Rachman Assegaf, “Excellently Empowering Diterbitkan atas kerjasama antara,” p. 235, 2007.
- R. A. Tha’imah, Al-Maroji’ fi Ta’lim Al-Lughah Al-’Arobiyyah Juz 1. Riyadh, 1986.
- A. B. I. Al-Fauzan, Idoat Lil Mu’allimi Al-Lughah Al-’Arobiyyah. Al-’Arobiyyah Lil Jami’, 2010.