Islamic Psychology
DOI: 10.21070/ijis.v11i3.1672

Exploring Religiosity and Psychological Well-being in Security Guards: An Empirical Analysis


Mengeksplorasi Religiositas dan Kesejahteraan Psikologis pada Penjaga Keamanan: Analisis Empiris

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
https://orcid.org/0000-0003-1646-0004

(*) Corresponding Author

Religiosity Psychological well-being Security guards Quantitative correlation Occupational well-being

Abstract

This quantitative correlation study investigates the relationship between religiosity (independent variable) and psychological well-being (dependent variable) among 243 security guards at a private security firm. Employing a simple random sampling technique, data was collected using standardized scales measuring religiosity and psychological well-being. The analysis yielded a correlation coefficient (rxy) of 0.073 with a significance value (p) of 0.208 (> 0.05), indicating a non-significant relationship between religiosity and psychological well-being in this specific occupational group. These findings offer valuable insights into the complex interplay between religiosity and psychological well-being among security guards, shedding light on potential avenues for further research and interventions aimed at enhancing the well-being of this workforce.

Highlights:

  • Limited Correlation: The study reveals a minimal and non-significant correlation (rxy = 0.073) between religiosity and psychological well-being among security guards.
  • Occupational Context: It focuses on the specific occupational context of security guards, shedding light on their unique well-being challenges.
  • Research Implications: The findings provide a basis for further research and interventions to improve the well-being of security personnel.

Keywords: Religiosity, Psychological well-being, Security guards, Quantitative correlation, Occupational well-being

PENDAHULUAN

Keadaan sosial ekonomi suatu keluarga dapat dijadikan sebagai acuan kesejahteraan masyarakat. Keadaan sosial ekonomi suatu keluarga dapat diamati Tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga yang dievaluasi hanya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan keluarga secara relatif kecil [1]. Faktor lain yang dapat mempengaruhi dari kesejahteraan keluarga adalah penghasilan keluarga yang di dapatkan dari suatu pekerjaan. Pekerjaan yang banyak ditemui pada instansi publik adalah petugas keamanan atau sering disebut dengan sebagai satpam (satuan pengamanan) [2]. Satpam adalah kelompok petugas yang dibentuk oleh organisasi atau perusahaan untuk menjaga keamanan fisik di tempat kerja [3].

Menurut Yudra, Profesi satpam harus memiliki persiapan fisik yang bagus serta komptensi yang mumpuni dalam standar kerja nasional di bidang usaha jasa pengamanan [4]. Lembaga atau badan usaha yang mengelolah tenaga kerja keamanan atau satpam adalah PT. Shelter Nusantara. Shelter Nusantara ini salah satu jasa outsourcing untuk keseluruhan proses pengelolaan satpam, mulai rekrutmen, pendidikan, penempatan, serta pengembangan karyawan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Tingkat kerja karyawan adalah salah satu hal yang dapat dijadikan kualitas sumber daya manusia, dan pencapaian kinerja karyawan adalah hal penting yang harus dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang optimal dan untuk mempertahankan perusahaan di persaingan bisnis outsourcing lainnya PT Shelter Nusantara ini bertempat di Semampir gang V, Surabaya [5].

Individu yang menekuni pekerjaan di bidang pelayanan jasa kemanusiaan yang berkaitan erat dengan masyarakat seperti profesi dokter, perawat, guru, petugas keamanan dan lain sebagainya memiliki tingkat stress kerja yang lebih tinggi dibandingkan profesi lainnya [6]. Berbagai permasalahan yang terjadi dalam hidup karyawan meberikan dampak yang negatif pada perasaanya sehingga membuat dirinya tidak bahagia dan emosional [7]. Kebahagiaan yang dimiliki individu bisa membuata hidupnya lebih merasa berharga dan jauh dari rasa-rasa emosi dan fikiran negatif [8].

Psychological well beingatau kesejahteraan psikologis merupakan kondisi seseorang yang dapat menerima kuat lemahnya dirinya, memiliki tujuan hidup, berkomunikasi dan berperilaku positif terhadap orang, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan [9]. Manfaat dari psychological well beingadalah memiliki pengaruh yang positif terhadap kesehatan mental yang dapat menghilangkan rasa sepi, jenuh, penat, dan mengontrol emosi [10]. Psychological well beingmemiliki enam dimensi yaitu kemandirian (autonomy), kontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), pengembangan potensi diri (personal growth), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), tujuan hidup (purpose in life), dan penerimaan diri (self-acceptance) [11].

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu satpam PT. Shelter Nusantaara di Surabaya, permasalahan kriminal seperti pencopetan disekitar lokasi bekerja merupakan peristiwa yang melibatkan satpam. Kegagalan dalam penanganan peristiwa ini mengakibatkan satpam merasa potensi yang ada di dalam dirinya sebagai petugas keamanan tidak optimal sehingga menyebabkan munculnya rasa stres kerja. Dari stres kerja inilah yang membuat psychological well being seseorang menurun.

Psychological well beingmemengaruhi banyak hal, termasuk budaya, usia, jenis kelamin, dukungan sosial, status sosial dan ekonomi, spiritualitas, dan religiusitas, antara lain [12]. Menurut Utomo, religiusitas adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak sesuai dengan kemampuannya untuk setia pada agamanya [13]. Sikap religiusitas yang yang dimiliki seseorang dapat menjauhkan dari hal-hal yang negative yang dapat mengakibatkan stress [4]. Menurut Sri religiusitas terdiri dari 5 dimensi yaitu dimensi keyakinan, praktek agama, pengamalan, pengetahuan agama, dan penglaman atau konsekuensi [14].

Penelitian sebelumnya oleh Hamidah menemukan bahwa religiusitas memiliki korelasi yang positif dengan psychological well being, dengan nilai r = 0.337 dan p = 0.05 (0.024), yang berarti bahwa semakin banyak orang yang religiusitas, semakin baik psychological well being [15]. Penelitian Rahmah juga menemukan bahwa religiusitas memiliki korelasi yang positif dengan psychological well being [16]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan psychologicalwell beingsatpam PT. Shelter Nusantara.

METODE

Metode penelitian kuantitatif korelasi, yang berasal dari positivisme, digunakan untuk mempelajari populasi atau sampel spesifik, mengumpulkan data, menggunakan alat penelitian, dan melakukan analisis kualitatif atau statistik untuk menguji hipotesis yang sudah ditetapkan [18]. Menurut Sugiyono, setiap item yang diminta oleh interviewer adalah kesempatan bagi mereka untuk belajar bagaimana mengumpulkan informasi dan kemudian membuat kesimpulan. Dua variabel berikut digunakan dalam analisis: terikat dan bebas variabel. Agama adalah variabel (x), dan kesehatan psikologis adalah variable (y) [19].

Penelitian ini, religiusitas diukur dari berbagai dimensi, seperti keyakinan, praktik agama, pengamalan, pengetahuan agama, dan pengalaman atau akibat. Semakin tinggi skor skala yang diperolah, semakin religiusitas individu [14]. Sebaliknya, semakin rendah skor skala, semakin religiusitas individu [14]. Selanjutnya akan diujikan secara statistik di semua aitemnya, untuk uji validitas variabel religiusitas item ditentukan dengan melihat nilai Aitem dikatakan valid apabila harga Corrected Item dengan nilai r tabel sebesar 0.25. Untuk nilai aitem yang memiliki nilai >0.25 maka dikatakan valid, dan aitem yang mendapatkan nilai <0.25 dikatakan tidak valid. Hasil menunjukkan terdapat 28 aitem valid, dan 12 aitem yang tidak valid. Koefisien korelasi aitem total yang valid dengan nilai 0,227 – 0,628. Peneliti menggunakan Alpha Croncbach, yang diwakili oleh koefisien reliabilitas, untuk mengukur reliabilitas penelitian ini. Menurut hasil analisis reliabilitas pada skala religiusitas tahap kedua, konstruk variabel dianggap baik jika memiliki nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,60. Nilai Alpha Cronbach untuk konstruk variabel ini adalah 0,883 dengan jumlah aitem 28 [14].

Pengukuran skala psychologicalwell beingmenggunakan skala dari Karmila, dimensi psychological well beingyang digunakan dalam penelitian terdapat enam dimensi yaitu yaitu kemandirian (autonomy), kontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), pengembangan potensi diri (personal growth), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), tujuan hidup (purpose in life), dan penerimaan diri (self-acceptance) [11]. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh, semakin besar PWB, dan sebaliknya, semakin rendah skor skala yang diperoleh, semakin kecil PWB. Dilakukan juga perhitungan validitas aitem terhadap skala psychologicalwell beingyang terdiri dari 42 aitem. Aitem dikatakan valid apabila harga Corrected Item dengan nilai r tabel sebesar 0.25. Untuk nilai aitem yang memiliki nilai >0.25 maka dikatakan valid, dan aitem yang mendapatkan nilai <0.25 dikatakan tidak valid. Hasil menunjukkan terdapat 25 aitem valid, dan 17 aitem yang tidak valid. Koefisien korelasi aitem total yang valid dengan nilai 0,263 -0,509 [11]. Uji reliabilitas terhadap aitem skala psychologicalwell beingdiperoleh keofisien reliabilitaas sebesar 0.845 dengan jumlah aitem 25 [11].

Jumlah maupun karakteristik populasi terdiri dari sampel [11]. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel sederhana secara acak digunakan. Menurut Akhmad, metode ini digunakan untuk memilih sampel secara langsung dari populasi, dengan kemungkinan besar setiap anggota populasi akan menjadi sampel yang sangat besar. Sampel penelitian ini terdiri dari 243 satpam, berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan taraf kesalahan 10%, dan populasi keseluruhan adalah 2386 satpam [20].

Untuk menilai apakah data yang dikumpulkan oleh peneliti terdistribusi normal, uji normalitas dilakukan. Ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji Kolmogrov-Smirnov, yang menunjukkan bahwa jika taraf signifikansi lebih dari 0.05, maka data tersebut terdistribusi normal, dan sebaliknya jika taraf signifikansi kurang dari 0.05, maka data tersebut tidak terdistribusi normal. Tujuan uji linearitas adalah untuk menentukan apakah dua variabel atau lebih yang dievaluasi memiliki hubungan yang linear atau tidak signifikan. Analisis kolerasi atau regresi linear biasanya membutuhkan uji ini. Dalam uji linearitas, prinsip pengambilan keputusan adalah bahwa hubungan antara variable (X) dan (Y) adalah linear jika nilai deviasi dari linieritas lebih dari 0,05 dan jika nilai deviasi dari linieritas kurang dari 0,05 [21].

Penelitian ini, hipotesisnya diuji untuk mengetahui hubungan antara variabel religiusitas dan kesehatan mental. Ini dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%. Namun, jika data tidak memenuhi syarat, uji statistik non parametrik dapat dilakukan. Pengujian hipotesis dibantu oleh SPSS v.22 untuk windows, dan hasilnya akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Uji Normalitas

Religiusitas Pscyvhological Well Being
N 302 302
Normal Parametersa,b Mean 80,10 70,78
Std. Deviation 10,430 9,121
Most Extreme Differences Absolute ,083 ,134
Positive ,060 ,134
Negative -,083 -,099
Test Statistic ,083 ,134
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c ,000c
Table 1.Uji Normalitas

Uji normalitas data sebaran kuisioner didapatkan nilai sig 0.000 < 0.05, maka 2 variabel yaitu religiusitas dan psychological well being, memiliki distrubusi data yang tidak normal.

2. Uji Linearitas

ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Pscyvhological Well Being * Religiusitas Between Groups (Combined) 5372,749 40 134,319 1,782 ,004
Linearity 86,152 1 86,152 1,143 ,286
Deviation from Linearity 5286,597 39 135,554 1,799 ,004
Within Groups 19670,261 261 75,365
Total 25043,010 301
Table 2.Uji Linearitas

Berdasarkan hasil yang didapatkan diketahui bahwa hasil nilai uji linearitas memperoleh hasil nilai Deviation from Linearity sebesar 1.799 dengan nilai signifikansi sebesar 0.004 < 0.05 dapat disimpulkan bahwa variabel religiusitas dan variabel psychological well being memiliki kolerasi yang liniear.

3. Uji Hipotesis

Religiusitas Pscyvhological Well Being
Spearman's rho Religiusitas Correlation Coefficient 1,000 ,073
Sig. (2-tailed) . ,208
N 302 302
Pscyvhological Well Being Correlation Coefficient ,073 1,000
Sig. (2-tailed) ,208 .
N 302 302
Table 3.Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis diperoleh bahwa nilai rxy = 0.073 dengan signifikansi sebesar 0.208 (r = 0.073, p 0.208 > 0.05) hal tersebut dapat dikatakan bahwa religiusitas tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap psychological well being sehingga hipotesis yang diajukan di tolak.

4. Uji R Square (R2)

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,059a ,003 ,000 9,121
Table 4.Uji R Square (R2)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sumbangan variabel x yakni religiusitas terhadap psychological well being adalah sebesar 3%. Hasil ini diperoleh dari R Square yaitu sebesar 0,003 x 100% = 3%. Hal ini berarti bahwa pengaruh religiusitas terhadap psychological well being sebesar 3% dan terdapat 97% faktor lainnya yang dapat mempengaruhi psychological well being.

5. Kategorisasi

Kategori Skor Subjek
Religiusitas Psychological well being
∑ Satpam % ∑ Satpam %
Sangat Rendah 9 3% 2 1%
Rendah 100 33% 129 43%
Sedang 103 34% 94 31%
Tinggi 61 20% 55 18%
Sangat Tinggi 29 10% 22 7%
Total 302 100% 302 100%
Table 5.Kategorisasi

Dari tabel kategorisasi diatas, subyek tersebut pada skala religiusitas dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 9 (3%) satpam yang memiliki tingkat religiusitas sangat rendah, terdapat 100 (33%) satpam yang memiliki tingkat religiusitas rendah, terdapat 103 (34%) satpam yang memiliki tingkat religiusitas sedang, terdapat 61 (20%) satpam yang memiliki tingkat religiusitas tinggi, dan terdapat 29 (10%) satpam yang memiliki tingkat religiusitas sangat tinggi. Kategorisasi skor subyek pada skala psychological well being dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 2 (1%) satpam yang memiliki psychological well being yang sangat rendah.

B. Pembahasan

Data uji hipotesis diperoleh bahwa nilai rxy = 0.073 dengan signifikansi sebesar 0.208 (r = 0.073, p 0.208 > 0.05) hal tersebut dapat dikatakan bahwa religiusitas tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap psychological well being sehingga uji hipotesis yang diajukan di tolak. Penelitin ini relevan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismail Zeenat, dengan penelitiannya menunjukkan bahwa religiusitas tidak memiliki hubungan terhadap psychological well beingdengan nilai (r = -0.852 > 0.05) [22]. Namun, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Hamidah dan Gamal mengklaim bahwa agama memiliki korelasi yang menguntungkan dengan kesehatan psikologis. Salah satu anggota Satpamwal Denma Mabes TNI yang memiliki keyakinan agama yang kuat dan kewajiban pengamanan diharapkan dapat membungkus yang lain sesuai dengan prinsip-prinsip agama mereka. Ini akan membantu mereka mendapatkan ketenangan dalam mencapai tujuan hidup mereka dan mendapatkan psychological well being. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa religiusitas anggota Satpamwal Denma Mabes TNI memiliki korelasi yang signifikan dengan psychological well being mereka. Dengan kata lain, semakin tinggi religiusitas anggota, semakin baik kesehatan mental mereka [15].

Hubungan yang tidak signifikan antara religisiutas dengan psychological well being, dikarenakan terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi psychological well adalahloneliness merupakan pertemuan antara keinginan seseorang dan apa yang mereka katakan tentang tingkat koneksi sosial mereka. Seseorang mengalami kesepian jika mereka tidak mampu mengembangkan hubungan interpersonal dengan cara yang diharapkan [23]. Kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk usia, status pernikahan, situasi kerja, hubungan pribadi, keterampilan pribadi, agama, dan standar etika [24].

Psychological wellbeing adalah salah satu faktor yang memengaruhi kinerja dan sikap kerja; karyawan yang menyadari potensi mereka dan memanfaatkannya akan melakukannya dengan baik. Salah satu tanda kesejahteraan psikologis atau kesejahteraan psikologis yang baik adalah ketika seseorang mampu menerima dirinya sendiri, bersikap positif terhadap orang lain, dapat membuat keputusan tanpa terpengaruh oleh orang lain, dapat mengatur dan membuat lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup untuk membuat hidupnya lebih bermakna, dan berusaha untuk belajar tentang dirinya sendiri [25].

SIMPULAN

Kesimpulan dari hasil penelitian di atas menunjukkan hasil uji hipotesis diperoleh bahwa nilai rxy = 0.073 dengan signifikansi sebesar 0.208 (r = 0.073, p 0.208 > 0.05) hal tersebut dapat dikatakan bahwa religiusitas tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap Psychologicalwell being sehingga uji hipotesis yang diajukan di tolak. Hal ini menyatakan bahwa hasil uji hipotesis ditolak. Sumbangan variabel religiusitas terhadap Psychologicalwell being adalah sebesar 3%.

Saran yang dapat diberikan penulis dari hasil analisa untuk PT Shelter Nusantara memperbanyak kegiatan pembinaan seperti training motivasi, kegiatan outbound, yang bertujuan untuk meningkatkan psychological well beingSatpam.

Limitasi dari penelitian yang sudah dilakukan yaitu penggunaan populasi satpam PT Shelter Nusantara yang seharusnya bisa luas lagi ke profesi seluruh satpam yang ada di Indonesia, dan penggunaan variabel yang terbatas sehingga bisa menambahkan variabel lain yang mempengaruhi psychological well being.

References

  1. H. Nurlaila dan S. Safuridar, “Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga di Gampong Karang Anyar Kota Langsa,” Jurnal Samudra Ekonomi Dan Bisnis, vol. 9, no. 1 Januari 2018.
  2. HA Luis, "Satpam Indonesia," Jakarta, Elex Media Komputindo, 2019. [Online]. Tersedia: https://elexmedia.id/detail/produk/satpam-indonesia/9786230001734 .
  3. WE Nong, RA Nurdin, dan N. Gisela, “Peran Satpam Dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik Di SMA Negeri 2 Maumere Kabupaten Sikka,” Jurnal Nasional Holistic Science, vol. 1, no. 2 Agustus 2021.
  4. YF Okta, F. Hidayat Ahmad, "Hubungan Antara Religiusitas Dengan Stres Kerja Pada Anggota Brimob Polda Riau," An – Nafs: Jurnal Fakultas Psikologi, vol. 12, no. 1 Januari 2018.
  5. R. Fatqur, “Pengaruh Kedisiplinan Karyawan, Kompensasi, Serta Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Tetap,” Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, vol. 6, no. 1, 2017.
  6. D. Lutfia, “Hubungan Antara Persepsi Beban Kerja Dan Kesejahteraan Psikologis Dengan Stres Kerja Pada Anggota Reskrim Polda Riau,” Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2019.
  7. A. Duratul, “Hubungan Antara Religusitas Dan Problem Focused Coping Dengan Subjective Well-Being Pada Santri Di Pondok Pesantren Putri Sabilurrosyad Gesek Malang,” Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2017.
  8. A. Resty, “Kesejahteraan Subjektif Ibu Yang Memiliki Peran Ganda,” Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017.
  9. PS Dwi, “Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Remaja Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Pangkalpinang,” Scientia: Jurnal Hasil Penelitian, vol. 4, no. 1 Januari 2019.
  10. AM Al dan J. Dwi, “Klasifikasi Kelompok Umur Manusia Berdasarkan Analisis Dimensi Fraktal Box Counting Dari Citra Wajah Dengan Deteksi Tepi Canny,” Jurnal Ilmiah Matematika, vol. 2, no. 6, 2017.
  11. K. Karmila, “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Santri Smp It Al-Ihsan Boarding School Riau,” Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2017.
  12. P. Anisa, EP Sari, dan R. Wardah, "Pengalaman Spiritual Sehari-hari Dan Kesejahteraan Psikologis Pada Istri Yang Kehilangan Pasangan Karena Meninggal Dunia," PSIKOLOGIKA: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, vol. 23, no. 1 Januari 2018, hlm.1-15.
  13. HS Utomo, “Pengaruh Religiusitas Muslim dan Kemampuan Inovasi Terhadap Kelangsungan Hidup Perusahaan: Studi pada Usaha Kecil Selama Pandemi Covid-19,” Iqtishadia, vol. 13, no. 2, 2020, hal.183.
  14. S. Mauliza, “Hubungan Religiusitas Dengan Regulasi Emosi Pada Aktivis Ldk Ar-Risalah Uin Ar-Raniry Banda Aceh,” Program Studi Psikologi Psikologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 2021.
  15. H. Tjijik dan G. Hendri, “Hubungan Religiusitas Dengan Psychological Well-Being Pada Anggota Satpamwal Denma Mabes TNI,” Ikraith-Humaniora, vol. 3, no. 2, 2019.
  16. IA Rahmah dan LI Lisnawati, "Kesejahteraan Psikologis Ditinjau Dari Spiritualitas Siswa Di Lembaga Pendidikan Berbasis Agama Pesantren Dan Non Pesantren," Jurnal Psikologi Integratif, vol. 6, no. 2, 2018.
  17. BE Munthe, S. Maslihah, dan S. Chotidjah, “Hubungan Spiritualitas Dan Psychological Well-Being Pada Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Kelas IIA Tangerang,” Jurnal Psikologi Klinis Indonesia, vol. 1, no. 1, 2017, hal.53-65.
  18. S. Detik, “Efektivitas Tambahan Penghasilan Pegawai (Tpp) Dalam Meningkatkan Kinerja Tenaga Pendidik Di Tingkat Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Wonoayu Kabupaten Sidoarjo,” Fakultas Bisnis, Hukum Dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2022.
  19. S. Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,” Penerbit Alfabeta, Bandung, 2017.
  20. A. Fauzy, “Metode Sampling,” Universitas Terbuka : Katalog Dalam Terbitan (Versi RDA), 2nd ed., 2019.
  21. SC Kaylana dan YS Yanthy, “Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Produk The Body Shop Indonesia (Studi Kasus Pada Followers Akun Twitter @Thebodyshopindo),” Jurnal Ilmiah M-Progress, vol. 10, no. 1 Agustus 2020.22] Z. Ismail, "Religiusitas dan Kesejahteraan Psikologis," Jurnal Internasional Bisnis dan Ilmu Sosial, vol. 3, no. 11, 2012.
  22. T. Prihatin, “Gambaran Kesepian Pada Lanjut Usia Di Masa Pandemi Covid-19 Di Kelurahan Tegal Besar Kecamatan Kaliwates Jember,” Universitas Muahammdiyah Jember, 2021.
  23. A. Batubara, “Hubungan antara religiusitas dengan kesejahteraan psikologis ditinjau dari lima besar kepribadian pada siswa SMA Negeri 6 Binjai,” AL-Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, vol. 7, no. 1.
  24. BA Wijaya, “Religiusitas Dan Kesejahteraan Psikologis Pada Pns Anggota Jamaah Salafi,” Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, 2019.