Whistleblowing and Islamic Ethics in Preventing Fraud

Pelaporan Pelanggaran dan Etika Islam dalam Mencegah Penipuan

Authors

  • Varadila Isnada Alif Via Program Studi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia
  • Fityan Izza Noor Abidin Program Studi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah sidoarjo

DOI:

https://doi.org/10.21070/ijis.v13i3.1785

Keywords:

Whistleblowing, Islamic Ethics, Fraud Prevention, Organizational Governance, Employee Compliance

Abstract

General Background: Fraud poses a significant threat to companies, causing financial losses and reputational damage, with preventive measures being more effective than repressive actions. Specific Background: In organizational contexts, the integration of whistleblowing mechanisms and Islamic ethics offers a framework for mitigating fraudulent behavior, yet empirical studies examining their combined role remain limited. Knowledge Gap: Existing research often addresses whistleblowing or ethical principles separately, lacking comprehensive insights into their joint contribution to fraud prevention within regional public companies. Aims: This study investigates the role of whistleblowing and Islamic ethics in preventing fraud among employees of Delta Tirta Sidoarjo Regional Public Company (PERUMDA). Methods: A descriptive qualitative approach was applied, utilizing interviews, observations, and documentation, with data validity ensured through triangulation. Results: Findings indicate that whistleblowing and Islamic ethics effectively prevent fraud by aligning with the Guidelines for Reporting Violations set by the National Committee on Governance Policy. Novelty: The study highlights the combined role of ethical and procedural mechanisms in fraud prevention, emphasizing the need for strengthened legal protection of whistleblowers. Implications: This research provides practical guidance for organizations seeking sustainable strategies to minimize fraud and enhance ethical compliance.

Highlights:

  • Combines ethical values and procedural mechanisms to prevent fraud.

  • Highlights legal protection as critical for sustainable whistleblowing.

  • Provides practical guidance for corporate fraud mitigation.

Keywords: Whistleblowing, Islamic Ethics, Fraud Prevention, Organizational Governance, Employee Compliance

Pendahuluan

Maraknya berbagai kasus kecurangan atau lebih dikenal dengan istilah fraud masih menjadi isu popular dan fenomenal hingga saat ini. Indikasi mengenai fraud membuat isu menarik untuk dibahas dan dilakukan pengkajian lebih luas [1]. Fraud dapat terjadi pada lingkungan masyarakat bahkan didalam sebuah perusahaan. Fraud menjadi ancaman nyata bagi organisasi berskala kecil maupun besar dalam seluruh jenis industri [2]. Berita, televisi hingga kajian artikel marak mengindikasi mengenai kecurangan (fraud) yang memberi pemahaman serta membentuk kesadaran pada diri kita untuk dapat melakukan sesuatu agar membenahi ketidakberesan tersebut. Berbagai artikel menguraikan terjadinya kecurangan (fraud) di suatu perusahaan atau instansi dilakukan oleh karyawan dalam perusahaan itu sendiri. Meskipun terkadang manajemen puncak dan pejabat tinggi perusahaan menjadi sorotan utama kecurangan, namun pada realitasnya tindakan kecurangan dapat terjadi diberbagai lapisan kerja suatu organisasi. Oleh karena itu, pentingnya kepedulian berbagai pihak untuk sadar, waspada dan peduli lingkungan kerja terhadap potensi adanya perilaku fraud.

Fraud merupakan kumpulan tindakan secara sengaja yang tidak diperbolehkan dan ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang melanggar hukum [3]. Fraud adalah bentuk kebohongan atau penipuan dengan sengaja berupa penyelewengan, penyembunyian fakta, manipulasi informasi dan penggelapan aset [4]. Menurut [5] kecurangan yakni penyalahgunaan posisi otoritas seseorang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan eksploitasi sumber daya maupun aset institusional dengan sengaja dan tidak bertanggung jawab. Berdasarkan [5] kecurangan paling umum yang merugikan Indonesia terdiri dari korupsi dengan presentase sebesar 69,9%, penyalahgunaan modal kekayaan negara dan perusahaan sebesar 20,9% dan kecuranganlaporan keuangan sebesar 9,2%. Dalam survei tersebut dapat dilihat bahwasanya fraud bentuk korupsi merupakan kecurangan dengan dampak kerugian terbesar. Kecurangan dapat timbul akibat sulitnya pengawasan kegiatan operasional perusahaan, sehingga berpotensi menghasilkan masalah lebih kompleks atau rumit [2]. Rendahnya tingkat pengawasan membuat celah bagi oknum untuk melakukan kecurangan (fraud).

Kecurangan yang banyak terungkap membuat upaya pencegahan diambil organisasi untuk mencegah terjadinya kecurangan tersebut. Upaya pencegahan lebih efektif dilakukan dibanding dengan upaya represif. Upaya ini bertujuan untuk menghindari besarnya kerugian dan menurunnya reputasi institusi maupun pribadi [1]. Upaya pencegahan tersebut dapat menerapkan mekanisme pelaporan atau sering disebut dengan istilah whistleblowing [6]. Whistleblowingsalah satu bentuk pengungkapan mengenai informasi yang diyakini mengandung pelanggaran hukum, peraturan, pedoman maupun berkaitan dengan kesalahan prosedur, penyalahgunaan wewenang dan sebagainya [4]. Tindakan whistleblowing didalam sebuah perusahaan atau organisasi dapat memberikan manfaat untuk meminimalkan kecurangan yang terjadi dikarenakan setiap anggota akan merasa diawasi satu sama lain didalam kinerjanya sehingga menimbulkan rasa enggan untuk melakukan kecurangan. Whistleblowing dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal perusahaan. Whistleblowing juga dapat dilakukan oleh anggota organisasi atau pegawai baik yang aktif maupun pasif [7]. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan semakin tinggi jika penerapan whistleblowingditerapkan dengan baik.

Penerapan whistleblowing menjadi cara atau mekanisme untuk memimalisir terjadinya fraud [8]. Beberapa kasus terkuak dari penerapan whistleblowing salah satunya di SMAN 1 Monta, Nusa Tenggara Barat dimana terjadi korupsi dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diungkap oleh Komite Dewan Guru yang terduga bahwa mantan kepala sekolah dan bendahara SMAN 1 Monta membuat laporan pertanggungjawaban fiktif atas dana BOS [9]. Kecurangandapat dihentikan jika seseorang atau anggota kelompok tertentu mempunyai keberanian untuk berbicara dan melawan perilaku yang menunjukkan kerugian semua pihak yang terlibat [10]. Pelaporan ini mengacu pada probabilitas individu sebagai suatu perbuatan atau reaksi yang dilandasi dengan niat tertentu untuk terlibat dalam perilaku whistleblowing. Oleh karena itu, bagi perusahaan swasta maupun sektor publik terdapat kebijakan untuk menerapkan sistem pelaporan atau whistleblowing system telahdikeluarkan olehKomite Nasional Kebijakan Government (KNKG) [11].

Whistleblowing bagian dari etika Islam [12]. Budaya, kebiasaan serta sistem nilai yang diyakini dapat membentuk Etika. Islam memberikan sistem nilai, tata cara dan praktik hidup. Nilai dalam Islam dapat mencakup seluruh aspek kehidupan mulai dari politik, pertahanan, sosial, hukum, dan ekonomi [13]. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW whistleblowing telah menjadi bagian perintah syariah dan konstitusi atau elemen penting budaya politik Islam serta merupakan manifestasi dari Islah dan Amr ma’ruf nahi munkar [14]. Pada lingkup suatu organisasi, nilai moral dan etika individu perlu dimiliki sebagai aturan perilaku kode etik dan kelengkapannya. Perilaku etika manajemen yang lemah dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kecurangan. Mengembangkan perilaku yang mencerminkan kejujuran menjadi tanggungjawab setiap organisasi agar dapat dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai [13]. Untuk itu Islam memerintahkan yang baik, melarang yang salah serta mengungkap kebenaran jika menyaksikan tindakan yang tidak etis [12]. Dalam tata nilai Islam sekecil apapun perbuatan tidak ditujukan untuk merugikan manusia lain. Perilaku kecurangan telah tertuai dalam Q.S Al-Mutafffin ayat 1-6:

“Celakalah, bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. Yaitu pada hari ketika semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam”.

Dalam Q.S Al-Mutafffin perilaku kecurangan tidak dibenarkan dan Islam memberikan banyak pembenaran untuk whistleblowing. Bagi seorang muslim banyak landasan untuk melakukan whistleblowing [12]. Konsep whistleblowing dalam Islam yakni suatu hukum berdasarkan unsur tauhid dan syariah. Syariah sebagai pedoman umat Islam untuk berperilaku dari segala aspek kehidupan [13]. Whistleblowing menjadi salah satu penerapan tepat untuk mengatasi dan meminimalisir kecurangan dengan senantiasa bersikap profesional dan jujur dalam aktivitas kerja serta menanamkan nilai moral pada setiap sumber daya manusia. Penerapan inisejalan dengan sistem kerja whistleblowing dalam Agama Islam yang mendahulukan kepentingan masyarakat guna memenuhi hak asasi manusia [7]. Untuk memperkuat perspektif umat muslim mengenai hukum whistleblowing terdapat dalil dari Q.S Ali Imran ayat 110:

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”.

Hukum tersebut memperkuat penerapan whistleblowing sebagai pencegahan tindakan kecurangan dengan membantu mengidentifikasi dan mempersempit risiko kerugian. Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian dilakukan pada Perusahaan Umum Daerah (PERUMDA) Delta Tirta Sidoarjo. Pemilihan objek penelitian ini dikarenakan dalam satu tahun terakhir terdapat dugaan kasus kecurangan korupsi pada PERUMDA Delta Tirta, dimana pemasangan sambungan baru atau PASBA serta pembayaran tagihan pelanggan yang seharusnya masuk kedalam koperasi perusahaan namun beralih ke milik pribadi pegawai sehingga diduga terdapat kekurangan bayar dari PERUMDA ke pihak koperasi. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diambil pada penelitian ini ialah (1) bagaimana peran whistleblowing sebagai upaya pencegahan fraud. (2) bagaimana peran etika Islam sebagai upaya pencegahan fraud. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran whistleblowing dan etika Islam sebagai upaya pencegahan fraud. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai tindakan pencegahan dan meminimalisir kecurangan pada suatu organisasi atau perusahaan.

Tindakan mencegah dan meminimalisir kecurangan yang terjadi pada perusahaan, dapat dilakukan melalui penerapan whistleblowing yang menjadi salah satu pengendalian efektif atas kecurangan. Whistleblowing dapat berperan melindungi seluruh aset atau harta milik perusahaan. Sedangkan suksesnya penerapan whistleblowing system terdapat pada Sumber Daya Manusia yang dimiliki perusahaan atau organisasi [7]. Oleh karena itu, pentingnya integritas serta pemahaman etika Islam yang baik pada sumber daya manusia akan membuat penerapan whistleblowing dapat dikatakan maksimal tanpa adanya kecurangan.

Kajian Literatur

A. Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan fraud sebagai penyalahgunaan wewenang atau jabatan seseorang dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh individu dalam/luar organisasi, atau mengambil keuntungan pribadi hingga kelompok baik secara langsung maupun tidak, melalui perbuatan yang melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian terhadap perusahaan, karyawan perusahaan atau pihak lain. Fraud sebagai bentuk penyimpangan yang disengaja pada sebuah perusahaan atau organisasi berupa korupsi, penyalahgunaan aset dan kecurangan laporan keuangan (memberikan laporan keliru terhadap pihak lain atau manipulasi). Sehingga secara umum, fraud didefinisikan sebagai suatu istilah umum mencakup segala macam cara yang digunakan dan dipilih oleh individu untuk mendapat keuntungan dengan melakukan respresentasi atau tindakan yang salah. The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat menggelompokkan kecurangan kedalam 3 (tiga) tipologi atau jenis bertindak berdasarkan perbuatan, yaitu:

1. Korupsi (Corruption)

Fraud jenis ini sering terjadi karena terdapat adanya kerjasama dengan pihak lain bahkan kecurangan ini tidak mudah terdeteksi karena adanya kerjasama tersebut untuk menikmati keuntungan dalam hal suap-menyuap dan termasuk penyalahgunaan wewenang.

2. Penyalahgunaan atas Aset (Asset Misappropriation)

Penyalahgunaan Aset adalah suatu tindakan menyalahgunakan, mencuri atau mengambil aset perusahaan ataupun aset milik pihak lain. Bentuk tindakan ini salah satu jenis kecurangan yang mudah terdeteksi karena bersifat dapat diukur (tangible) dan dapat dihitung (defined value).

3. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Fraud jenis ini meliputi bentuk kecurangan salah saji, menutupi, merekayasa atau memanipulasi penyajian laporan keuangan dengan kondisi keuangan yang sebenarnya untuk memperoleh keuntungan.

B. Whistleblowing

KomiteNasionalKebijakan Governance (KNKG) mendefinisikan pelaporan kecurangan atau pelanggaran (whistleblowing) merupakan tindakan pengungkapan perbuatan tidak etis, melawan hukum tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan pemangku kepentingan maupun organisasi. Tindakan pengungkapan dapat dilakukan oleh pegawai maupun pemimpin organisasi terhadap pemimpin organisasi atau lembaga lainnya yang memiliki wewenang untuk melakukan tindakan terhadap perbuatan pelanggaran. Secara umum, pelaporan atau pengungkapan kecurangan dilakukan secara rahasia (confidential). Pengungkapan tidak didasari atas kehendak buruk/fitnah namun harus dilakukan dengan iktikad baik dan bukan suatu keluhan pribadi atas kebijakan perusahaan tertentu. Indikator efektivitas sebagai unsur pokok untuk mencapai keefektifan whistleblowing. Dalam Pedoman Whistleblowing System yang diterbitkanolehKomiteNasionalKebijakan Governance (KNKG) terdapat 3 (tiga) aspek efektivitas yaitu, aspek struktural merupakan aspek-aspek yang berisikan elemen-elemen infrastruktur pelaporan pelanggaran, aspek operasional berkaitan dengan metode, prosedur dan mekanisme whistleblowingdan aspek pemeliharaan atau perawatan menjamin bahwa whistleblowing system atau pelaporan pelanggaran dapat dipertahankan, meningkatkan efektivitasnya serta berkelanjutan.

C. Etika Islam

Etika mendekati pada pengertian akhlak, yang berarti tingkah laku atau perilaku baik buruknya manusia (moral). Pada Konsep Ekonomi Islam Etika memiliki arti, dimana pelaku ekonomi (manusia) memiliki peranan penting untuk berperilaku menjadikan prinsip moral sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan apa yang dianjurkan dalam kerja atau bisnis. Dalam Islam Etika kerja sebagai perilaku atau sikap kepribadian yang menimbulkan keyakinan bahwa bekerja bukan hanya untuk memuliakan dirinya sendiri, melainkan sebagai manifestasi amal sholeh [15]. Oleh karena itu, bekerja didasarkan prinsip iman bukan hanya menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sebagai individu yang dapat dipercaya dan amanah. Perilaku curang dengan tegas dilarang Islam sebagaimana dalam Q.S. Al-Mutaffin, menegaskan pentingnya menanamkan etika Islam pada setiap orang bahwa Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengawasi (Ar-Raqib) atas setiap perbuatan manusia dan tidak akan luput sedikitpun. Apa yang telah dikerjakan manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perilaku tersebut. Keyakinan ini membentuk manusia untuk berhati-hati dalam berbuat dan berperilaku dengan mengingat akan pertanggungjawabannya dihari akhir kelak, hal tersebut sejalan dengan konsep pertanggungjawaban islami (Islamic Accountability).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bagan kerangka konseptual penelitian pada Gambar 1.

Figure 1. Kerangka Konseptual

Metode

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian ini bertujuan untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang akurat. Jenis penelitian kualitatif menginvestigasi isu-isu pada masyarakat, norma-norma yang ada, dan situasi khusus, seperti hubungan interpersonal, aktivitas, sikap, perspektif, proses yang berjalan serta dampak dari adanya fenomena. Penelitian ini menganalisis fenomena mengenai whistleblowing system dan etika Islam terhadap fraud sehingga dapat dikatakan penelitian kualitatif. Kemudian akan dikaji bagaimana whistleblowing dan etika Islam dapat berperan sebagai upaya pencegahan tindakan fraud.

B. Fokus Penelitian

Untuk mencegah interpretasi yang tidak diinginkan dan untuk mendapat hasil penelitian yang terfokus, maka penelitian ini menggali serta mengkaji informasi terkait dengan peran whistleblowing dan etika Islam sebagai upaya pencegahan tindakan fraud. Peran whistleblowing sebagai tindakan pengungkapan atau pelaporan yang mengacu pada pencegahan kecurangan. Kemudian etika Islam mengacu pada sikap individu ketika mengetahui dan melihat kecurangan akan melakukan pelaporan atau dapat dikatakan tindakan individu yang dilandasi dengan niat untuk terlibat dalam perilaku whistleblowing.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merujuk pada tempat dimana penelitian akan dilakukan oleh peneliti, dengan mengamati secara langsung kondisi aktual atau keadaan sesungguhnya dari objek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Umum Daerah (PERUMDA) Delta Tirta Sidoarjo. Perusahaan ini berlokasi di Jl. Pahlawan No.01, RT. 006, RW. 006, Sidokumpul, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data merujuk pada sumber darimana peneliti memperoleh informasi dan data yang diperlukan selama proses penelitian. Pada penelitian ini sumber data yang digunakan berasal dari:

a. Data primer ialah informasi dimana diperoleh langsung oleh peneliti dari subjek penelitian. Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui interaksi langsung dengan subjek penelitian atau wawancara dengan key informan PERUMDA yaitu direktur keuangan, kepala bagian keuangan, kepala sub-bagian perencanaan dan penganggaran, kepala sub-bagian pengadaan dan pemeliharaan aset, kepala sub-bagian akuntansi dan pembukuan PERUMDA Delta Tirta Sidoarjo.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah serangkaian proses sistematis digunakan untuk mengumpulkan dan mendapat data yang diperlukan. Penggunaan teknik pengumpulan data pada penelitian ini yakni:

a. Observasi, adalah mengumpulkan informasi melalui pengamatan langsung mengenai objek yang sedang diteliti hal ini dilakukan untuk mengetahui situasi, mendapat pemahaman mengenai fenomena yang sedang diamati serta memperoleh data sebenarnya.

b. Dokumentasi, adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari atau memeriksa sumber-sumber tertulis seperti buku literatur, jurnal ilmiah, pedoman pelaporan dan penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah serta topik penelitian. Dalam proses penelitian, alat ukur penelitian menggunakan dokumen yang akan diolah dimana relevan dengan tujuan penelitian.

F . Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang telah diambil dari penelitian sehingga sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi data sebagai proses memantapkan tingkat kepercayaan (kreadibilitas/validitas) dan konsistensi (realibilitas) serta sebagai alat bantu analisis. Triangulasi untuk memantapkan konsistensi metode silang, seperti pengamatan dan wawancara atau penggunaan metode yang sama, seperti wawancara dengan berbagai informan. Teknik triangulasi bukan mencari kebenaran tentang fenomena, tetapi meningkatkan pemahaman terhadap data dan fakta yang dimiliki.

G. Teknik Analisis

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data yakni analisis interaktif. Analisis data dilakukan secara interaktif agar tidak tertinggal mengenai situasi atau konteks suatu fenomena dalam analisis sehingga analisis dilakukan terus menerus dalam proses penelitian hingga tuntas. Selama proses pengumpulan data terdapat aktivitas analisis data meliputi data collection, data reduction, data display, dan conclusion. Saat pengumpulan data terdapat penjabaran analisis data yakni sebagai berikut:

1) Data Collection, yakni terjadi di lokasi penelitian dengan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi hal ini dilakukan pada proses pengumpulan data untuk menentukan fokus pendalaman selanjutnya diperlukan menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat.

2) Data Reduction, yakni proses memilah, seleksi, dan pemfokusan data yang kemudian diteruskan waktu pengumpulan data, sehingga sejak peneliti memfokuskan wilayah penelitian reduksi data telah dimulai

3) Data Display, yakni memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian dari rangkaian informasi. Sehingga untuk penyajian data didapatkan dari keterkaitan kegiatan serta jaringan kerja.

4) Conclusion, yakni dimana peneliti harus melakukan pengumpulan data disertai dengan mampu menangkap dan responsif di lapangan atas sesuatu yang diteliti serta membuat pola pengarahan.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Analisis

1. Whistleblowing Sebagai Upaya Pencegahan Fraud

Whistleblowing ialah tindakan pengungkapan pelanggaran yang dilakukan oleh individu baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Pengungkapan pelanggaran PERUMDA berpedoman pada pedoman whistleblowing yang dibuat oleh Komite Nasional Kebijakan Governace. Pedoman ini meliputi tata cara standar bagaimana sebuah pelaporan berlangsung. Standar efektivitas whistleblowing berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governace terbagi menjadi 3 bagian, yakni aspek struktural, aspek operasional dan aspek perawatan.

2. Aspek Struktural

Aspek struktural merupakan aspek yang berisi hal-hal dasar terciptanya pelaporan pelanggaran beserta dengan infrastrukturnya. Dalam aspek ini terdapat beberapa indikator fundamental seperti pernyataan komitmen, kebijakan perlindungan, struktur pengelolaan dan sumber daya. Pernyataan komitmen merupakan pernyataan yang dibuat oleh perusahaan sebagai perjanjian kerja bersama, disimpan dan diberikan pada bagian pelaksanaan whistleblowing. Menurut salah satu pegawai PERUMDA mengenai pernyataan komitmen whistleblowing:

ketika seorang pegawai naik jabatan atau penetapan posisi jabatan pasti diberi pakta integritas yang ditanda tangani sebagai bentuk kesepakatan pegawai .”

Dari pernyataan diatas, terdapat ketersediaan pegawai untuk berpartisipasi melaporkan pelanggaran. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil observasi dimana komitmen dibuat tersendiri melalui kesepakatan para pegawai.Dalam menghadapi adanya potensi ancaman, PERUMDA memberikan perlindungan pelapor yang menyatakan bahwa perusahaan berkomitmen melindungi pelapor pelanggaran. Kebijakan ini untuk mendorong pelaporan dan menjamin keamanan pelapor. Menurut salah satu pegawai PERUMDA terkait kebijakan pelapor:

“perlindungan pelapor diatur sesuai UU Nomor 31 Tahun 2014 perubahan atas Pasal 13 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.”

Dari pernyataan tersebut, PERUMDA menjamin keamanan dan kerahasiaan identitas seorang pelapor. Pernyataan diatas juga didukung oleh hasil observasi bahwa kebijakan pelapor mengikuti UU Nasional karena PERUMDA ialah bagian BUMD yang pengelolaannya dibawah naungan Pemerintah Daerah. Dari perlindungan pelapor juga terdapat struktur pengelolaan dan sumber daya. Struktur pengelolaan ialah kepengurusan atau kepemimpinan penyelenggara whistleblowing yang bersifat independen dan memiliki akses ke pimpinan tertinggi perusahaan. Menurut salah satu pegawai PERUMDA mengenai struktur pengelolaan dan sumber daya whistleblowing:

tim pengelola whistleblowing (dewan pengawas, direktur utama dan bidang, sekretaris dan SPI) dioptimalkan dengan tim pelaksana (Satuan Pengawas Intern atau SPI dan komite audit). T im pelaksana membantu proses pelaksanaan whistleblowing .”

Pada pernyataan diatas, struktur pengelolaan dan kecukupan kualitas sumber daya tersedia untuk melaksanakan whistleblowing. Pernyataan mengenai struktur pengelolaan dan sumber daya juga didukung oleh hasil observasi dimana struktur pengelolaan dibentuk dan disesuaikan dengan kecukupan kualitas sumber daya perusahaan. Pada pelaksanaan whistleblowing, aspek struktural menjadi elemen penting untuk mencegah segala tipologi fraud. Menurut salah satu pegawai PERUMDA mengenai aspek struktural whistleblowing atas segala jenis kecurangan:

kecurangan korupsi mengacu pada UU Nomor 28 Tahun 1999 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001 . sedangkan penyalahgunaan aset dan laporan keuangan t idak adanya penyata an komitmen yang benar-benar di khususkan untuk kecurangan tersebut karena pernyataan yang dibentuk mengarah pada segala jenis kecurangan. adapun unsur lainnya dilakukan sesuai dengan pedoman whistleblowing.”

Pernyataan pegawai mengenai aspek struktural whistleblowing terhadap segala jenis kecurangan juga didukung oleh hasil observasi dimanasetiap indikasi kecurangan hanya dilakukan dengan mengacu pada satu pernyataan komitmen dan unsur lainnya tetap dilakukan sesuai kebijakan perusahaan.Dari pernyataan pegawai dan hasil observasi menunjukkan bahwa aspek struktural whistleblowing berperan aktif mulai dari pernyataan komitmen, kebijakan perlindungan, struktur pengelolaan dan sumber daya yang menjadi faktor utama terjadinya pelaporan.

3. Aspek Operasional

Aspek operasional ialah aturan atau standar yang ditetapkan untuk mekanisme pelaksanaan dan keberlangsungan whistleblowing. Dalam aspek operasional mengatur beberapa indikator mulai dari kewajiban melapor, infrastuktur penyampaian, bukti nyata dan investigasi. Kewajiban melapor ialah bentuk kewajiban moral untuk melaporkan pelanggaran. Menurut salah satu anggota pegawai PERUMDA mengenai kewajiban melapor:

“melapo r bukan suatu kewajiban, lebih mengarah kepada hak pegawai untuk menyampaikan ketika mengetahui pelanggaran (UU 31/1999 pas al 41 dan KUHP pasal 1 butir 21) sehingga boleh melaporkan, boleh juga tidak.

Dari pernyataan tersebut, pegawai tidak diwajibkan untuk melaporkan pelanggaran ketika melihatnya. Pernyataan ini didukung oleh hasil observasi bahwa melaporkan pelanggaran ialah hak pegawai sehingga kejujuran dan tanggung jawab moral lebih ditanamkan untuk mendorong pelaporan.Disamping adanya kewajiban melapor, juga diperlukan infrastruktur penyampaian dan bukti nyata. Infrastruktur penyampaian ialah saluran khusus menyampaikan laporan pelanggaran, sedangkan bukti nyata ialah keterangan kebenaran dari suatu pelanggaran. Mengenai infrastruktur penyampaian dan bukti pelanggaran menurut salah satu pegawai PERUMDA:

penyampaian dan bukti nyata disampaikan melalui saluran yang disediakan seperti telepon, SMS, atau secara langsung . saluran ini diinformasikan ke seluruh pegawai untuk mempermudah penyampaian pelaporan .”

Menurut pernyataan diatas, infrastruktur sebagai sarana penyampaian dan bukti nyata sebagai proses tindak lanjut pelaporan. Pernyataan mengenai infrastruktur penyampaian dan bukti pelanggaran didukung oleh hasil observasi dimana infrastruktur tersedia untuk memudahkan penyampaian pelanggaran, adapun bukti yang jelas ialah untuk memastikan pelanggaran benar adanya atau tidak. Kemudian verifikasi sebagai proses analisa pelaporan yang selanjutnya dilakukan investigasi. Proses investigasi ialah mencari dan mengumpulkan bukti guna memastikan kebenaran laporan pelanggaran. Proses investigasi menurut salah satu pegawai PERUMDA:

mengumpulkan bukti pelanggaran, kemudian direksi memutuskan apakah laporan pelanggaran dilanjutkan proses investigasi atau tidak , jika tidak ditemukan bukti yang cukup maka proses investigasi akan dihentikan .”

Proses investigasi ini melibatkan Satuan Pengawas Intern (SPI) yang berpengalaman. Mengenai proses investigasi didukung oleh hasil observasi dimana investigasi dilakukan sedemikian rupa untuk memperoleh kesimpulan atas pelaporan, jika terdapat kasus yang serius dan sensitif perusahaan menggunakan investigator/auditor eksternal independen. Adapun optimalisasi mekanisme pelaksanaan whistleblowing bergantung pada aspek operasional whistleblowing didalam perusahaan. Menurut salah satu pegawai PERUMDA mengenai aspek operasional whistleblowing terhadap segala jenis kecurangan:

untuk korupsi dilakukan sesuai perundang-undangan yang berlaku, sedangkan kecurangan penyalahgunaan aset dan laporan keuangan belum adanya perundang-undangan yang spesifik. adapun melaporkan segala jenis kecurangan belum menjadi kewajiban hukum/ kembali kepada bagaimana kesadaran diri pegawai, sedangkan unsur aspek operasional lainnya tetap sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Pernyataan pegawai mengenai aspek operasional whistleblowing terhadap segala jenis kecurangan juga didukung oleh hasil observasi dimana aspek operasional whistleblowing atas segala bentuk kecurangan dilakukan sesuai ketentuan perusahaan, hanya saja untuk melaporkan kecurangan memang bukan kewajiban akan tetapi tetap diupayakan perusahaan untuk mendorong pelaporan pelanggaran. Dari pernyataan pegawai dan hasil observasi menunjukkan bahwa aspek operasional whistleblowing telah dilakukan PERUMDA dan berperan aktif mulai dari kewajiban melapor, infrastruktur penyampaian, bukti nyata dan investigasi yang mendukung terjadinya pelaporan meskipun pada melaporkan tidak terdapat perundang-undangan sah namun kejujuran dan tanggung jawab moral ditekankan untuk memaksimalkan pelaksanaan whistleblowing.

4. Aspek Perawatan

Aspek perawatan ialah aspek untuk menjaga keberlangsungan whistleblowing. Dalam aspek ini terdapat beberapa indikator seperti pelatihan pendidikan, komunikasi berkala dan intensif pelapor. Pelatihan dan pendidikan ialah bentuk pembekalan pengetahuan individu akan pemahaman dan perkembangan whistleblowing. Menurut salah satu anggota pegawai PERUMDA mengenai pelatihan dan pendidikan whistleblowing:

pelatihan dan pendidikan lebih mengarah pada budaya etika kejujuran dan keterbukaan, jadi kurang adanya pelatihan & pendidikan untuk memastikan setiap pegawai memahami praktik dan pelaksanaan whistleblowing.”

Selaras dengan pernyataan tersebut, pelatihan dan pendidikan hanya diterapkan melalui etika dengan prinsip keterbukaan dan kejujuran pada setiap aktivitas kinerja pegawai. Pernyataan mengenai pelatihan dan pendidikan didukung oleh hasil observasi dimana pelatihan dan pendidikan hanya dilakukan sesekali dan tidak terstruktur. Disamping itu, komunikasi berkala diperlukan agar whistleblowingberjalan efektif. Komunikasi berkala ialah bentuk penyampaian informasi penerapan whistleblowing yang dilakukan berulang dan terstruktur. Menurut salah satu pegawai PERUMDA mengenai komunikasi berkala:

k alau k omunikasi menjadi tanggung jawab manajemen puncak setiap bagian untuk melakukan komunikasi, namun jarang sekali ada komunikasi mengenai perkembangan praktik whistleblowing .”

Dari pernyataaan diatas, komunikasi saat ini tidak dilakukan secara berkala sehingga pengetahuan pegawai kurang memadai. Pernyataan ini didukung oleh hasil observasi, dimana memang kurang adanya komunikasi berkala mengenai praktik whistleblowing. Untuk mendorong pengungkapan, dalam pedoman whistleblowing terdapat intensif atau reward kepada pelapor. Intensif pelapor ialah pemberian penghargaan pelapor atas pengungkapan pelanggaran yang dilakukan. Intensif pelapor menurut salah satu pegawai PERUMDA:

kalau pemberian intensif sepertinya belum ada, karena belum ada peraturan nasional juga mengenai intensif.

Pernyataan pegawai mengenai intensif pelapor juga didukung hasil observasi dimanabelum pernah melihat adanya pemberian intensif bagi pelapor pelanggaran.Aspek perawatan ini mendorong terjadinya pengungkapan kecurangan agar pelaporan pelanggaran dapat dipertahankan dan berkelanjutan. Menurut salah satu pegawai PERUMDA mengenai aspek perawatan whistleblowing atas segala jenis kecurangan:

“aspek perawatan whistleblowing untuk segala jenis kecurangan dilakukan melalui sosialisasi dan komunikasi kepada pegawai tetapi tidak berkala (hanya sesekali), sedangkan reward belum terdapat kebijakan dari perusahaan.”

Adapun pernyataan pegawai mengenai aspek perawatan whistleblowing terhadap segala jenis kecurangan juga didukung oleh hasil observasi bahwa aspek perawatan kurang adanya pelatihan, pendidikan, komunikasi yang lebih spesifik untuk segala bentuk kecurangan, sedangkan reward belum adanya kebijakan yang pasti dari perusahaan. Dari hasil pernyataan dan observasi aspek perawatan whistleblowing yang meliputi unsur pelatihan, pendidikan, komunikasi berkala dan intensif pelapor menunjukkan bahwa aspek perawatan whistleblowing berperan pasif mulai dari karena tidak dilakukan secara berkala dan terstruktur serta belum adanya keputusan mengenai intensif pelapor.

5. Etika Islam Sebagai Upaya Pencegahan Fraud

Etika mendekati pengertian akhlak atau moral (moralitas), yang berarti nilai-nilai baik-buruk tindakan manusia. Etika sendiri dibentuk oleh kebiasaan dan budaya yang diyakini. Dalam etika terdapat lima indikator efektivitas yang terdiri dari niat, kejujuran, disiplin, kerja keras dan bersikap tanggung jawab. Niat adalah suatu keinginan atau tekad mengerjakan segala sesuatu untuk ibadah. Terkait niat menurut salah satu pegawai PERUMDA:

disin i ditekankan memiliki niat ikhlas bekerja dan meyakini bekerja sebagai bentuk ibadah agar selalu berupaya melakukan yang terbaik dalam pekerjaan masing-masing .”

Sesuai dengan mayoritas pegawai yang beragama Islam, pimpinan PERUMDA mengupayakan kepada pegawai untuk memiliki niat ikhlas dan rasa takut ketika melakukan perbuatan yang tidak seharusmya seperti manipulasi maupun rekayasa data yang menjadi bagian dari kecurangan. Pernyataan mengenai niat juga didukung oleh hasil observasi dimana manajemen puncak berupaya melalui sosialisasi berkala untuk menanamkan niat ikhlas pada diri pegawai. Disamping adanya niat ikhlas juga diperlukan kejujuran dalam diri pegawai untuk mendorong keterbukaan ketika terdapat sebuah kecurangan. Kejujuran ialah bentuk keterbukaan antara perilaku dan tindakan yang sebenarnya. Kejujuran menurut salah satu pegawai PERUMDA:

dimana setiap pegawai/ individu yang memiliki jiwa jujur dalam dirinya, maka akan berpihak pada kebenaran dan ber sikap moral untuk mengungkap ketidakbenaran.”

Dari pernyataan diatas, pentingnya manajemen puncak untuk senantiasa melakukan komunikasi kepada pegawai agar berperilaku jujur dan mendorong transparasi kinerja pegawai dalam melakukan aktivitas kinerjanya. Adapun pernyataan pegawai mengenai kejujuran juga didukung oleh hasil observasi sesuai dengan etika Islam, pegawai PERUMDA ditanamkan untuk memiliki sikap jujur pada kinerjanya dalam kondisi, situasi dan permasalahan apapun. Untuk meningkatkan kinerja para pegawai, PERUMDA juga mengutamakan sikap disiplin dan berupaya menanamkan budaya disiplin. Disiplin ialah sikap taat dan patuh terhadap nilai-nilai etika didalam perusahaan. Menurut salah satu pegawai anggota PERUMDA mengenai sikap disiplin:

“PERUMDA mene kan kedisiplinan dengan semboyan yang dimiliki . sikap disiplin mampu mengendalikan diri pegawai untuk tetap taat walaupun pada situasi yang menekan .”

Pribadi pegawai yang memiliki sikap disiplin akan merasa berhati-hati melakukan pekerjaannya sehingga mampu meminimalisir adanya kekeliruan dan kecurangan. Secara tidak langsung sikap disiplin menjadi pengendali karena setiap individu memahami akan kewajiban kinerjanya. Pernyataan pegawai mengenai sikap disiplin juga didukung oleh hasil observasi dimana manajemen puncak senatiasa memberi pengawasan untuk kedisiplinan kinerja pegawai.Dalam memenuhi kinerja perusahaan, manjemen puncak melakukan sosialisasi kepada pegawai agar senantiasa bekerja keras. Kerja keras ialah bentuk usaha menyelesaikan tugas dan kewajiban dengan sungguh-sungguh. Sikap kerja keras menurut salah satu pegawai PERUMDA:

“setiap direktur bagian dan sub-bagian PERUMDA ber kewajiban untuk melakukan komunikasi kepada pegawai dibawahnya agar selalu bekerja keras, sungguh-sungguh dan berorientasi kedepan pada kinerjanya.”

Setiap pribadi/ individu yang bersikap bekerja keras akan memiliki semangat etos kerja dalam dirinya. Kesadaran untuk bekerja keras dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab pegawai untuk senantiasa memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Adapun pernyataan pegawai mengenai kerja keras juga didukung oleh hasil observasi dimana setiap pegawai dituntut agar senantiasa bekerja keras dalam menyelesaikan pekerjaannya.Adapun sikap kerja keras akan diikuti oleh sikap tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan bentuk tindakan seseorang menerima suatu pekerjaan sebagai amanah bersungguh-sungguh menyelesaikannya dengan cara-cara yang baik dan tidak menghalalkan segala cara (melalui kecurangan) untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Sikap tanggung jawab menurut salah satu pegawai PERUMDA:

“pegawai yang memiliki kesadaran akan sikap tanggung jawab, maka secara tidak langsung akan memberikan dedikasi kinerja terbaiknya untuk perusahaan, karena menganggap pekerjaannya sebagai amanah.”

Adapun sikap tanggung jawab untuk menghindari kecurangan berasal dari sikap tanggung jawab yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Untuk mendukung pernyataan pegawai mengenai kerja keras terdapat hasil observasi manajemen puncak menuntut individu pegawai agar memiliki sikap tanggung jawab dalam memenuhi kinerjanya. Dari pernyataan pegawai dan hasil observasi unsur etika Islam menunjukkan berperan aktif, dimana pentingnya pemahaman dan kesadaran etika untuk membentuk perilaku kinerja positif. Individu yang memiliki etika kerja Islam tinggi, akan memiliki akhlak yang baik untuk berpatisipasi dan terlibat dalam pekerjaan dengan cara yang baik pula. Penerapan etika Islam dapat memberikan dampak signifikan terhadap pencegahan kecurangan melalui pemahaman dari nilai-nilai yang ada dalam etika tersebut.

B. Pembahasan

1. Peran Whistleblowing Sebagai Upaya Pencegahan Tindakan Fraud

Whistleblowing merupakan tindakan pengungkapan pelanggaran yang dilakukan oleh individu baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Adanya mekanisme whistleblowing, agar para pegawai berpikir dua kali sebelum melakukan pelanggaran karena terdapat risiko pengungkapan. Dalam penelitian ini, PERUMDA menerapkan whistleblowing dengan tujuan untuk mempermudah manajemen perusahaan melakukan pengawasan internal. Melalui penerapanini, kecurangan dapat dideteksi dan dicegah lebih efektif.

Pencegahan dilakukan melalui pemahaman praktik whistleblowing berdasarkan Pedoman Komite Nasional Kebijakan Governance untuk meminimalisir kecurangan agar tidak merambah ke aspek-aspek lainnya, karena jika terjadi kecurangan pada PERUMDA secara tidak langsung akan merugikan daerah. Dalam pedoman tersebut, efektivitas pelaksanaan whistleblowing dibagi menjadi tiga bagian utama, yakni aspek struktural, aspek operasional, dan aspek perawatan.

Hasil penelitian pada aspek struktural whistleblowing, yang meliputi pernyataan komitmen, kebijakan perlindungan, struktur pengelolaan, dan sumber daya, menunjukkan bahwa unsur-unsur ini berperan aktif mendorong terciptanya pelaporan. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi dimana setiap pegawai baru akan menandatangani pakta integritas sehinggaketika naik jabatan atau penetapan posisi jabatan pasti ada pakta integritas yang ditanda tangani sebagai bentuk kesepakatan pegawai. Kesepakatan ini bentuk berkomitmen perusahaan menerapkan prinsip tata kelola yang baik melalui Pedoman Perilaku (Code of Conduct) sebagai acuan pelaksanaan whistleblowing dan dasar hukum untuk meminimalisir tindakan kecurangan. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa Pedoman Perilaku Etika mendukung terciptanya kinerja profesional bebas dari kecurangan dan dapat meningkatkan citra perusahaan [16]. Selain pernyataan komitmen, pentingnya kebijakan perlindungan untuk menjamin keamanan pelapor dari ancaman. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi bahwa perlindungan pelapor PERUMDA mengikuti UU Nasional karena dibawah naungan Pemerintah Daerah sehingga perlindungannya sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2014 perubahan Pasal 13 No. 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa peran whistleblowing sebagai mekanisme pencegahan fraud yang efektif memerlukan komitmen perusahaan dalam melindungi pelapor [17]. Kebijakan ini mendorong pegawai agar tidak merasa takut melaporkan pelanggaran, karena PERUMDA telah menjamin keamanan mereka. Namun, penelitian lain menunjukkan hasil berbeda, dimana whistleblowing tidak berpengaruh signifikan sebagai pencegahan fraud [18]. Hal ini diduga karena belum ada perlindungan terhadap pelapor serta kekhawatiran pegawai untuk berurusan dengan hukum terkait pelaporan fraud [18]. Mengingat whistleblowing merupakan bagian dari pengendalian kecurangan sehingga menjadi tanggung jawab kepemimpinan perusahaan untuk melakukan pengawasan. Penelitian sebelumnya menyatakan whistleblowing bukan hanya sarana pelaporan, tetapi juga bentuk pengawasan organisasi [19]. Hasil wawancara juga diperoleh informasi bahwa pengelolaan dan sumber daya PERUMDA sudah maksimal mulai dari struktur pengelola yang dipegang langsung oleh direktur dan dewan pengawas. Untuk struktur pengelolaan ini dioptimalkanoleh tim pelaksanayang berpengalaman, seperti SPI (Satuan Pengawas Intern) dan Komite Audit.

Adapun hasil penelitian pada aspek operasional whistleblowing, yang meliputi kewajiban melapor, infrastruktur penyampaian, bukti nyata, dan investigasi, berperan aktif dalam mekanisme pelaksanaan whistleblowing. Meskipun tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan pelaporan, sehingga melapor bukan suatu kewajiban, melainkan mengarah kepada hak pegawai untuk penyampaikan. Namun kesadaran melalui kejujuran dan keterbukaan menjadi penekanan utama dalam menyampaikan pelanggaran. Hal ini secara tidak langsung dapat meminimalisir kecurangan dan menumbuhkan prinsip kerja bersih bebas dari kecurangan. Penelitian sebelumnya mendukung pandangan ini, dengan menunjukkan bahwa whistleblowing dapat membangun budaya kerja yang mengutamakan kejujuran dan keterbukaan, sehingga meminimalisir kecurangan didalam perusahaan [17]. Disisi lain, tersedianya infrastruktur juga untuk mempermudah penyampaian laporan pelanggaran kepada tim pengelola. Hasil wawancara diperoleh informasi bahwa penyampaian dapat dilakukan melalui saluran khusus PERUMDA, seperti telepon, SMS, atau secara langsung. Penelitian terdahulu menekankan pentingnya aksesibilitas, dimana pegawai memiliki akses yang mudah untuk melaporkan pelanggaran melalui berbagai saluran, seperti telepon, email, atau surat [20]. Oleh karena itu, informasi mengenai saluran khusus dan penggunaannya disosialisasikan secara meluas kepada pegawai untuk mendorong pelaporan. Laporan yang masuk akan diverifikasi terlebih dahulu oleh SPI (Satuan Pengawas Intern) dan komite audit, dengan dukungan bukti yang kuat, sebelum dilanjutkan proses investigasi. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi bahwa bukti pelanggaran akan diberikan dan diputuskan oleh direksi. Direksi memutuskan apakah laporan pelanggaran dilanjutkan proses investigasi atau tidak, jika tidak cukup bukti maka proses investigasi akan dihentikan. Proses ini bertujuan untuk menarik kesimpulan apakah laporan pelanggaran benar adanya atau tidak. Penelitian sebelumnya juga menyatakan, pentingnya tindaklanjut dan tindakan solutif pada pelaporan pelanggaran agar pelapor merasa didukung untuk melanjutkan laporannya. Hal ini mencerminkan manfaat dari pelaksanaan whistleblowing yang efektif [20].

Sedangkan hasil penelitian pada aspek perawatan whistleblowing, seperti pelatihan, pendidikan, dan komunikasi berkala, menunjukkan bahwa pelapor cenderung berperan pasif dalam menjaga keberlangsungan whistleblowing. Hal ini dikarenakan pelatihan dan pendidikan whistleblowing belum dilaksanakan secara terstruktur. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa kurangnya pelatihan dan pendidikan untuk memahami praktik whistleblowing. Adapun pelatihan dan pendidikan ini hanya dilakukan melalui sosialisasi etika keterbukaan dan kejujuran. Oleh karena itu, whistleblowing sebagai mekanisme pencegahan fraud memerlukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan agar setiap individu pegawai memiliki pengetahuan serta pemahaman atas perkembangan praktik whistleblowing. Berdasarkan wawancara juga diperoleh informasi bahwa saat ini, komunikasi terkait whistleblowing PERUMDA hanya dilakukan beberapa kali dan tidak secara berkala. Meskipun komunikasi mengenai whistleblowing menjadi tanggung jawab manajemen puncak namun komunikasi ini jarang dilakukan. Sehingga pengetahuan pegawai untuk menjaga keberlangsungan whistleblowing menjadi kurang memadai. Penelitian terdahulu juga menyatakan dimana salah satu penyebab kegagalan whistleblowing dalam mendeteksi fraud adalah rendahnya kesadaran pegawai, yang diakibatkan oleh komunikasi whistleblowing yang kurang efektif [20]. Pada pedoman whistleblowing juga terdapat insentif pelapor sebagai daya tarik untuk mengungkap pelanggaran. Namun berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa belum ada keputusan pasti mengenai pemberian intensif pada PERUMDA. Hal ini dikarenakan pada peraturan nasional belum terdapat peraturan yang mengatur pemberian insentif. Sehingga, PERUMDA juga belum memiliki kebijakan pasti terkait pemberian insentif bagi pelapor.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap ketiga aspek whistleblowing, menujukkan bahwa PERUMDA telah mengambil langkah positif untuk mencegah tindakan fraud melalui penerapan whistleblowing. Secara keseluruhan, pelaksanaan whistleblowing PERUMDA hampir memenuhi seluruh aspek yang tercantum pada Pedoman Pelaporan Pelanggaran yang dirumuskan oleh Komite Nasional Kebijakan Governace. Aspek struktural dan operasional, keduanya berperan aktif dalam pengelolaan whistleblowing. Namun pada aspek perawatan, masih berperan pasif akibat kurangnya pelatihan dan pendidikan, komunikasi berkala, serta keputusan mengenai pemberian intensif pelapor. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi dan perbaikan pada aspek perawatan whistleblowing. Penelitian sebelumnya juga menyatakan, agar whistleblowing dapat menjadi mekanisme efektif dalam pencegahan fraud diperlukan evaluasi dan perbaikan sistem yang berkelanjutan [17]. Jika ketiga aspek whistleblowing (aspek struktural, aspek operasional, dan aspek perawatan) berperan aktif, maka whistleblowing sebagai pencegahan fraud juga akan semakin efektif. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penerapan whistleblowing berdampak positif dalam pencegahan fraud. Semakin tinggi tingkat penerapan whistleblowing, semakin baik pula pencegahan terhadap fraud [21] [19].

2. Peran Etika Islam Sebagai Upaya Pencegahan Tindakan Fraud

Etika mendekati pengertian akhlak, yang berarti nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral). Dalam pandangan Islam, fraud merupakan tindakan tidak etis dan bertentangan dengan nilai-nilai etika yang diajarkan oleh setiap agama. Hal ini karena fraud menimbulkan kerugian dan mengancam keberlangsungan perusahaan. Peran etika Islam sebagai upaya pencegahan fraud berhubungan dengan konsep akhlak yang mencakup nilai-nilai moral terkait baik dan buruk. Dalam suatu perusahaan, etika dibentuk dari budaya, kebiasaan, serta sistem nilai yang diyakini.

Pembentukan integritas pegawai dimulai dari lingkungan kerja yang kondusif, serta budaya perusahaan yang selaras dengan prinsip dan nilai-nilai moral agama. Pada penelitian ini, PERUMDA menerapkan etika Islam melalui budaya kerja pada setiap bagian dan sub-bagian perusahaan. Hal ini bertujuan agar seluruh pegawai berperilaku sesuai dengan ajaran agama dan menjunjung tinggi moral dalam melakukan aktivitas kinerjanya. Selain itu, penerapan etika diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan pegawai bahwa etika Islam sangat penting mencegah kecurangan dalam aktivitas kerja mereka.

Berdasarkan hasil penelitian, unsur etika kerja Islam yang mencakup niat, kejujuran, disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab mampu berperan aktif dalam pencegahan kecurangan. Etika islam secara tidak langsung juga termuat dalam penerapan whistleblowing. Dimana unsur niat terdapat pada aspek struktural whistleblowing melalui adanya pernyataan komitmen atau pakta integritas sebagai bentuk niat kesepakatan yang ditanda tangani seluruh pegawai PERUMDA. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi bahwa jika seorang pegawai memiliki niat ikhlas, akan senantiasa melakukan yang terbaik untuk menghindari kecurangan dalam aktivitas kinerjanya. Niat ikhlas ini mendorong pegawai untuk melakukan yang terbaik dalam aktivitas kinerjanya, karenakinerja pegawai tidak hanya mempengaruhi hasil pekerjaan individu, tetapi juga keberlangsungan perusahaan secara keseluruhan. Pemahaman terhadap unsur niat dalam etika Islam dapat dijadikan sebagai alat mencegah tindakan fraud. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa etika kerja Islam dapat menurunkan niat seseorang untuk melakukan internal fraud[22].

Berdasarkan hasil penelitian, unsur etika kerja Islam yang mencakup niat, kejujuran, disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab mampu berperan aktif dalam pencegahan kecurangan. Etika islam secara tidak langsung juga termuat dalam penerapan whistleblowing. Dimana unsur niat terdapat pada aspek struktural whistleblowing melalui adanya pernyataan komitmen atau pakta integritas sebagai bentuk niat kesepakatan yang ditanda tangani seluruh pegawai PERUMDA. Berdasarkan wawancara diperoleh informasi bahwa jika seorang pegawai memiliki niat ikhlas, akan senantiasa melakukan yang terbaik untuk menghindari kecurangan dalam aktivitas kinerjanya. Niat ikhlas ini mendorong pegawai untuk melakukan yang terbaik dalam aktivitas kinerjanya, karenakinerja pegawai tidak hanya mempengaruhi hasil pekerjaan individu, tetapi juga keberlangsungan perusahaan secara keseluruhan. Pemahaman terhadap unsur niat dalam etika Islam dapat dijadikan sebagai alat mencegah tindakan fraud. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa etika kerja Islam dapat menurunkan niat seseorang untuk melakukan internal fraud[22].

Disisi lain untuk memenuhi kinerja perusahaan, diperlukan sikap kerja keras agar pegawai senantiasa berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Berdasarkan wawancara, menumbuhkan sikap kerja keras menjadi kewajiban manajemen puncak agar melakukan komunikasi kepada pegawai. Setiap direktur bagian berkewajiban melakukan komunikasi dengan pegawai dibawahnya agar senantiasa menanamkan sikap kerja keras. Adanya sikap ini, pegawai akan merasa dituntut menyelesaikan pekerjaannya dengan cara-cara yang benar dan tidak menyalahi aturan perusahaan. Sikap kerja keras juga akan diikuti oleh sikap tanggung jawab. Sikap ini bentuk tindakan menerima suatu pekerjaan sebagai amanah sehingga bersungguh-sungguh menyelesaikannya dan tidak menghalalkan segala cara melalui kecurangan untuk menyelesaikan pekerjaan maupun memperoleh keuntungan. Kesadaran sikap tanggung jawab secara tidak langsung akan memberikan dedikasi kinerja terbaik bagi perusahaan. Adapun sikap tanggung jawab untuk menghindari kecurangan juga berasal dari sikap tanggung jawab yang dimiliki oleh individu itu sendiri.

Pemahaman nilai-nilai etika Islam dapat mengurangi terjadinya kecurangan didalam perusahaan. Semakin dalam pemahaman individu terhadap ajaran agama, semakin rendah kecenderungan mereka untuk melakukan kecurangan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa peran etika Islam berdampak positif dan signifikan dalam mencegah terjadinya kecurangan [23]. Ketika moralitas pegawai selaras dengan etika Islam dan diterapkan secara konsisten, hal ini dapat menjadi mekanisme efektif untuk mencegah dan meminimalisir adanya kecurangan. Penerapan etika Islam tidak hanya berperan sebagai pedoman moral, tetapi juga sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, menujukkan bahwa PERUMDA telah mengambil langkah positif untuk mencegah tindakan fraud melalui penerapan etika Islam pada setiap individu pegawai. Sehingga ketika seorang pegawai menerapkan nilai-nilai etika didalam lingkungan kerja, mereka cenderung akan menolak perilaku yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip etika tersebut. Meskipun penerapan etika tidak memberikan hasil secara langsung serta membutuhkan waktu adaptasi agar tertanam dalam diri pegawai, tetapi ketika nilai etika mampu diterapkan dengan baik akan membentuk kinerja yang baik dan berkelanjutan.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperlukan kepedulian berbagai pihak untuk sadar dan peduli terhadap potensi tindakan fraud dalam lingkungan kerja. Pentingnya pemahaman praktik whistleblowing untuk mencegah dan meminimalisir kecurangan. Seiring dengan perkembangannya, whistleblowing membutuhkan perlindungan yang didukung oleh peraturan perundang-undangan yang sah. Penguatan ini untuk meningkatkan efektivitas peran whistleblowing dalam implementasi dan penggunaannya. Sebagai langkah pencegahan fraud, whistleblowing juga memerlukan evaluasi dan perbaikan agar tetap berkelanjutan. Sebagai perusahaan daerah dengan mayoritas pegawai beragama Islam, PERUMDA senantiasa mengintegrasikan nilai-nilai keislaman. Manajemen puncak menyelesaikan permasalahan dengan menerapkan, menyuarakan, dan mencontohkan nilai-nilai positif etika Islam kepada seluruh pegawai yang terlibat didalam perusahaan. Pada dasarnya whistleblowing merupakan kewajiban memerintahkan kebaikan dan mencegah kejahatan sesuai tujuan syariah Islam guna memberantas kecurangan yang dapat menimbulkan kerugian banyak pihak. Sehingga makala peran whistleblowing dan etika Islam dapat berjalan seimbang, keduanya akan semakin efektif dalam mencegah tindakan kecurangan diberbagai lingkup kinerja perusahaan.

Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh ialah PERUMDA Delta Tirta hendaknya melakukan evaluasi berkelanjutan terkait pelaksanaan whistleblowingagar meningkatkan pencegahan kecurangan pada pengelolaan keuangan daerah. Manajemen puncak harus membimbing pegawai menerapkan konsep whistleblowing dan etika Islam dalam setiap aktivitas kinerjanya serta memberikan motivasi pegawai agar memiliki keberanian mengungkap kecurangan jika terjadi pada perusahaan. Peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi kemungkinan adanya indikator lain yang dapat menurunkan pencegahan fraud serta memperluas objek dan subjek penelitian agar memperoleh hasil penelitian dengan tingkat generalisasi yang lebih tinggi.

Keterbatasan

Penelitian ini juga memiliki keterbatasan diantaranya pada narasumber atau key informan yang menolak untuk melakukan wawancara dan menolak untuk menjawab pertanyaan wawancara karena tidak begitu paham dengan mekanisme whistleblowing. Topik yang sensitif menyebabkan informasi sukar diperoleh dari narasumber ketika wawancara sehingga harus menyesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Informasi juga diperoleh hanya melalui subjek internal perusahaan sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat menambah subjek melalui pihak eksternal atau tidak hanya berada didalam PERUMDA Delta Tirta.

Ucapan Terimakasih

Untuk proses yang cukup menguras waktu dan pikiran dalam menyelesaikan penelitian ini tidak lepas dari segala usaha, doa serta dukungan dari banyak pihak. Terima kasih ditujukan kepada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Fakultas Bisnis Hukum dan Ilmu Sosial, Program Studi Akuntansi sebagai tempat peneliti menimba ilmu. Tidak lupa juga terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan hingga dapat terselesaikannya penelitian ini dengan baik.

http://ejournalfia.ub.ac.id/index.php/jiap

[25]Z. P. Fauziyah, B. Prabawani, and R. S. Dewi, “Analisa Penerapan Whistleblowing System pada PT TASPEN,” J. Ilmu Adm. Bisnis, vol. 10, no. 1, pp. 929–944, 2021, doi: 10.14710/jiab.2021.30055.

[26]S. M. Salsabil, I. Utami, and A. N. S. Hapsari, “Fraud Dan Whistleblowing: Tinjauan Pengelolaan Dana Organisasi Kemahasiswaan,” J. Akunt. Bisnis, vol. 12, no. 1, pp. 64–76, 2019, doi: 10.30813/jab.v12i1.1510.

References

[1] E. Sudarmanto and C. K. Utami, "Pencegahan Fraud Dengan Pengendalian Internal Dalam Perspektif Alquran," J. Ilmiah Ekonomi Islam, vol. 7, no. 1, pp. 195-204, 2021, doi: 10.29040/jiei.v7i1.1593.

[2] B. Marciano, A. Syam, Suyanto, and N. Ahmar, "Whistleblowing System dan Pencegahan Fraud: Sebuah Tinjauan Literatur," J. Akuntansi Berkelanjutan Indonesia, vol. 4, no. 3, pp. 313–324, 2021.

[3] N. Husnawati, L. Handajani, and M. Irwan, "Accounting Fraud: Determinant, Moderation of Internal Control System and the Implication to Financial Accountability," in Int. Conf. Call Pap., no. 60, pp. 311–335, 2017.

[4] I. G. A. K. Wardana, E. Sujana, and M. A. Wahyuni, "Pengaruh Pengendalian Internal, Whistleblowing System, dan Moralitas Aparat terhadap Pencegahan Fraud pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng," S1 Akuntansi Univ. Pendidikan Ganesha, vol. 8, no. 2, pp. 1–10, 2017.

[5] Association of Certified Fraud Examiners Indonesia, "Survei Fraud Indonesia 2019," Indonesia Chapter #111, vol. 53, no. 9, pp. 1–76, 2019.

[6] A. F. Christyawan and A. N. S. Hapsari, "Whistleblowing dan Alasan Mahasiswa Melakukannya," J. Econ. Business Account., vol. 5, no. 1, pp. 423–440, 2021, doi: 10.31539/costing.v5i1.2243.

[7] A. Veronika, M. H. Ainulyaqin, and A. Panggabean, "Whistleblowing dalam Perspektif Islam," J. Islamic Econ. Dev. Innov., vol. 2, no. 2, pp. 74–82, 2023.

[8] O. L. Pramudyastuti, U. Rani, A. P. Nugraheni, and G. F. A. Susilo, "Pengaruh Penerapan Whistleblowing System terhadap Tindak Kecurangan dengan Independensi sebagai Moderator," J. Ilmiah Akuntansi, vol. 6, no. 1, pp. 115–127, 2021, doi: 10.23887/jia.v6i1.32335.

[9] Syarifudin, "Korupsi Dana BOS, Mantan Kepsek dan Bendahara di Bima Ditahan," Kompas Regional, Mar. 22, 2019.

[10] P. P. Dewi, N. P. E. Suwantari, and I. P. D. Pradhana, "Faktor-Faktor Pencegahan Fraud pada Lembaga Perbankan," E-Jurnal Akuntansi, vol. 31, no. 6, pp. 1592–1605, 2021, doi: 10.24843/eja.2021.v31.i06.p19.

[11] N. N. Lasmini, "Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP) Whistleblowing System," Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2008.

[12] I. Puspitosari, "Whistleblowing Intention Sebagai Bagian Dari Etika Islam Ditinjau Dari Intensitas Moral, Orientasi Etika Relativisme dan Religiusitas," J. Iqtisaduna, vol. 5, no. 2, pp. 139–156, 2019, doi: 10.24252/iqtisaduna.v5i2.10701.

[13] N. Alfian, "Nilai-Nilai Islam Dalam Upaya Pencegahan Fraud," J. Akuntansi dan Investasi, vol. 1, no. 2, pp. 205–218, 2016.

[14] M. Malik, "Whistleblowing as Islamic Imperative: An Epistemological Approach in Empowering Muslim Civil Society Towards Good Governance," Int. J. Soc. Policy Soc., pp. 100–108, 2018. [Online]. Available: https://ijsps.ism.gov.my/IJSPS/article/view/131

[15] R. Muntaqo and M. K. Huda, "Etos Kerja Islam Dalam Pendidikan Islam," Paramurobi J. Pendidik. Agama Islam, vol. 1, no. 1, pp. 61–70, 2018, doi: 10.32699/paramurobi.v1i1.178.

[16] S. Dwiputrianti, "Key Success Factors for Implementation Code of Conducts and Ethics in Indonesian Public Sector," Adv. Econ. Bus. Manag. Res., vol. 122, no. IAPA, pp. 164–180, 2020, doi: 10.2991/aebmr.k.200301.009.

[17] E. S. Wahyuni and T. Nova, "Analisis Whistleblowing System dan Kompetensi Aparatur Terhadap Pencegahan Fraud (Studi Empiris Pada Satuan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bengkalis)," Inovbiz J. Inov. Bisnis, vol. 6, no. 2, pp. 189–202, 2018, doi: 10.35314/inovbiz.v6i2.867.

[18] I. K. Sujana, I. M. S. Suardikha, and P. S. P. Laksmi, "Whistleblowing System, Competence, Morality, and Internal Control System Against Fraud Prevention on Village Financial Management in Denpasar," E-Jurnal Akuntansi, vol. 30, no. 11, pp. 2780–2795, 2020, doi: 10.24843/eja.2020.v30.i11.p06.

[19] L. S. I. D. Jayanti and K. A. Suardana, "Pengaruh Kompetensi SDM, Moralitas, Whistleblowing dan SPI Terhadap Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Keuangan Desa," E-Jurnal Akuntansi, vol. 29, no. 3, pp. 1117–1130, 2019, doi: 10.24843/eja.2019.v29.i03.p16.

[20] W. S. Albrecht, C. O. Albrecht, C. C. Albrecht, and M. F. Zimbelman, Fraud Examination. Boston, MA: Cengage Learning, 2011.

[21] F. Islamiyah, A. Made, and A. R. Sari, "Pengaruh Kompetensi Aparatur Desa, Moralitas, Sistem Pengendalian Internal, dan Whistleblowing Terhadap Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Wajak," J. Ris. Mhs. Akuntansi, vol. 8, no. 1, pp. 1–13, 2020, doi: 10.21067/jrma.v8i1.4452.

[22] Hamdani, "Internal Fraud at Syariah Banking," J. Sharia Banking, vol. 1, no. 2, pp. 27–34, 2016.

[23] D. Kusumastuti, "Faktor-Faktor Kecurangan Akuntansi di Pemerintah Daerah dan Peran Etika Islam Dalam Pencegahannya," el-Jizya J. Ekonomi Islam, vol. 7, no. 1, pp. 1–20, 2019, doi: 10.24090/ej.v7i1.3445.

[24] I. W. Y. G. I. R. Natawibawa, "Theory of Reasoned Action Sebagai Prediktor Whistleblowing Intention Pengelola," J. Ilmiah Administrasi Publik, vol. 4, no. 4, pp. 310–319, 2018. [Online]. Available: http://ejournalfia.ub.ac.id/index.php/jiap

[25] Z. P. Fauziyah, B. Prabawani, and R. S. Dewi, "Analisa Penerapan Whistleblowing System pada PT TASPEN," J. Ilmu Administrasi Bisnis, vol. 10, no. 1, pp. 929–944, 2021, doi: 10.14710/jiab.2021.30055.

[26] S. M. Salsabil, I. Utami, and A. N. S. Hapsari, "Fraud dan Whistleblowing: Tinjauan Pengelolaan Dana Organisasi Kemahasiswaan," J. Akuntansi Bisnis, vol. 12, no. 1, pp. 64–76, 2019, doi: 10.30813/jab.v12i1.1510.

Published

2025-07-01

Issue

Section

Islamic Education

Categories