Developing Children’s Cooperation Skills through Traditional Bakiak Games
Mengembangkan Keterampilan Kerja Sama Anak-Anak Melalui Permainan Tradisional Bakiak
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijis.v13i2.1814Keywords:
Traditional Games, Cooperation, Early Childhood, Social Development, BakiakAbstract
Specific Background: In modern times, digital games reduce children’s opportunities to develop cooperation and gross motor skills. Gap: Few studies focus on how the traditional “bakiak” game improves children’s cooperative abilities in early childhood education. Aims: This study aims to explore how the use of bakiak games can foster cooperation skills among group B kindergarten students. Results: The findings show that participation in bakiak games increases children’s teamwork, communication, and coordination. Teachers observe significant improvement in collaborative play. Novelty: The research highlights the integration of local traditional games as effective learning tools for character development. Implications: The study implies that educators can utilize traditional games to promote socio-emotional learning in early childhood settings.
Highlights:
• Strengthening cooperation through cultural games
• Integrating traditional play in early education
• Supporting social-emotional development
Keywords: Traditional Games, Cooperation, Early Childhood, Social Development, Bakiak
Pendahuluan
Anak dengan usia 0-6 tahun yang sedang mengalami perkembangan secara pesat baik secara fisik maupun psikis disebut dengan anak usia dini . Anak usia dini sering dikaitkan dengan masa “Golden Age”, yaitu sebuah fase perkembangan yang memungkinkan anak menyerap informasi dengan sangat cepat dari lingkungannya. Pada tahap ini dimaknai dengan pesatnya tahap pertumbuhan dan perkembangan bagi anak . Usia golden age merupakan fase yang fundamental bagi perkembangan anak, karena dalam fase inilah pengembangan dan pembentukan kepribadian anak akan dibentuk. Dalam fase ini anak juga mengalami fase yang disebut dengan sensitif periode (masa kepekaan tinggi), dimana anak dengan sangat mudah dan cepatnya dalam menerima segala rangsangan yang diberikan. Pada masa tersebut akan sangat baik jika ada pendampingan yang memadai dari orang dewasa dan tenaga pendidik untuk memberikan stimulasi yang tepat agar perkembangan anak dapat mencapai tahap yang maksimal . Stimulasi dalam pembentukan karakter yang tepat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara seperti pola asuh ataupun melalui sistem pendidikan resmi seperti sekolah.
Pendidikan sendiri dapat dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran guna peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengendalian diri, kepribadian, spiritual agama, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain . Suryadi berpendapat pendidikan anak usia dini adalah jenis pendidikan yang berfokus pada pengembangan semua aspek atau membantu pertumbuhan dan pengembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan anak usia dini penting dilakukan, karena hal ini merupakan salah satu bentuk realistis pendidikan dalam membangun pertumbuhan yang unik dengan memperhatikan kebutuhan yang sesuai dengan tahap usia yang dilalui anak usia dini. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang mengatur sistem Pendidikan nasional, Pendidikan anak usia dini mencakup pelatihan dan pembinaan untuk memberikan rangsangan pendidikan kepada anak mulai dari yang baru lahir hingga berusia enam tahun, dengan tujuan agar mereka dapat membentuk pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani mereka, sehingga mereka lebih siap untuk memasuki Pendidikan formal .
Berdasarkan Permendikbud Nomor 137 tahun 2014 Pasal 1 ayat (2), Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia Dini (STPPA) yang merupakan kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan, yang mencakup aspek nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, serta seni. Kurikulum pendidikan kelompok bermain meliputi 6 aspek perkembangan, yaitu; moral dan nilai-nilai agama, sosial-emosional, bahasa, kognitif, dan fisik motorik.
Anak harus disiapkan sejak dini agar tidak mengalami kesulitan di masa mendatang, hal ini ditunjang dengan adanya pendapat dari Hurlock yang mengatakan bahwa ketika anak memasuki masa awal sekolah, kebanyakan anak mengalami ketidakseimbangan dalam menghadapi tuntutan dan harapan yang baru, seperti anak masih sulit untuk bekerjasama dengan teman-teman baru maupun guru . Menurut Pratiwi, Ardianti, dkk berpendapat kerja sama adalah suatu kemampuan yang dilakukan oleh beberapa anak untuk saling membantu satu sama lain sehingga tampak seperti mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama . Sehingga kerjasama sendiri dapat dipahami sebagai suatu proses dalam melakukan kegiatan secara bersama-sama baik itu belajar, bermain, atau menyelesaikan suatu permasalahan secara bersama dengan tujuan yang sama. Syarat terjadinya kerjasama adalah apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam aktivitas yang sama dalam menuntaskan sesuatu.
Kerjasama ini penting bagi anak karena melalui kerjasama anak dapat mengembangkan kemampuan sosial emosional yang dimilikinya, seperti belajar tentang tindakan berbagi, tolong menolong, tanggung jawab, bersikap toleransi, menekan karakter egois maupun dalam hal menyelesaikan permasalahan dalam skala kelompok . Menurut Nugraha dan Rachmawaty perkembangan sosial emosi anak ini penting untuk dikembangkan sehingga anak mampu mengelola, mengontrol emosi dan mengenali perilaku sosialnya agar anak sanggup merespon dengan baik di segala kondisi emosi maupun lingkungan sosial yang ada di hadapannya . Kerjasama juga penting untuk mengatasi permasalahan sosial yang berfokus pada anak yang cenderung menarik diri untuk bermain bersama teman-temannya, tidak mau berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman yang lain, suka mengganggu anak lain dan cenderung agresif . Adapun indikator kerjasama meliputi : 1) setiap anak mau bergabung serta berinteraksi bersama dengan anggota kelompoknya, 2) menunjukan sisi tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, 3) saling menolong dan membantu dalam kelompok .
Proses membangun stimulus tersebut tidak luput tenaga pendidik sangat dibutuhkan. Pendidik atau yang lebih akrab dengan sebutan guru memiliki peran sebagai fasilitator dan motivator dalam mengenali segala potensi anak. Para guru juga secara langsung bertanggung jawab dalam mempersiapkan kondisi anak dari berbagai aspek seperti moral, agama, akademik, dan perilaku yang baik guna kesiapan anak didik dalam mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya . Dalam upaya membangun stimulus tersebut para guru melakukannya dengan metode bermain. Selain menjadi tombak pendidikan guru disini juga memegang peranan dalam hal pelestarian budaya . Sukadiyanto berpendapat bahwa permainan adalah miniatur kehidupan, yang memiliki arti bahwa anak-anak dapat melakukan sosialisasi dan interaksi secara langsung tanpa adanya pembatas layaknya sebuah kehidupan .
Sayangnya bermain yang merupakan wadah sosialisasi secara langsung ini lambat laun mulai tergerus karena adanya badai perkembangan teknologi yang tidak dapat dihindari. Salah satu penyebab lunturnya keasikan dalam hal bermain bersama terutama permainan tradisional tidak lain karena perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga anak-anak lebih memilih untuk bermain menggunakan smartphone . Kenyataan kondisi ini juga tercermin di Tk Islam Al-Ikhsan Lebo dalam penerapan pembelajaran yang berbasis aktivitas yang menyenangkan mendapati berbagai tantangan, salah satunya adalah kondisi kerjasama yang kurang baik pada beberapa anak. Dari total 24 anak yang ada di kelas B TK Islam Al-Ikhsan sebanyak 14 anak terpantau kurang memiliki kemampuan kerjasama yang baik, hal ini tercermin dari berbagai tindakan mereka saat di kelas ataupun saat melakukan pembelajaran di luar kelas seperti kurang dapatnya berkordinasi dengan teman sebaya dalam menyelesaikan game, seringkali bertindak semaunya dan kurang berinteraksi serta berdiskusi dengan teman sekelompoknya saat sedang menyelesaikan tugas yang diberikan, maupun adanya kondisi kurang kompak dimana anak-anak cenderung hanya mau berpasangan kelompok dengan beberapa teman pilihannya saja. Penyebab permasalahan tersebut cukup beragam seperti malu dalam mengungkapkan pendapat karena takut akan salah, rasa kurang percaya diri yang rendah, dan juga takut mencoba untuk bergaul dengan lingkungan yang baru.
Permasalahan yang terjadi di TK Islam Al-Ikhsan ini dapat diselesaikan dengan cara guru secara terus-menerus melakukan stimulasi melalui kegiatan yang menyenangkan sekaligus dapat mengasah kerjasama anak, salah satunya adalah dengan mengenalkan permainan tradisional. Guru sebagai pendidik terus-menerus melakukan perkenalan terhadap mainan tradisional, selain karena keinginan untuk melestarikan budaya, permainan tradisional juga diyakini memiliki banyak manfaat salah satunya adalah menumbuhkan aspek kerjasama yang mendalam di kalangan anak. Dharmamulya memaknai permainan tradisional merupakan permainan anak-anak dengan menggunakan bahan yang sederhana sesuai dengan aspek budaya dalam kehidupan masyarakat, yang memiliki tujuan untuk sarana hiburan dan alat untuk menjalin hubungan dan kenyamanan sosial . Menurut Danandjaja permainan tradisional adalah salah satu bentuk permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak yang tersebar secara lisan maupun dalam bentuk kegiatan yang bervariasi dan diwariskan secara turun-temurun . Adapun pendapat lain permainan tradisional menurut pendapat Farida adalah permainan yang dimainkan oleh anak-anak dengan alat sederhana tanpa menggunakan alat gawai atau mesin, yang mana permainan ini dipenuhi oleh nilai-nilai dan norma luhur yang sangat berguna bagi anak dalam memahami dan mencari keseimbangan dalam kehidupan . Permainan tradisional sangat cocok sebagai media pembelajaran pendidikan anak usia dini. Alasannya, permainan tradisional mengandung banyak unsur manfaat dan persiapan bagi anak menjalani kehidupan bermasyarakat .
Permainan tradisional dalam konteks yang lebih luas tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga dapat berfungsi sebagai simbol warisan pengetahuan secara turun-temurun. Banyak makna dibalik segala gerakan dan aturan dalam permainan tersebut yang seringkali terdapat fungsi dan pesan yang dapat terungkap . Banyak sekali pemaknaan kearifan lokal dalam permainan tradisional yang dapat tercermin, diantaranya bentuk perilaku seperti keberanian, ketangkasan, keterampilan, dan kelincahan gerak. Juga berdampak secara psikologis seperti berpikir strategis, feeling (naluri) yang terasah, persahabatan, kerja sama, gotong royong, kasih sayang, menghargai orang lain, sportif, kepatuhan, kesabaran, kehati-hatian, mengukur, membandingkan, menafsirkan, berfantasi, dan lain sebagainya. Seringkalinya permainan tradisional dilakukan di alam terbuka dan dilakukan dengan banyak anggota, sehingga permainan tradisional dapat menjadi media yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai kerjasama sejak dini.
Salah satu bentuk permainan tradisional yang dapat digunakan untuk media dalam meningkatkan kerjasama adalah bakiak. Permainan bakiak berasal dari Sumatera Barat, yang mana permainan ini menggunakan sejenis sandal yang terbuat dari kayu dengan pengikat tali yang terbuat dari ban bekas yang dipaku pada kedua sisinya . Permainan bakiak ini masih sering dijumpai dalam perayaan hari-hari khusus seperti perayaan hari kemerdekaan, dalam permainan tersebut dibutuhkan perhatian ekstra dalam hal kekompakan dan kerjasama dalam memainkannya. Jika salah satu tidak kompak melangkahkan kakinya, sudah dipastikan anak akan terjatuh saat berjalan . Bakiak memiliki berbagai manfaat, diantaranya : melatih kesabaran dan keseimbangan yang tinggi, melatih koordinasi anggota tubuh, melatih kerjasama yang baik antar anggota. Permainan bakiak ini bisa melatih anak untuk bekerja sama dengan teman bermainnya, ketika mereka bermain akan menyeimbangkan gerakan kaki antar kelompok .
Pendapat diatas didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Setyaningsih menunjukkan bahwa permainan bakiak secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia 5-6 tahun, yang fakta menemukan bahwa permainan bakiak mampu meningkatkan kerjasama anak dengan peningkatan skor dari 50,55% pada observasi awal menjadi 81,10% setelah intervensi . Selain itu, penelitian oleh Lestari di TKQ An-Namlu Karawang juga menunjukkan bahwa permainan bakiak memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan kerjasama anak dengan peningkatan skor pretest sebesar 36,5 menjadi 56,9 pada posttest . Temuan ini menguatkan bahwa permainan bakiak dapat menjadi metode efektif dalam meningkatkan kerjasama anak usia dini, terutama melalui interaksi kelompok dan koordinasi gerakan dalam permainan. Oleh karena itu, penerapan permainan bakiak di TK Islam Al-Ikhsan Lebo diharapkan dapat memberikan dampak serupa dalam meningkatkan keterampilan kerjasama anak-anak.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas, dan keberhasilan yang mencakup nilai-nilai kerjasama anak usia 5-6 tahun di TK islam Al-ikhsan Lebo, oleh karena itu melalui permainan tradisional bakiak ini sebagai alat untuk melatih kerjasama mereka. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi praktis bagi guru PAUD untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui permainan tradisional. Manfaat penelitian ini tidak hanya terletak pada peningkatan kerjasama anak, tetapi juga memberikan wawasan bagi guru, orang tua, dan pendidik lainnya tentang pentingnya permainan tradisional dalam pembelajaran.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK), dimana peneliti ingin mengkaji secara mendalam tentang penerapan permainan tradisional bakiak dalam meningkatkan kerjasama anak usia 5 – 6 tahun. Menurut Sri Tatminingsih penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang terencana secara sistematis melalui tindakan perbaikan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dikelas tempatnya mengajar . Tujuan dari penelitian tindakan kelas adalah memperbaiki kinerja kerjasama anak sehingga kualitas kegiatan pengembangan menjadi lebih meningkat.
Penelitian ini dilakukan di TK Islam Al-Ikhsan Lebo, Sidoarjo dengan subjek penelitian anak usia 5-6 tahun yang berjumlah 24 anak. Rangkaian penelitian dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan dalam waktu satu minggu, dengan frekuensi permainan bakiak sebanyak dua kali dalam seminggu. Dalam satu siklus terdiri dari empat tahapan utama, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Berikut adalah penjelasan rinci mengenai prosedur penelitian yang dilakukan:
Tahap 1. Perencanaan ( planning ) | |||
---|---|---|---|
Aktivitas | : | - | Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) yang memadukan permainan tradisional bakiak sebagai media pembelajaran. |
- | Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk permainan bakiak, seperti bakiak kayu dan area bermain yang aman. | ||
- | Menyusun instrumen observasi untuk mengukur tingkat kerjasama anak, seperti lembar observasi dan catatan anekdot. | ||
- | Menentukan kriteria keberhasilan tindakan, yaitu peningkatan kerjasama anak yang terlihat dari indikator : 1) Setiap anak mau bergabung serta berinteraksi bersama dengan anggota kelompoknya, 2) Menunjukan sisi tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, 3) Saling menolong dan membantu dalam kelompok. | ||
Tahap 2. Pelaksanaan ( acting ) | |||
Aktivitas | : | - | Memperkenalkan permainan tradisional bakiak kepada anak-anak. |
- | Memberikan penjelasan tentang aturan permainan dan pentingnya kerjasama dalam menyelesaikan permainan. | ||
- | Membimbing anak-anak selama permainan berlangsung, memastikan mereka memahami peran masing-masing dalam tim. | ||
- | Melakukan permainan bakiak secara berkelompok, di mana setiap kelompok terdiri dari 3 anak. | ||
Tahap 3. Pengamatan ( observing ) | |||
Aktivitas | : | - | Peneliti melakukan pengamatan terhadap perilaku kerjasama anak. Beberapa hal yang diamati meliputi: 1) Setiap anak mau bergabung serta berinteraksi bersama dengan anggota kelompoknya, 2) menunjukan sisi tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, 3) saling menolong dan membantu dalam kelompok. |
- | Data hasil pengamatan dicatat dalam lembar observasi dan catatan anekdot untuk dianalisis lebih lanjut. | ||
Tahap 4. Refleksi ( reflecting) | |||
Aktivitas | : | - | Peneliti menganalisis hasil pengamatan untuk mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi: 1) Membandingkan hasil observasi dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, 2) Mengidentifikasi kendala atau masalah yang muncul selama pelaksanaan tindakan, 3) Menyusun rencana perbaikan untuk siklus berikutnya, jika diperlukan, 4) jika hasil yang dicapai belum memenuhi kriteria keberhasilan, maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan perbaikan pada rencana tindakan. |
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan melibatkan olah data kualitatif, data kualitatif adalah data yang diperoleh dari kondisi nyata dilapangan yang dicatat secara sistematis sebagai laporan hasil observasi, yang meliputi pencatatan aspek-aspek kerjasama anak yang muncul pada saat kegiatan penelitian dilakukan. Selain observasi penelitian ini juga ditunjang dengan teknik pengumpulan data lainnya seperti wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan membandingkan perkembangan anak yang dicapai untuk mengetahui peningkatan yang telah dicapai sebelum dan sesudah intervensi diberikan, menggunakan rumus untuk mencari persentase menurut Haryadi [17] sebagai berikut :
Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Subjek
Keberhasilan penelitian ini ditentukan berdasarkan capaian kerjasama anak usia dini pada kelompok B di TK Islam Al-Ikhsan, melalui pembelajaran permainan tradisional bakiak dengan target skor minimal 80%.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan pada tahun ajaran 2024–2025 di TK Islam Al-Ikhsan Lebo, yang beralamat di Jl. Sumatra No.11 Blok X, Lebo, Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61223. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak melalui penerapan permainan tradisional bakiak. Sebelum tindakan dilakukan, peneliti melaksanakan observasi awal untuk mengetahui bagaimana kondisi awal kemampuan kerjasama anak di kelas. Hasil dari observasi ini digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan tindakan pembelajaran.
Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B dengan usia 5–6 tahun yang berjumlah 24 anak, terdiri atas 13 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. Penelitian dilakukan melalui empat tahapan sesuai model tindakan kelas, yaitu tahap perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun rancangan pembelajaran yang melibatkan permainan bakiak sebagai media untuk menstimulasi kemampuan kerjasama anak. Tahap tindakan merupakan pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tahap pengamatan dilakukan dengan mencatat keterlibatan anak dan aktivitas selama permainan bakiak berlangsung. Sementara itu, pada tahap refleksi, peneliti bersama guru kelas melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pembelajaran, untuk mengetahui efektivitas tindakan serta melakukan perbaikan pada siklus berikutnya jika diperlukan. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan sesuai tahapan pelaksanaan, yang meliputi prasiklus, siklus I, dan siklus II.
A. Penerapan Pra siklus
Pengamatan awal atau kegiatan pra siklus dilakukan terhadap 24 anak usia 5-6 Tahun di TK Islam Al-Ikhsan Lebo, dalam proses pengamatan awal ini menunjukan bahwa hanya 10 anak yang sudah memiliki kerjasama yang cukup optimal, sedangkan sebanyak 14 anak lainnya menunjukan kerjasama yang masih rendah. Menurut Trismahwati & Sari kerjasama merupakan suatu bagian dari bentuk perkembangan sosial-emosional anak yang harus distimulasi sejak dini dengan harapan anak akan mudah untuk membentuk relasi sosial yang sehat di lingkungan mereka . Kemampuan kerjasama anak di TK Islam Al-Ikhsan yang rendah ditunjukan dari perilaku beberapa siswa yang suka menyendiri dan masih malu-malu untuk meminta bantuan teman sebayanya, belum leluasa untuk bergabung dalam kelompok, dan minimnya keinginan untuk saling membantu temannya saat menyelesaikan tugas bersama. Masalah utama dari perilaku anak-anak tersebut diidentifikasi karena adanya rasa kurangnya rasa percaya diri, mengalami ketergantungan terhadap beberapa teman tertentu dan kurangnya pengalaman dalam aktivitas kolaboratif.
Sebelum pengamatan awal dilakukan, peneliti menyiapkan instrumen observasi beserta indikator kerjasama yang akan dinilai. Anak kemudian diamati saat mengikuti kegiatan rutin tanpa intervensi khusus, sementara setiap perilaku yang muncul dicatat dalam lembar observasi. Dari hasil catatan itu terlihat sebagian besar anak belum mampu menunjukkan kerjasama yang baik, bahkan rata-rata hanya mencapai 31%. Temuan ini kemudian menjadi bahan refleksi yang mengarahkan pada perlunya pengalaman belajar yang lebih kolaboratif, sehingga permainan tradisional bakiak dipilih untuk dijadikan tindakan pada siklus berikutnya. Berikut adalah hasil pencatatan dari observasi pada tahapan pra siklus :
No | Subjek | Mau Bergabung dan Berinteraksi | Menunjukan Tanggung Jawab | Saling Membantu | Total Skor | % | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Ab | 1 | 2 | 2 | 5 | 50% | BT |
2 | Al | 2 | 1 | 2 | 5 | 50% | BT |
3 | An | 2 | 2 | 1 | 5 | 50% | BT |
4 | Aq | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
5 | Au | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
6 | Bak | 2 | 1 | 2 | 5 | 40% | BT |
7 | Bay | 2 | 1 | 1 | 4 | 30% | BT |
8 | Bi | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
9 | De | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
10 | Den | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
11 | Dhe | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
12 | Ha | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
13 | Hudz | 1 | 2 | 1 | 4 | 30% | BT |
14 | Il | 1 | 2 | 1 | 4 | 40% | BT |
15 | Key | 2 | 1 | 2 | 5 | 40% | BT |
16 | Kh | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
17 | Kha | 2 | 1 | 2 | 5 | 50% | BT |
18 | Ki | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
19 | Na | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
20 | Ni | 1 | 2 | 1 | 4 | 30% | BT |
21 | Riz | 1 | 2 | 2 | 5 | 50% | BT |
22 | Sha | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
23 | Ta | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
24 | Ab | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
Jumlah | 30 | 30 | 30 | ||||
Prestasi Ketercapaian | 0 |
Keterangan :
T : Tuntas
BT : Belum Tuntas
Keadaan anak-anak pada pra siklus dapat terjadi karena anak-anak masih kental dengan egosentris mereka, Hurlock mengatakan bahwa anak usia dini berada dalam tahap egosentris yang bermakna, sehingga mereka masih memiliki keinginan untuk menang sendiri dan belum sepenuhnya peka terhadap kebutuhan orang lain . Dari adanya permasalahan tersebut tercetuslah ide untuk melakukan kegiatan belajar yang menyenangkan dengan perantara permainan tradisional bakiak yang bertujuan agar anak mampu berinteraksi dengan lebih luas, saling berbagi dan memahami bahwa keberhasilan kelompok bergantung pada kekompakan mereka dalam melakukan kerjasama dalam menyelesaikan masalah. Permainan bakiak dipilih karena dalam permainan ini memuat nilai-nilai sosial yang kaya, karena dalam permainannya anak akan dituntut untuk mampu bekerja sama dalam banyak hal, seperti menyesuaikan langkah dengan teman, memberikan aba-aba, serta menjaga ritme gerakan secara kompak. Bentuk perilaku tersebut secara tidak langsung membentuk kompetensi sosial seperti empati, toleransi, dan pengambilan peran dalam kelompok . Pendapat ini diperkuat oleh penelitian Ramdani yang menunjukkan bahwa permainan bakiak secara signifikan meningkatkan kemampuan sosial-emosional anak, termasuk aspek empati, inisiatif sosial, dan regulasi emosi. Dalam kerjasama bermain bakiak ini mengharuskan anak memahami perasaan orang lain, belajar koordinasi tindakan, dan membuat keputusan bersama dalam situasi dinamis .
B. Penerapan Siklus I
Pelaksanaan tindakan siklus I diawali dengan tahap perencanaan, di mana peneliti bersama guru kelas menyusun RPPH yang memuat kegiatan bermain bakiak, menyiapkan alat permainan bakiak sesuai jumlah kelompok, menyusun strategi pembagian kelompok anak yang beranggotakan tiga orang, serta menyiapkan lembar observasi untuk mencatat indikator kemampuan kerjasama. Tahap perencanaan ini bertujuan agar pelaksanaan kegiatan berjalan terarah dan memudahkan pengumpulan data. Kegiatan penerapan siklus I dilakukan melalui kolaborasi dengan guru kelas TK B, adapun peran peneliti adalah mengamati, menilai, dan mendokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan anak selama kegiatan penelitian bermain bakiak berlangsung.
Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yakni pada tanggal 16 Mei 2025 dan 21 Mei 2025. Pelaksanaan permainan bakiak pada siklus I pertemuan pertama di tanggal 16 Mei 2025 dilakukan pada jam 08.00 WIB dimulai dengan mengumpulkan anak-anak di luar ruangan yang sudah disepakati kemudian dilanjutkan dengan pengenalan permainan bakiak, cara bermain bakiak, dan cara eksplorasi bermain bakiak dengan kelompok yang berisikan tiga orang. Pada pertemuan pertama banyak anak yang masih bingung dan kaku dalam menggerakan bakiak, komando kurang pas sehingga jalur yang dilalui jadi berbeda arah, bahkan beberapa anak ada yang jatuh tersungkur karena kelompoknya kurang berkoordinasi dengan baik. Seluruh proses pelaksanaan ini diamati secara langsung dan dicatat melalui lembar observasi yang telah disiapkan, sehingga setiap perilaku anak terkait kerjasama dapat terdokumentasi secara sistematis.
Hasil observasi tahap pertama siklus I diketahui bahwa keberhasilan anak-anak dalam melakukan permainan bakiak berada pada nilai rata-rata 35%, yang menandakan bahwa anak masih berada dalam tahap adaptasi awal sehingga tingkat kerjasamanya masih sangat minim. Namun demikian, anak-anak sudah mampu untuk menunjukan tanda-tanda positif seperti anak mampu memberikan aba-aba seperti “Kanan, yang kanan ya baru yang kiri” atau “Pelan-pelan ya” kepada teman sekelompoknya. Kondisi dilapangan ini sejalan dengan pendapat Tryana yang menyatakan bahwa permainan bakiak tidak hanya mengasah motorik kasar, tetapi juga mengintegrasikan keterampilan sosial seperti koordinasi dan menunggu giliran . Lebih lanjut, Trismahwati & Sari menyebut bahwa keberhasilan permainan tradisional terletak pada proses komunikasi aktif, musyawarah, dan berbagi ide yang terus menerus dilakukan antar anggota kelompok, yang merupakan elemen dasar dalam membentuk perilaku kooperatif .
Refleksi dari pelaksanaan siklus I pertemuan pertama menunjukkan bahwa secara umum anak-anak masih memerlukan bimbingan intensif, terutama dalam hal koordinasi dan keberanian untuk memimpin kelompok. Banyak anak yang masih ragu-ragu memberikan instruksi atau menyesuaikan langkah dengan teman sekelompoknya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada pertemuan selanjutnya perlu diberikan arahan yang lebih jelas dan strategi pembelajaran yang lebih terstruktur. Guru dan peneliti menyepakati bahwa untuk pertemuan kedua akan dilakukan penguatan pada bagian simulasi permainan, termasuk latihan aba-aba dan pembagian peran di dalam kelompok agar anak-anak lebih siap dan percaya diri. Selain itu, penting untuk memperkuat pemahaman anak mengenai pentingnya kerjasama dan kekompakan agar proses bermain dapat berjalan lebih efektif dan menyenangkan.
Penerapan permainan bakiak Siklus I dilanjutkan pada tanggal 21 Mei 2025 pada pukul 08.00 WIB, dalam pertemuan kedua ini anak-anak mulai menunjukan peningkatan dibandingkan dengan proses bermain sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata pada pertemuan kali ini yang mencapai skor 41%, sebanyak 3 kelompok menunjukan tingkat kemampuan yang lebih kompak dalam mengerjakan bakiak, Data ini kembali diperoleh melalui pengamatan terstruktur dengan menggunakan lembar observasi yang sama, sehingga perkembangan setiap anak dapat dibandingkan dengan hasil pra-siklus dan pertemuan pertama. Data observasi pada siklus I pertemuan kedua dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No | Subjek | Mau Bergabung dan Berinteraksi | Menunjukan Tanggung Jawab | Saling Membantu | Total Skor | % | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Ab | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
2 | Al | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
3 | An | 3 | 3 | 3 | 9 | 75% | BT |
4 | Aq | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
5 | Au | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
6 | Bak | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
7 | Bay | 3 | 3 | 3 | 9 | 75% | BT |
8 | Bi | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
9 | De | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
10 | Den | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
11 | Dhe | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
12 | Ha | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
13 | Hudz | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
14 | Il | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
15 | Key | 3 | 3 | 3 | 9 | 75% | BT |
16 | Kh | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
17 | Kha | 3 | 3 | 3 | 9 | 75% | BT |
18 | Ki | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
19 | Na | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
20 | Ni | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
21 | Riz | 2 | 2 | 2 | 6 | 50% | BT |
22 | Sha | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
23 | Ta | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
24 | Ab | 1 | 1 | 1 | 3 | 25% | BT |
Jumlah | 39 | 39 | 39 | ||||
Prestasi Ketercapaian | 0 |
Keterangan :
T : Tuntas
BT : Belum Tuntas
Pada pertemuan kedua siklus I ini anak-anak mulai terbiasa untuk memberi aba-aba dan menyemangati temannya, beberapa anak bahkan rela untuk menunggu temannya untuk menyeimbangkan kaki di atas bakiak sebelum mulai melangkah. Sayangnya, peningkatan ini belum terlalu konsisten. Masih terdapat beberapa anak yang belum dapat menjaga keseimbangan dan kesabaran dalam mengangkat bakiaknya secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak masih memerlukan latihan lanjutan agar koordinasi mereka menjadi lebih stabil. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran melalui permainan tradisional bakiak mulai memberikan hasil yang positif, meskipun masih memerlukan penyesuaian dari segi teknik bermain dan kekompakan kelompok.
Refleksi dari pelaksanaan pertemuan kedua pada siklus I mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan kemampuan kerjasama anak, namun masih belum mencapai target yang diharapkan. Guru dan peneliti menyimpulkan bahwa anak-anak mulai memahami pola dasar permainan dan pentingnya kerjasama, tetapi konsistensi koordinasi dan komunikasi antar anggota kelompok masih perlu dilatih. Berdasarkan evaluasi ini, pada siklus II pertemuan berikutnya direncanakan untuk dilakukan modifikasi kegiatan berupa pemberian demonstrasi permainan yang lebih rinci, penguatan aturan bermain, serta penugasan peran dalam kelompok (misalnya penentu aba-aba, pengatur langkah) agar anak lebih terstruktur saat bermain. Diharapkan, dengan adanya pendekatan tersebut, keterampilan kerjasama anak akan meningkat secara signifikan.
C . Penerapan Siklus II
Pada tahap perencanaan siklus II, peneliti bersama guru kelas merumuskan strategi pembelajaran dengan berlandaskan hasil refleksi pada siklus I yang menunjukkan perlunya penguatan koordinasi dan inisiatif anak dalam bermain bakiak. Perencanaan ini meliputi penyusunan simulasi permainan yang lebih sistematis, penugasan peran yang lebih jelas dalam kelompok (seperti penentu aba-aba dan pengatur langkah), serta penyediaan penguatan positif bagi anak yang menampilkan perilaku kooperatif. Strategi tersebut dirancang untuk memastikan keterlibatan anak lebih optimal, meningkatkan kepercayaan diri, serta mendorong konsistensi ritme kelompok dalam pelaksanaan kegiatan.
Siklus II pertemuan pertama yang dilakukan pada tanggal 26 Mei 2025 pukul 09.00 WIB, pada pertemuan ini anak-anak mulai menunjukan kesiapan bermain bakiak yang lebih baik. Anak-anak bermain tanpa terlalu banyak meminta arahan dari guru, dan suasana kegiatan lebih kompetitif dan teratur. Koordinasi antara kelompok berjalan lebih baik karena mereka sudah saling memahami ritme dan peran masing-masing. Beberapa anak pada pertemuan sebelumnya yang cenderung pasif mulai berkobar semangatnya untuk berkompetisi dengan temannya yang lain, beberapa anak juga mulai mampu menemukan sumber masalah dalam koordinasi kelompok mereka dan berusaha untuk memperbaikinya dengan cara memberikan saran ataupun arahan yang lebih jelas “Itu yang tinggi di belakang aja ya” atau “Kalau aku bilang kanan kalian ikuti ya”. Penerapan kerjasama terlihat semakin kuat, misalnya anak-anak rela menyesuaikan langkah agar temannya tidak jatuh, memberi semangat dengan kata-kata sederhana, serta saling menunggu sebelum memulai langkah.
Skor rata-rata kemampuan anak-anak meningkat dibandingkan siklus sebelumnya, pada permainan sebelumnya di siklus I pertemuan kedua hanya memiliki skor 41%, namun pada pertemuan kali ini anak-anak mendapatkan rata-rata skor mencapai 70% keberhasilan. Hal ini menandakan bahwa anak-anak mulai mampu mengembangkan kemampuan sosial seperti komunikasi, kerja sama, dan pengambilan keputusan secara sederhana dalam kelompok. Ini menjadi bukti bahwa latihan yang konsisten mulai membuahkan hasil terhadap peningkatan aspek kerjasama mereka.
Refleksi dari pelaksanaan siklus II pertemuan pertama menunjukkan bahwa modifikasi pembelajaran yang dilakukan pasca evaluasi pada siklus I terbukti efektif. Anak-anak lebih percaya diri dalam mengambil peran, dan kelompok-kelompok sudah mulai menunjukkan kekompakan yang stabil. Meski demikian, masih ada beberapa anak yang cenderung mengikuti teman tanpa banyak berinisiatif. Hal ini menunjukkan perlunya penguatan lebih lanjut dengan memberi kesempatan bergantian untuk memimpin dan memberi arahan, sehingga semua anak memperoleh pengalaman langsung dalam membangun kerjasama. Oleh karena itu, perencanaan untuk pertemuan selanjutnya akan difokuskan pada pemberian ruang lebih besar bagi anak untuk mengeksplorasi peran kepemimpinan dan mengekspresikan pendapatnya dalam kelompok. Peneliti dan guru juga sepakat untuk memberikan penguatan positif secara langsung bagi anak yang menunjukkan inisiatif kerjasama, agar perilaku positif tersebut dapat ditiru oleh anak lainnya.
Pertemuan kedua pada siklus II dilakukan pada tanggal 27 Mei 2025 pada pukul 09.00 WIB menunjukan peningkatan yang sangat baik, ditandai dengan kerjasama yang terjalin lebih baik antar anggota, anak-anak bersikap percaya diri dalam melangkahkan kakinya, kemudian sudah tidak malu-malu lagi dalam memberikan arahan dan instruksi, pemecahan masalah mereka juga semakin efektif dan konsisten, semangat yang dimiliki juga berada dalam kondisi yang stabil sehingga jalannya permainan berlangsung dengan kompetitif dan sehat. Skor rata-rata dalam pertemuan kali ini menunjukan nilai rata-rata yang paling tinggi, yakni sebesar 93%. Anak-anak terlihat kompak, dapat aktif membantu temannya yang mengalami kesulitan dan menunjukan rasa tanggung jawab saat ada kesalahan, yang ditunjukan dengan cara meminta maaf dan tetap berusaha melanjutkan jalannya permainan dengan kompak. Peningkatan signifikan ini dapat dijelaskan melalui teori perkembangan sosial anak yang menyatakan bahwa keterlibatan dalam permainan kelompok dapat menumbuhkan empati, rasa tanggung jawab, dan pengelolaan emosi sosial. Temuan ini sejalan dengan penelitian Maulida yang membuktikan bahwa melalui permainan bakiak dapat meningkatkan kemampuan sosial anak seperti dalam hal menjalin hubungan, menyelesaikan konflik kecil, hingga memahami perannya dalam kelompok . Data observasi pertemuan kedua siklus II ini dapat diamati pada tabel dibawah ini :
No | Subjek | Mau Bergabung dan Berinteraksi | Menunjukan Tanggung Jawab | Saling Membantu | Total Skor | % | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Ab | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
2 | Al | 3 | 3 | 4 | 10 | 83% | T |
3 | An | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
4 | Aq | 3 | 4 | 3 | 10 | 83% | T |
5 | Au | 3 | 3 | 4 | 10 | 83% | T |
6 | Bak | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
7 | Bay | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
8 | Bi | 3 | 4 | 3 | 10 | 83% | T |
9 | De | 3 | 4 | 4 | 11 | 92% | T |
10 | Den | 2 | 3 | 3 | 8 | 67% | B T |
11 | Dhe | 3 | 4 | 3 | 10 | 83% | T |
12 | Ha | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
13 | Hudz | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
14 | Il | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
15 | Key | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
16 | Kh | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
17 | Kha | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
18 | Ki | 3 | 4 | 3 | 10 | 83% | T |
19 | Na | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
20 | Ni | 4 | 4 | 4 | 12 | 100% | T |
21 | Riz | 4 | 4 | 3 | 11 | 92% | T |
22 | Sha | 4 | 3 | 4 | 11 | 92% | T |
23 | Ta | 3 | 4 | 4 | 11 | 92% | T |
24 | Ab | 4 | 4 | 3 | 11 | 92% | T |
Jumlah | 86 | 92 | 89 | ||||
Prestasi Ketercapaian | 93% |
Keterangan :
T : Tuntas
BT : Belum Tuntas
Refleksi dari pelaksanaan Siklus II Pertemuan kedua menunjukkan bahwa semua indikator keberhasilan telah tercapai dengan sangat baik. Anak-anak tidak hanya berhasil memahami mekanisme permainan, tetapi juga mampu mempraktikkan nilai-nilai kerjasama dalam berbagai konteks. Komunikasi yang dulunya minim, kini berubah menjadi interaksi yang aktif dan saling mendukung. Anak-anak tampak percaya diri mengambil peran dalam kelompok, menunjukkan rasa empati, dan mampu menyelesaikan konflik kecil secara mandiri. Tidak ada lagi anak yang terlihat pasif atau menghindari kelompok. Peneliti dan guru menyimpulkan bahwa permainan bakiak telah berhasil menjadi media pembelajaran yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai sosial pada anak usia dini. Berdasarkan hasil ini, tindakan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya karena seluruh target telah tercapai. Temuan ini memperkuat bahwa metode pembelajaran berbasis permainan tradisional, bila dirancang secara reflektif dan berulang, dapat memberikan hasil yang signifikan dan berkelanjutan terhadap perkembangan kerjasama anak.
D. Rekapitulasi Penerapan Siklus I dan Siklus II
Figure 1. Gambar 1 . Rekapitu l asi Data Kemampuan Kerjasama Anak Melalui Penerapan Permainan Bakiak
Rekapitulasi data yang ditampilkan melalui grafik batang pada Gambar 1 memperlihatkan perkembangan kemampuan kerjasama anak di TK Islam Al-Ikhsan secara signifikan dari waktu ke waktu. Peningkatan terlihat jelas dari setiap pertemuan dalam dua siklus yang telah dilaksanakan. Prasiklus menunjukan bahwa nilai rata-rata dari pengamatan hanya menunjukan skor 31% yang menunjukan belum mencapai target. Kemudian pada siklus I, permainan bakiak dilaksanakan dalam dua pertemuan yang masing-masing menghasilkan skor rata-rata 35% dan 41%. Kedua skor tersebut kemudian dirata-ratakan, sehingga menghasilkan nilai akhir siklus I sebesar 38%, yang masih berada pada kategori belum mencapai target.
Sementara itu pada siklus II, peningkatan yang terjadi jauh lebih signifikan. Pertemuan ketiga mencapai skor rata-rata 70%, dan pertemuan keempat melonjak hingga 93%. Dengan menghitung rata-rata dari kedua nilai tersebut, maka skor akhir siklus II menjadi 82%, yang termasuk kategori sudah mencapai target. Data ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan semakin efektif seiring berjalannya waktu, terutama setelah adanya perbaikan dari refleksi pertemuan sebelumnya. Permainan bakiak yang awalnya hanya melatih koordinasi, berkembang menjadi media yang mendorong kerjasama aktif dan terarah antar anak.
Permainan tradisional yang dirancang dengan pendekatan reflektif dapat menjadi alat efektif untuk menumbuhkan kerjasama. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pelibatan guru sebagai fasilitator sangat penting. Guru berperan dalam menciptakan suasana yang nyaman, memberi dukungan, dan membangun kepercayaan anak terhadap proses kelompok. Dari hasil refleksi, permainan bakiak bukan hanya menyenangkan tetapi juga membekas secara sosial dan emosional. Anak belajar bahwa keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pribadi, tapi juga oleh sejauh mana mereka bisa bekerjasama dengan orang lain. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa permainan bakiak sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia 5–6 tahun di TK Islam Al-Ikhsan Lebo. Aktivitas ini layak direkomendasikan sebagai metode pembelajaran yang melatih keterampilan sosial secara holistik dan bermakna.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di TK Islam Al-Ikhsan Lebo, dapat disimpulkan bahwa penerapan permainan tradisional bakiak terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan kerjasama anak usia 5–6 tahun. Hal ini ditunjukkan melalui peningkatan skor rata-rata kemampuan kerjasama anak yang sebelumnya pada prasiklus hanya mencapai 31%, kemudian meningkat menjadi 38% pada siklus I, dan akhirnya mencapai 82% pada siklus II. Peningkatan ini mencerminkan adanya perkembangan positif yang signifikan dalam aspek mau bergabung dan berinteraksi, menunjukkan tanggung jawab, serta saling membantu antar teman.
Penerapan permainan bakiak dilakukan melalui pembelajaran yang bersifat kolaboratif dan menyenangkan, di mana anak-anak dibagi dalam kelompok kecil dan diminta untuk berjalan bersama menggunakan bakiak. Dalam proses ini, anak diajak untuk memberi aba-aba, menyesuaikan langkah, serta menjaga keseimbangan secara kompak dengan rekan sekelompoknya. Aktivitas ini didampingi oleh guru yang berperan sebagai fasilitator untuk memberi dukungan, arahan, serta menciptakan suasana aman bagi anak untuk belajar bekerjasama. Melalui proses yang dilakukan secara bertahap dan reflektif, anak-anak tidak hanya meningkatkan koordinasi fisik, tetapi juga belajar membangun komunikasi, empati, dan rasa tanggung jawab bersama dalam kelompok. Dengan demikian, permainan bakiak menjadi media pembelajaran yang efektif dalam menumbuhkan keterampilan kerjasama secara alami dan bermakna
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak TK Islam Al-Ikhsan Lebo yang telah memberikan izin dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian ini, serta kepada guru kelas B yang turut serta berkolaborasi selama kegiatan berlangsung. Penghargaan juga diberikan kepada seluruh anak-anak peserta didik yang telah berpartisipasi aktif dalam kegiatan permainan. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang telah memfasilitasi proses akademik hingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
References
[1] N. Tryana, Inmaryanto, and M. Sari, “Penggunaan Permainan Bakiak Dalam Meningkatkan Motorik Kasar Kelompok B TK Mutiara Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar,” Ar-Raihanah: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, vol. 2, pp. 37–51, 2022.
[2] E. S. Zulfa, “Pengaruh Permainan Tradisional Lompat Tali Terhadap Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun,” ATTAQWA: Jurnal Pendidikan Islam dan Anak Usia Dini, vol. 2, no. 1, pp. 15–26, Feb. 2023, doi: 10.58355/attaqwa.v2i1.11.
[3] S. A. Rachman and S. Mujtahidin, “Analisis Permainan Bakiak Terhadap Kemampuan Kerjasama Anak Usia 5-6 Tahun,” 2023.
[4] L. Marlina and A. Murtopo, “Hubungan Antara Permainan Tradisional Bakiak Dalam Melatih Motorik Kasar Pada Anak Kelompok B di PAUD Anak Soleha Palembang,” 2023.
[5] M. A. Urboy and S. N. Wathani, “Peran Guru Dalam Menstimulasi Permainan Engklek Tradisional Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak,” Jurnal Khirani, vol. 2, no. 1, pp. 116–122, 2024, doi: 10.47861/khirani.v1i4.913.
[6] D. Lestariningsih, B. H. Cahyani, and A. F. Nisa, “Penerapan Permainan Tradisional Bakiak Dan Gobag Sodor Untuk Menstimulus Keterampilan Sosial Siswa,” Jurnal Perseda, 2024.
[7] L. Shobikhah and A. D. I. Sari, “Implementasi Permainan Tradisional Gobak Sodor Dalam Meningkatkan Kerjasama Anak,” Sindoro: Cendikia Pendidikan, vol. 2, pp. 10–20, 2024, doi: 10.9644/scp.v1i1.332.
[8] C. F. Putri and Zulminiati, “Kemampuan Kerjasama Anak Usia 5-6 Tahun,” Jurnal Pendidikan Tambusai, pp. 3038–3044, 2020.
[9] D. Sulaeman, R. N. Yusuf, N. Suryani, and S. R. Santang, “Meningkatkan Perilaku Prososial Toleransi Dan Kerjasama Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Ice Breaking Games,” 2023.
[10] N. Anggraeni and E. Aprianti, “Penerapan Permainan Tradisional Bakiak Untuk Melatih Kemampuan Sosial Emosional Anak Kelompok B,” vol. 4, no. 2, pp. 2714–4107, 2021.
[11] N. Hadaina and G. Astawan, “Instrumen Kemampuan Kerjasama Anak Kelompok B Taman Kanak-Kanak,” Journal for Lesson and Learning Studies, vol. 4, no. 1, pp. 8–12, 2021.
[12] N. B. Darmawati and C. Widyasari, “Permainan Tradisional Engklek Dalam Meningkatkan Motorik Kasar Anak Usia Dini,” Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 6, no. 6, pp. 6827–6836, Nov. 2022, doi: 10.31004/obsesi.v6i6.3487.
[13] B. S. Adi, “Implementasi Permainan Tradisional Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini Sebagai Pembentuk Karakter Bangsa,” Jurnal Pendidikan Anak, vol. 9, no. 1, pp. 33–39, 2020.
[14] D. Trismahwati and N. I. Sari, “Identifikasi Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini Melalui Permainan Tradisional,” Azzahra, 2020.
[15] E. Puspitasari, S. Nurkholishoh, and U. D. Choiro, “Peran Permainan Tradisional Bakiak Dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia 3-4 Tahun,” ABATA: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, vol. 2, no. 1, pp. 142–152, 2022, doi: 10.32665/abata.v1i1.340.
[16] M. Arzani, “Peran Permainan Tradisional Engklek Untuk Meningkatkan Perkembangan Motorik Kasar Pada Kelompok B Di TK Puncang Hijau,” Jurnal Rinjani Pendidikan, pp. 12–17, 2022.
[17] Z. Ramdani, R. Fitriani, and R. Adawiyah, “Penerapan Permainan Tradisional Bakiak Ular Tangga Untuk Menstimulasi Perkembangan Sosial Emosional Anak,” Jurnal Golden Age, vol. 5, pp. 1–14, Jun. 2021, doi: 10.29408/jga.v5i01.2860.
[18] B. Bu’ulolo and Y. Y. Zebua, “Peran Guru Profesional Dalam Menerapkan Permainan Tradisional Pada Anak Usia Dini,” Jurnal Ilmiah Multidisiplin, vol. 1, no. 3, pp. 359–367, 2024.
[19] D. Setyaningsih, S. Sirjon, and A. T. Mamma, “Meningkatkan Kemampuan Bekerjasama Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Permainan Bakiak,” Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 6, no. 6, pp. 7036–7044, Dec. 2022, doi: 10.31004/obsesi.v6i6.2573.
[20] A. V. Lestari, R. Syafrida, and I. Nirmala, “Permainan Bakiak Untuk Mengembangkan Kemampuan Kerjasama Anak Usia 5-6 Tahun,” PeTeKa: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas dan Pengembangan Pembelajaran, vol. 6, pp. 128–135, 2023, doi: 10.31604/ptk.v6i1.128-135.
[21] S. Tatminingsih, M. Amini, D. Setiawan, and D. R. Jovanka, Panduan Pemantapan Kemampuan Profesional, 3rd ed. Universitas Terbuka, 2021.
[22] R. D. Widjayatri, F. G. Pangestu, N. P. Triana, S. Nurlaela, T. Husna, and W. Aditya, “Permainan Tradisional Bakiak Dalam Mengembangkan Kemampuan Sosial Anak Usia Dini,” Jurnal Online Pendidikan Anak, vol. 9, no. 2, p. 74, 2023.
[23] S. Maulida, S. N. Al, and H. Mojokerto, “Permainan Tradisional Bakiak Terhadap Kemampuan Sosial Anak Usia Dini,” PEDAGOGI: Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini, 2020.
Downloads
Published
Issue
Section
Categories
License
Copyright (c) 2025 Khoirul Bariyah, Luluk Iffatur Rocmah

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.