The Relationship Between Online Gaming Addiction and Learning Motivation Among High School Students
Hubungan Kecanduan Game Online dengan Motivasi Belajar Siswa SMA
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijis.v13i2.1802Keywords:
Online Game Addiction, Learning Motivation, High School, Education Psychology, Student BehaviorAbstract
Background: Online game addiction is increasingly recognized as a factor affecting students’ academic performance. Specific Background: This study explores the relationship between online gaming habits and students’ learning motivation in senior high schools. Gap: Limited research has addressed how gaming addiction correlates with motivation in the context of Indonesian education. Aim: To analyze the relationship between online game addiction and students’ learning motivation. Results: Findings indicate a significant negative correlation between game addiction levels and students’ motivation, suggesting that higher gaming intensity leads to decreased learning engagement. Novelty: This research contributes by combining behavioral and motivational analysis to provide a comprehensive view of the impact of online gaming on learning motivation. Implications: The results offer insight for educators and parents to develop strategies to mitigate negative gaming behaviors and foster healthier study habits among students.
Highlights:
-
Negative correlation between game addiction and learning motivation
-
Behavioral and motivational analysis combined
-
Practical insights for educators and parents
Keyword: Online Game Addiction, Learning Motivation, High School, Education Psychology, Student Behavior
Pendahuluan
Pendidikan merupakan jalan utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya negara, karena semakin tinggi kualitas pendidikan di negara tersebut maka semakin cerdas masyarakatnya, sehingga kualitas pendidikan juga meningkat [1]. Menurut Rahmat & Abdillah [2] Untuk dapat memperoleh manusia yang berkualitas sesuai dengan norma-norma atau aturan yang berlaku di masyarkat yaitu melalui Pendidikan. Pendidikan adalah aspek penting bagi setiap individu dalam menghadapi perkembangan zaman. Melalui pendidikan, seseorang dapat mencapai potensi maksimalnya dan menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri. Pendidikan adalah kunci untuk kemajuan dan pembangunan. Dalam semua proses belajar, pembelajaran adalah elemen yang paling utama. Dengan kata lain, keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan sangat bergantung pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa [3]. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab II yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berperan dalam meningkatkan keahlian serta mengembangkan karakter dan peradaban bangsa yang berwibawa untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah memajukan kemampuan peserta didik agar menjadi individu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak luhur, sehat, terampil, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Salah satu jenjang pendidikan nasional di Indonesia adalah SMA. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) berada pada masa remaja, dan remaja merupakan tahap perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Saat remaja beralih ke masa dewasa, mereka menghadapi perubahan biologis, pengalaman baru, dan tantangan perkembangan baru [4]
Disamping itu, sekolah dengan berbagai kelebihan dan kelemahan yang dimiliknya dituntut untuk mampu melahirkan para siswa yang berkualitas dan berpegang teguh pada ilmu pengetahuan agar tidak terpengaruh pada hal hal negatif.[5]. Siswa yang berkualitas adalah siswa yang memiliki memiliki motivasi yang baik dalam proses belajar sehingga dapat menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar mengajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai [6].
Salah satu faktor yang mendorong siswa untuk secara intensif melakukan suatu hal, memulai inisiatif dari diri sendiri, dan bertahan menghadapi kesulitan adalah motivasi. [7]. Motivasi adalah pendorong bagi siswa untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat menginspirasi seseorang, sehingga akhirnya orang tersebut menjadi ahli dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. [8]. Seseorang tidak akan mungkin berusaha mempelajari sesuatu jika ia tidak menyadari betapa pentingnya hal tersebut dan apa manfaat yang dapat dicapainya [9].
Sriyani menyatakan bahwa motivasi digunakan untuk memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku belajar mereka [10]. Siswa dengan motivasi belajar yang baik dapat mengembangkan sikap belajar yang positif dan meningkatkan hasil belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kurang memiliki motivasi belajar akan menunjukkan sikap malas dan sering menghabiskan waktu luang atau mencuri waktu dari jadwal belajar mereka [11].
Menurut Sardiman [6] Motivasi belajar bukanlah faktor intelektual, melainkan faktor psikologis yang berperan signifikan dalam membangkitkan antusiasme, rasa senang, dan motivasi belajar. Siswa yang termotivasi memiliki energi yang besar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Uno [12] menyatakan bahwa motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal yang mendorong siswa dalam proses belajar untuk mengubah perilaku mereka. Motivasi belajar siswa dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: (1) minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran, (2) semangat siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar, (3) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajar, (4) reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru, (5) rasa senang dan puas saat mengerjakan tugas yang diberikan [13].
Hasil penelitian yang dilakukan Rizal dkk [14] menjelaskan bahwa dalam proses belajar, Motivasi adalah kekuatan yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar, menjaga konsistensi, dan memberikan arah dalam kegiatan belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran mereka.. Menurut Istarani & Intan Pulungan [15] Ketika seorang siswa melakukan tindakan yang tidak semestinya dalam kegiatan belajar-mengajar, perlu dipahami alasan di balik perilakunya. Alasan tersebut dapat bervariasi, seperti masalah kesehatan, kelaparan, atau ketidakpuasan terhadap mata pelajaran yang diajarkan, namun juga bisa disebabkan oleh faktor lain. Dalam situasi semacam itu, pentuk mencari solusi dan memberikan dorongan kepada siswa untuk kembali fokus pada tugas utama mereka, yaitu belajar.
Sedangkan fenomena yang terjadi pada siswa kelas X dan XI menunjukan bahwa 8 dari 14 orang memiliki motivasi belajar yang rendah. Di dukung oleh wawancara pada siswa tersebut yang menyatakan bahwa siswa lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dari pada belajar. Kegiatan bersenang-senang yang dilakukan siswa antara lain menghabiskan hari libur dengan jalan-jalan di mall atau plaza, menonton film di bioskop, nongkrong dengan teman sebaya sampai larut malam dan bermain game seharian. Siswa tersebut juga kerap kali menunda waktu menyelesaikan tugas akademik seperti menunda mengerjakan soal harian atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, memilih menyontek teman dari pada belajar, tidak mendengarkan guru saat menjelaskan di kelas. Dari hasil survey tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat permasalahan motivasi belajar pada siswa SMA Al-Islam Krian yang mengikuti survey awal penelitian di Kecamatan Krian, Sidoarjo. Hal ini sejalan dengan Sardiman [16] yang menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai motivasi yang rendah menunjukan sikap menghindar dari kegiatan belajar, cepat bosan, tidak mendengarkan guru pada saat proses pembelajaran. Lalu dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurul dkk [17] menurunnya motivasi belajar pada siswa ada pada perkembangan teknologi dan komunikasi yang menyebabkan siswa lebih banyak menghabiskan banyak waktu bermain game online dari pada belajar.
Faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa dapat disederhanakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan aspek-aspek yang berasal dari dalam diri siswa, seperti kondisi fisik dan mental, kemampuan, aspirasi, minat, kebutuhan, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh dari luar siswa, seperti peran guru dalam proses pembelajaran, fasilitas belajar, dan kondisi lingkungan di sekitar siswa. [18].
Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa bermain game online sebagai faktor internal yaitu sebagai bentuk kebutuhan siswa. Menurut Rizal dkk [14] menyatakan bahwa siswa yang sering menghabiskan waktunya untuk bermain game akan menjadi kecanduan dan dapat mengurangi waktu belajarnya, hal inilah yang dapat mempengaruhi motivasi belajarnya.
Adams & Rollings dalam (Nirwanda; Cesaria S; 2016) mendefinisikan game online sebagai permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain dengan menggunakan komputer atau smartphone yang terhubung dengan internet. Gordon dalam [20] mengatakan bahwa orang yang terlalu lama bermain game online dapat memberikan efek negatif bagi diri mereka seperti depresi, kesepian, lari dari kenyataan, kurangnya pengendalian diri dan sampai dengan kecanduan. Kecanduan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan ditandai dengan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan yang tidak terkontrol, meningkatnya frekuensi dari waktu ke waktu, ketergantungan psikologis, dan dari efek kegiatan tersebut dapat menyebabkan kerugian pada individu dan masyarakat [21]. Menurut Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders 5 (DSM V), kecanduan gameonlinemerujuk pada penggunaan berlebihan game online yang menimbulkan sejumlah gejala kognitif dan perilaku. Batasan klinis yang ditetapkan untuk memperkirakan adiksi game online adalah jika seseorang bermain game online lebih dari 4 jam dalam sehari dan secara konsisten bermain gameonlineselama lebih dari 4 hari dalam seminggu. (Gladys & Serena, 2020). Kecanduan gameonlinepada siswa dapat memberikan dampak buruk antara lain, kehidupan sosial dan emosional yang tidak stabil, pola makan dan tidur tidak teratur, penyebab turunnya motivasi belajar dan prestasi akademik, hingga putus sekolah [23].
Aspek kecanduan game online mencakup beberapa hal: 1. Compulsion (dorongan yang terus menerus), yaitu dorongan dalam diri individu untuk terus bermain game online tanpa henti. 2. Withdrawal(penarikan diri), yang berarti individu sulit untuk terlibat dalam aktivitas lain selain bermain game online. 3. Tolerance (toleransi), yang mengacu pada jumlah waktu yang semakin banyak digunakan atau dihabiskan dalam bermain game online. 4. Interpersonal and health-related problems (masalah hubungan interpersonal dan kesehatan), termasuk masalah dalam hubungan dengan orang lain serta masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat kecanduan tersebut [23].
Hasil penelitian yang dilakukan Ari dkk [24] menjelaskan bahwa game onlinejuga dapat mempengaruhi kestabilan emosi siswa yang berupa pada saat siswa tidak fokus dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan tak jarang siswa dapat berkata kasar dengan teman-temannya. Mengingat kondisi emosional siswa yang masih labil pada fase remajanya, Gross [25] menyatakan bahwa bentuk emosi dapat menuntun individu ke arah yang benar dan salah. Salah satu cara untuk mengelola emosi adalah regulasi emosi [26]. Menurut Gratz dan Roemer [27] kemampuan untuk mengendalikan perilaku yang tidak sesuai karena reaksi emosional yang berlebihan, kemampuan untuk tetap tenang berkat pengaruh psikologis, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian pada tindakan yang mendukung pencapaian tujuan.
Individu dengan regulasi emosi tinggi akan memiliki harga diri yang tinggi [28]. Individu dengan regulasi emosi yang baik memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan positif dalam kehidupannya. Oleh karena itu, mereka tidak cenderung menyalahkan diri sendiri ketika menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, mereka cenderung menghargai dan menerima kemampuan mereka dengan bijaksana [29]. Penelitian yang dilakukan Kurniasih [30] menyatakan bahwa kemampuan regulasi emosi memungkinkan remaja untuk menerima dan menghargai diri mereka sendiri. Aspek regulasi emosi terdiri dari dua strategi, yaitu cognitivere appraisal dan expressive suppression. Cognitive reappraisal melibatkan proses kognitif di mana individu mengelola emosinya dengan merefleksikan kembali situasi sebelum merespons secara emosional. Ini berarti individu mungkin mengubah perspektifnya sebelum mengekspresikan emosi yang dirasakannya. Sementara pada strategi expressive suppression, fokusnya adalah pada ekspresi yang ditunjukkan individu sebagai cara untuk mengelola emosi mereka. Individu mengontrol ekspresi emosional mereka dengan menahan diri dari mengekspresikan emosi secara berlebihan saat dalam situasi yang emosional. [31].
Beberapa penelitian terdahulu menunjukan adanya keterkaitan antara kecanduan game online dengan regulasi emosi [32]. Penelitian lain menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kecanduan game online dan motivasi belajar pada siswa SMP [33]. Yang menjadi pembeda pada penelitian ini adalah mengkaji variabel kecanduan game online dan regulasi emosi sebagai variabel dependen penelitian, Terdapat tiga hipotesa pada penelitian ini, yaitu hipotesa mayor, hipotesa minor pertama dan hipotesa minor kedua. Hipotesa mayor menyatakan bahwa kecanduan game online dan regulasi emosi memiliki peran terhadap motivasi belajar, sementara hipotesa minor pertama menyatakan bahwa kecanduan game online berperan terhadap motivasi belajar, hipotesa minor kedua menyatakan bahwa regulasi emosi berperan terhadap motivasi belajar.
Dengan mempertimbangkan uraian latar belakang tersebut dan minimnya model penelitian yang mengintegrasikan peranan antara kecanduan game online dan regulasi emosi terhadap motivasi belajar pada siswa di SMA, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan kecanduan game online dan regulasi emosi terhadap motivasi belajar pada siswa SMA.
Metode
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian dengan metode pendekatan kuantitatif untuk mencari sejauh mana variasi-variasi dalam suatu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain yang didasarkan pada koefisien korelasi. Tujuan dari penelitian ini untuk untuk menguji peranan kecanduan game online dan regulasi emosi terhadap motivasi belajar pada siswa SMA Al-Islam. Oleh karena itu, studi ini menerapkan metode analisis regresi linier berganda yang bertujuan untuk memahami peranan antara variabel dependen dengan dua atau lebih variabel independen.
Penelitian ini menggunakan populasi sebanyak 1035 siswa SMA Al-Islam, Sidoarjo. Sampel pada penelitian ini meliputi 289 siswa dihitung berdasarkan tabel Krechi Morgan dengan taraf 5%, yang di antaranya adalah 33% kelas 10, 34% kelas 11, dan 33% kelas 12 yang di mana berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan ketegori remaja. Pemilihan subjek pada penelitian ini menggunakan teknik proportion a test ratified random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan jumlah yang seimbang dari setiap tingkatan populasi [34].
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah skala psikologi, yang merupakan salah satu alat ukur yang menggunakan persyaratan tertulis untuk mendapatkan informasi dari responden. Untuk mendapatkan data empirik dari motivasi belajar, kecanduan game online, regulasi emosi peneliti menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
Skala Motivasi Belajar menggunakan adaptasi skala Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) dari Fitri [35] berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Hamzah [36], yaitu : a. Keinginan untuk berhasil, b. Kebutuhan dalam belajar, c. Harapan dan cita-cita di masa depan, d. Penghargaan dalam belajar, e. Kegiatan belajar yang menarik. Sebagai contoh dari dimensi keinginan untuk berhasil, ada pernyataan seperti "Saat saya menghadapi kesulitan dalam mengerjakan PR, saya mencoba memahami materinya kembali hingga menemukan jawabannya." Contoh dari dimensi kebutuhan dalam belajar adalah "Saya pergi ke sekolah untuk mendapatkan ilmu." Contoh dari dimensi harapan dan cita-cita di masa depan adalah "Saya selalu termotivasi untuk belajar agar saya bisa meraih banyak pengetahuan untuk masa depan yang lebih baik." Contoh dari dimensi penghargaan dalam belajar adalah "Saya berusaha belajar dengan tekun agar saya bisa mendapatkan pujian dari teman-teman." Contoh dari dimensi kegiatan belajar yang menarik adalah "Saya menikmati pelajaran matematika karena guru saya ramah dan sabar.". Setelah dilakukan uji coba, ditemukan bahwa 4 item tidak memenuhi kriteria dan dikeluarkan dari total 20 item yang ada, sehingga jumlah item yang valid menjadi 16 dengan rata-rata skor validitas sebesar 0,452 – 0,827 dan tingkat reliabilitas yang diukur menggunakan skor Cronbach's Alpha sebesar 0,802
Skala Regulasi Emosi menggunakan adaptasi skala Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) dari Gross [37]. Instrumen ini dapat mengukur dua aspek regulasi emosi yang meliputi cognitive reappraisal dan expressivesuppression. Contoh aitem dari aspek cognitivereappraisaladalah “Saya mengendalikan emosi dengan mengubah pola pikir saya sesuai dengan situasi di lingkungan sekitar”. Contoh aitem dari aspek expressivesuppressionadalah “Saya mengendalikan emosi dengan tidak mengungkapkannya”. Hasil uji coba didapatkan hasil bahwa terdapat 1 item yang gugur dari 10 item yang ada, sehingga banyaknya item yang valid adalah 9 item dengan rata-rata skor validitas sebesar 0,425 – 0,827 dan uji reliabilitas menunjukan skor Cronbach’s Alpha sebesar 0,810.
Skala Kecanduan GameOnlinemenggunakan adaptasi skala Game Addiction Scale (GAS) dari Mustaqim [38] berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Lemmens [21], terdiri dari compulsion, tolerance, withdrawal, serta interpersonal and health-related problems. Sebagai contoh dari aspek compulsion, ada pernyataan seperti "Saya membolos sekolah untuk bermain game online." Contoh dari aspek tolerance adalah "Saya senang berinteraksi dengan teman-teman dalam dunia maya." Contoh dari withdrawal adalah "Saya semakin banyak menghabiskan waktu untuk bermain game online dari waktu ke waktu." Contoh dari aspek Interpersonal and health-related problems adalah "Saya sering bermain game online sampai larut malam." Setelah dilakukan uji coba, ditemukan bahwa 4 item tidak memenuhi kriteria dari total 50 item yang ada, sehingga jumlah item yang valid menjadi 46 dengan rata-rata skor validitas sebesar 0,382 – 0,983 dantingkat reliabilitas yang diukur menggunakan skor Cronbach's Alpha sebesar 0,983
Sebelum responden mengisi g-form, mereka diinformasikan tentang tujuan penelitian dan diminta untuk mengisi kuesioner secara jujur sesuai dennden dan mengharuskan mereka untuk melengkapi identitas mereka dengan lengkap.
Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda untuk analisis data dengan bantuan aplikasi JASP versi 16.
Hasil dan Pembahasan
a. Hasil
Deskriptif Data Penelitian
Analisis deskriptif data penelitian dilakukan untuk memahami gambaran umum tentang respon sampel penelitian terhadap variabel kecanduan game online, regulasi emosi, dan motivasi belajar yang diperoleh di lapangan.
Descriptive Statistics | |||
---|---|---|---|
Motivasi | kecanduan | regulasi | |
Valid | 289 | 289 | 289 |
Missing | 0 | 0 | 0 |
Mean | 45.353 | 109.533 | 27.920 |
Std. Deviation | 7.137 | 10.843 | 6.181 |
Minimum | 30.000 | 84.000 | 20.000 |
Maximum | 57.000 | 129.000 | 49.000 |
Tabel 1, menunjukkan bahwa nilai minimum motivasi belajar adalah 30 kecanduan game online adalah 84, sementara regulasi emosi adalah 20. Sedangkan nilai maksimum untuk motivasi belajar adalah 57, kecanduan game online 129, sementara untuk regulasi emosi adalah 49. Nilai mean untuk variabel motivasi belajar sebesar 45,353, kecanduan game online sebesar 109,533, lalu untuk regulasi emosi sebesar 27,920. Standar deviasi untuk variabel motivasi belajar sebesar 7,137, untuk kecanduan game online sebesar 10,433, sementara untuk variabel regulasi emosi sebesar 6,181.
Variabel | Kategori | Rentan Skor | Frekuensi | Persentase |
---|---|---|---|---|
Motivasi Belajar | Rendah | 30 - 37 | 57 | 20% |
Sedang | 38 - 51 | 167 | 58% | |
Tinggi | 52 - 57 | 65 | 22% | |
Jumlah | 289 | 100% | ||
Kecanduan Game Online | Rendah | 84 - 98 | 56 | 17% |
Sedang | 99 - 119 | 163 | 58% | |
Tinggi | 120 - 129 | 70 | 25% | |
Jumlah | 289 | 100% | ||
Regulasi Emosi | Rendah | 20 - 28 | 198 | 69% |
Sedang | 29 - 39 | 76 | 26% | |
Tinggi | 47 - 49 | 15 | 5% | |
Jumlah | 289 | 100% |
Tabel 2. menunjukkan bahwa dari total siswa, 57 (20%) siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang rendah, 167 (58%) siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang sedang, dan 65 (22%) siswa memiliki tingkat kecanduan game onlineyang tinggi. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar pada siswa SMA Al-Islam berada pada kategori sedang. Sementara itu, dari tingkat kecanduan game online, 56 (17%) siswa memiliki tingkat kecanduan game online yang rendah, 163 (58%) siswa memiliki tingkat kecanduan game onlineyang sedang, dan 70 (25%) siswa memiliki tingkat kecanduan game online yang tinggi. Ini mengindikasikan bahwa kecanduan gameonlinepada siswa SMA Al-Islam juga cenderung berada pada kategori sedang. Lalu pada tingkat regulasi emosi, 198 (69%) siswa memiliki tingkat regulasi emosi yang rendah, 76 (26%) siswa memiliki tingkat regulasi yang sedang, 15 (5%) memiliki tingkat regulasi emosi yang tinggi.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Berikut adalah ringkasan gambar dari uji normalitas penyebaran data penelitian. Hasil uji normals variabel dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 1, menampilkan histogram yang disebut normal ketika distribusi datanya menyerupai kurva lonceng, tidak condong ke sisi kanan atau kiri. Histogram tersebut menunjukkan pola lonceng yang simetris, tanpa kecenderungan ke arah man, dan garis membentuk lurus di dalam tabel sehingga dianggap sebagai histogram yang normal.
b. Uji Linieritas
Variabel | F ( linierty ) | Sig. Linierity | Keterangan |
---|---|---|---|
X1-y | 310.232 | ,000 | Linier |
X2-y | 42.124 | ,000 | Linier |
Pada tabel 3, diperoleh nilai Sig. Linierityadalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linier secara signifikan antara variabel ketergantungan media sosial (X1) dan variabel prestasi belajar (X2) dengan motivasi belajar (Y).
2. Uji Hipotesis
a. Uji korelasi
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearsonmenunjukkan bahwa kecanduan game online dengan motivasi belajar memiliki skor -0,478 (p < 0,001), sedangkan regulasi emosi dengan motivasi belajar memiliki skor 0,349 (p < 0,001). Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kecanduan game online dan regulasi emosi terhadap motivasi belajar.
b. Uji Regresi
ANOVA | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Sum of Squares | df | Mean Square | F | P | |
H₁ | Regression | 3793.493 | 2 | 1896.746 | 49.875 | < .001 |
Residual | 10876.507 | 286 | 38.030 | |||
Total | 14670.000 | 288 |
Berdasarkan tabel 6 uji regresi berganda nilai F sebesar 49.875 dengan taraf signifikasi p < ,001 lebih kecil dari 0,05 menunjukan bahwa kecanduan game online dan regulasi emosi memiliki pengaruh secara simultan yang yang signifikan terhadap motivasi belajar
Model Summary – Motivasi Belajar | ||||
---|---|---|---|---|
Model | R | R² | Adjusted R² | RMSE |
H₀ | 0.000 | 0.000 | 0.000 | 7.137 |
H₁ | 0.509 | 0.259 | 0.253 | 6.167 |
Berdasarkan tabel 7, nilai koefisien regresi (R) adalah 0,509 dan koefisien determinasi (R²) adalah 0,259, kecanduan game online dan regulasi emosi secara simultan memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar sebesar 25,9%, sedangkan sisanya 74,1% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain diluar penelitian ini.
Model | Unstandardized | Standard Error | Standardized | t | p | ||
---|---|---|---|---|---|---|---|
H₀ | (Intercept) | 45.353 | 0.420 | - | 108.028 | < .001 | |
H₁ | (Intercept) | 68.306 | 5.007 | - | 13.641 | < .001 | |
Kecanduan | -0.265 | 0.037 | -0.403 | -7.255 | < .001 | ||
Regulasi | 0.218 | 0.064 | 0.189 | 3.401 | < .001 |
Pada tabel 8 persamaan regresinya adalah Ŷ = -0.265 X1 + 0.218 X2 + 68,306. Nilai koefisien dari kecanduan gameonlineyaitu -0,265 (p<,001), Ini menunjukkan bahwa hipotesa minor pertama diterima yang artinya terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara kecanduan game online dengan motivasi belajar yang artinya setiap peningkatan satu poin dalam kecanduan game onlineakan mengurangi motivasi belajar sebesar -0,265, sedangkan nilai koefisien dari regulasi emosi yaitu 0,218 (p <,001), ini menunjukkan bahwa hipotesa minor pertama diterima yang artinya terdapat pengaruh positif yang signifikan antara regulasi emosi terhadap motivasi belajar yang artinya setiap peningkatan satu poin dalam regulasi emosi akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,218
Variabel | Koefisien regresi (β) | Koefisien regresi (R xy ) | R 2 | Sumbangan Efektif |
---|---|---|---|---|
Regulasi Emosi | 0.189 | 0.349 | 0.259 | 6,6% |
Kecanduan Game Online | -0.403 | -0.478 | 19,3% | |
Variabel Kecanduan Game Online memberikan sumbangan efektif terhadap Motivasi Belajar sebesar 19,3% dan variabel Regulasi Emosi memberikan sumbangan efektif terhadap Motivasi Belajar sebesar 6,6%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa kontribusi terbesar terhadap motivasi belajar berasal dari kecanduan gameonline.
b. Pembahasan
Hasil analisis data menunjukkan hipotesa minor pertama diterima yang menunjukkan adanya pengaruh negatif yang signifikan antara kecanduan game online dan motivasi belajar, dengan β - 0,265 (p<,001). Oleh karena itu, dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat kecanduan game online, semakin rendah motivasi belajar siswa, dan sebaliknya, semakin rendah kecanduan game online, semakin tinggi motivasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fariha
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kecanduan game-onlinepada siswa menunjukan bahwa presentase terbanyak dari responden adalah kategori sedang, yaitu sebanyak 163 (58%) siswa. Seseorang yang sering bermain game cenderung kecanduan, mengorbankan waktu untuk aktivitas lain karena menganggap game lebih penting. Mereka juga bisa merasakan emosi seperti marah saat kalah dan senang saat menang, yang mendorong mereka untuk terus bermain.
Gordon [42] menyatakan bahwa bermain game online secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif seperti depresi, kesepian, kecenderungan untuk menghindari kenyataan, kurangnya kendali diri, dan bahkan dapat menyebabkan kecanduan. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Ghuman & Griffiths dalam Novrialdy [43] menjelaskan bahwa bermain game online secara berlebihan dapat menimbulkan masalah, seperti kurang peduli terhadap interaksi sosial, kehilangan kendali atas waktu, penurunan prestasi akademik, hubungan sosial yang terganggu, masalah keuangan, kesehatan yang terabaikan, dan penurunan fungsi kehidupan yang esensial.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan hipotesa minor kedua diterima yang menunjukkan bahwa terdapat peranan positif yang signifikan regulasi emosi dengan motivasi belajar yaitu perolehan β 0,218 (p <,001). Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahwa semakin tinggi regulasi emosi maka semakin tinggi motivasi belajar siswa, dan begitu sebaliknya semakin tinggi motivasi belajar maka semakin tinggi regulasi emosi siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, belum ada penelitian terdahalu yang mengkaji tentang peranan regulasi emosi terhadap motivasi belajar siswa. Namun demikian, Gross dalam Pratama [44] menyatakan bahwa regulasi emosi sangat penting dimiliki oleh siswa agar dapat menyikapi dengan baik situasi yang dapat menimbulkan emosi negatif dalam akademiknya. Siswa yang mampu mengatur emosinya dengan baik akan mampu mengevaluasi kembali emosinya dan mengendalikan responsnya terhadap emosi negatif saat menghadapi masalah akademik. Selanjutnya Nasution [45] menyatakan bahwa regulasi emosi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kecerdasan emosional individu dan berfokus pada pemahaman serta mengubah pola piker yang akan mempengaruhi respon emosional individu. Kecerdasan emosional bekerja bersamaan dengan keterampilan kognitif; individu yang mencapai prestasi tinggi memiliki keduanya Hamzah B. Uno dalam Sarnoto [46]. Pajeres dkk [47] menyatakan ketidakmampuan mengelola emosi dengan baik dapat menghambat penggunaan keterampilan kognitif sesuai dengan potensi maksimal. Semakin baik siswa dalam mengatur emosi, semakin besar peluangnya untuk berhasil dalam pencapaian hasil belajar. Baik kecerdasan emosional dan hasil belajar merupakan dua hal yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa [46], [47].
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat regulasi emosi pada siswa menunjukan bahwa presentase terbanyak dari responden adalah kategori rendah, yaitu sebanyak 198 (69%) siswa. Ini mengindikasikan bahwa mayoritas murid masih belum merasa memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi mereka, mengenali kapan emosi itu muncul, serta bagaimana cara mereka mengekspresikan emosi tersebut sehingga dapat berperilaku sesuai.
Maharani [48] menyatakan bahwa seseorang yang memiliki keterbatasan dalam regulasi emosi cenderung menunjukkan respons atau perilaku yang negatif dalam interaksi sosial. Namun, respons atau perilaku negatif tersebut bisa diubah menjadi positif jika individu memiliki keyakinan atau tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang telah dilakukan oleh Pratama [44] menyatakan bahwa regulasi emosi berperan penting dalam mengelola emosi dan menjaga ketenangan saat menghadapi tekanan, yang dapat membantu siswa untuk menghindari emosi negatif ketika menyelesaikan tugas akademik. Kemampuan ini memungkinkan siswa untuk mengendalikan respons terhadap hambatan-hambatan yang muncul selama proses pengerjaan tugas, seperti perasaan kecewa, marah, sedih, putus asa, atau frustasi.
Berdasarkan hasil analisa menunjukan bahwa hipotesa mayor diterima yaitu sumbangan efektif (R2) yang diberikan kecanduan gameonlinedengan regulasi emosi kepada motivasi belajar sebesar 25,9%. Hal ini menandakan bahwa sebanyak 74,1% motivasi belajar dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar variabel kecanduan gameonlinedan regulasi emosi. Ada dua faktor utama yang dapat memengaruhi motivasi belajar siswa: faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa, seperti kondisi fisik dan mental, kemampuan, aspirasi, minat, dan kebutuhan. Sementara faktor eksternal meliputi pengaruh guru dalam proses pembelajaran, fasilitas belajar, dan kondisi lingkungan siswa [49]. Sardiman dalam [50] menyatakan bahwa siswa yang kurang memiliki motivasi belajar cenderung menunjukkan sikap acuh tak acuh, mudah bosan, cepat putus
asa, dan mencoba untuk menghindari kegiatan belajar. Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi memiliki delapan karakteristik berikut: tekun dalam menyelesaikan tugas (bisa bekerja secara terus-menerus untuk jangka waktu lama dan tidak berhenti sebelum tugas selesai), gigih dalam menghadapi tantangan (tidak mudah menyerah), menunjukkan minat pada berbagai masalah, lebih suka bekerja secara mandiri, tidak mudah bosan dengan tugas rutin, mampu mempertahankan pendapatnya, teguh pada keyakinannya, serta menikmati menemukan dan memecahkan masalah. Dengan demikian, tingkat motivasi belajar yang rendah akan menyebabkan kesulitan baik dalam aspek mental maupun akademik siswa. Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyediakan sudut pandang baru mengenai motivasi belajar pada siswa dintinjau dari kecanduan gameonlinedan regulasi emosi agar dapat membantu siswa secara kesuluruhan membangun kemampuan akademik dan pemahamannya terkait emosi yang dia miliki.
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah ; 1. Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini hanya mencakup pada 1 instansi yaitu SMA sehingga diharapkan penelitian berikutnya dapat mengambil sampel yang lebih besar dan mencakup populasi yang lebih luas, 2. Ketidakseimbangan jumlah responden antara laki-laki dan perempuan, sehingga diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat mengambil sampel laki-laki dan perempuan secara seimbang agar dapat secara spesifik membagi kategorisasi berdasarkan jenis kelamin, 3. Ketika mengumpulkan data, informasi yang disampaikan oleh responden melalui kuesioner kadang-kadang tidak sepenuhnya mencerminkan pandangan sebenarnya dari responden. Ini mungkin terjadi karena perbedaan pemikiran, anggapan, dan pemahaman yang beragam di antara responden, serta faktor lain seperti tingkat kejujuran dalam mengisi kuesioner.
Kesimpulan
Setelah melakukan pengambilan data dan pengujian hipotesa, maka peneliti menyimpulkan bahwa hipotesa 1 diterima, terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara kecanduan gameonlinedengan motivasi belajar, yang berarti semakin tinggi kecanduan gameonlinepada siswa, maka akan semakin rendah motivasi belajar siswa tersebut. Selanjutnya hipotesa 2 diterima, terdapat pengaruh positif yang signifikan antara regulasi emosi dengan motivasi belajar, yang berarti semakin tinggi regulasi emosi siswa, maka akan semakin tinggi motivasi belajarnya. Lalu hipotesa 3 diterima, yang menjelaskan bahwa kecanduan gameonlinedan regulasi emosi secara simultan berpengaruh terhadap motivasi belajar. Pada hasil kategorisasi ditemukan siswa masuk pada kategori kecanduan game online dan motivasi belajar yang cenderung sedang, sementara regulasi emosi berada pada kategori rendah. Besaran pengaruh variabel kecanduan game onlinelebih tinggi daripada variabel regulasi emosi.
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis mengenai bidang psikologi perkembangan dan pendidikan dengan menyediakan data empiris mengenai peranan antara kecanduan gameonlinedan regulasi emosi. Studi ini dapat berfokus pada pengembangan intervensi yang dirancang untuk mengurangi kecanduan gameonlinedan meningkatkan motivasi belajar siswa. Lalu bagi orang tua, memberikan panduan mengenai cara yang baik untuk mengelola emosi dengan baik dalam berbagai situasi.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak sekolah SMA Al-Islam Sidoarjo atas kesempatan yang telah diberikan untuk menjadikan anak didiknya responden dari penelitian ini
References
[1] B. P. Hie, Revolusi Sistem Pendidikan Nasional Dengan Metode E-Learning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014. [Online]. Available: https://balaiyanpus.jogjaprov.go.id/opac/detail-opac?id=326798
[2] H. Rahmat and A. Abdillah, Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori Dan Aplikasinya. Medan: LPPI, 2019. [Online]. Available: http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/8064
[3] M. Thoharudin, Y. Suryanti, and A. D. Sore, “Sosialisasi Pentingnya Pendidikan Lebih Tinggi di Desa Sungai Mali Kecamatan Ketungau Hilir,” J. Pengabdian Masy. Khatulistiwa, vol. 2, no. 1, pp. 1–9, 2019, doi: 10.31932/jpmk.v2i1.423.
[4] P. M. Yusuf and I. F. Kristiana, “Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Perilaku Prososial Pada Siswa Sekolah Menengah Atas,” J. Empati, vol. 7, no. 3, pp. 98–104, Aug. 2017, doi: 10.14710/empati.2017.19737.
[5] S. Sholehuddin and R. K. Wardani, “Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Manajemen Kelas terhadap Motivasi Belajar Siswa,” J. Holistika, vol. 5, no. 1, p. 11, 2023, doi: 10.24853/holistika.5.1.11-16.
[6] Sardiman, Interkasi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. [Online]. Available: https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1136421
[7] A. Emda, “Kedudukan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran,” Lantanida J., vol. 5, no. 2, p. 172, 2018, doi: 10.22373/lj.v5i2.2838.
[8] T. N. Fadhilah, E. H. Diana, and Rofian, “Analisis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa,” J. Pedagogi dan Pembelajaran, vol. 2, no. 2, pp. 249–255, 2019. [Online]. Available: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JP2/article/view/17916
[9] Syardiansah, “Hubungan Motivasi Belajar dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Pengaturan Manajemen,” J. Manaj. dan Keuangan, vol. 5, no. 1, pp. 440–448, 2016. [Online]. Available: https://media.neliti.com/media/publications/196966-none-017fcb72.pdf
[10] Permana, Indikator Motivasi Belajar. Surakarta, 2019.
[11] M. Hardiyansyah and D. A. Candra, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Gangguan Kecanduan Game Online Pada Peserta Didik Kelas X di Madrasah Aliyah Al Furqon Prabumulih Tahun Pelajaran 2015/2016,” J. Bimbingan dan Konseling (E-Journal), vol. 3, no. 2, pp. 103–118, 2016. [Online]. Available: https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/konseli/article/download/575/466
[12] H. B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
[13] F. Pratama, F. Firman, and N. Neviyarni, “Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar,” J. Ilmu Pendidikan, vol. 1, no. 3, pp. 280–286, 2019, doi: 10.31004/edukatif.v1i3.63.
[14] F. Rizal, Rustiyarso, and A. Riama, “Pengaruh Game Online Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mapel Sosiologi di Mas Al-Muhajirin Sintang,” J. Psikol. Pendidikan, vol. 11, no. 3, pp. 1–9, 2022. [Online]. Available: https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/53889/75676592739
[15] Nikmah and P. Intan, “Hubungan Addiction Game Online dengan Motivasi Belajar pada Siswa Laki-Laki kelas VII SMPN 13 Malang,” Malang, 2015. [Online]. Available: http://etheses.uin-malang.ac.id/905/1/09410091%20Pendahuluan.pdf
[16] A. M. Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengingat. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2012.
[17] N. Jannah, M. Mudjiran, and H. Nirwana, “Hubungan Kecanduan Game dengan Motivasi Belajar Siswa dan Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling,” Konselor, vol. 4, no. 4, p. 200, 2015, doi: 10.24036/02015446473-0-00.
[18] R. Rahmawati, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA N 1 Piyungan pada Mata Pelajaran Ekonomi Tahun Ajaran 2015/2016,” J. Pendidikan dan Ekonomi, pp. 326–336, 2016. [Online]. Available: https://journal.student.uny.ac.id/index.php/ekonomi/article/viewFile/4106/3759
[19] C. S. Nirwanda and A. Ediati, “Adiksi Game Online dan Ketrampilan Penyesuaian Sosial pada Remaja,” J. Empati, vol. 5, no. 1, pp. 19–23, 2016. [Online]. Available: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/viewFile/14940/14444
[20] P. Varma and U. Cheasakul, “The Influence of Game Addiction and Internet Addiction among University Students on Depression Stress and Anxiety Mediated by Self-Regulation and Social Support,” J. Bus. Adm. (Thailand), vol. 5, no. 2, pp. 45–57, 2016. [Online]. Available: https://so02.tci-thaijo.org/index.php/apheitvu/article/view/90488
[21] J. S. Lemmens, P. M. Valkenburg, and J. Peter, “Development and Validation of a Game Addiction Scale for Adolescents,” Media Psychol., vol. 12, no. 1, pp. 77–95, 2009, doi: 10.1080/15213260802669458.
[22] G. J. Octavia, S. Surilena, and E. Gustiawan, “Hubungan Adiksi Online Game dengan Motivasi Belajar Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Jakarta Utara,” Damianus J. Med., vol. 19, no. 2, pp. 113–117, 2020, doi: 10.25170/djm.v19i2.1243.
[23] D. J. M. D. Kupper, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: DSM-5TM, 5th ed., vol. 5. Washington, DC: American Psychiatric Publishing, Inc., 2013, doi: 10.1176/appi.books.9780890425596.
[24] B. N. Putra, M. F. A. Untari, and Purwadi, “Analisis Pengaruh Game Online Terhadap Motivasi Belajar Anak,” J. Pendidikan Dasar dan Menengah, vol. 3, no. 4, pp. 403–407, 2022. [Online]. Available: https://jurnal.unw.ac.id/index.php/dwijaloka/article/view/2009
[25] A. R. P. Trj, 5 Langkah Menata Emosi untuk Merasa Lebih Baik Setiap Hari. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2007. [Online]. Available: https://opac.isi.ac.id/index.php?p=show_detail&id=37143
[26] A. Rahman and R. N. Khoirunnisa, “Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Pengambilan Keputusan Karir pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 22 Surabaya,” Character: J. Penelitian Psikologi, vol. 6, no. 1, pp. 1–6, 2019. [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/26983/24696
[27] A. L. Robinson, W. R. Crozier, and O. Svenson, Decision Making Cognitive Models and Explanations. New York: Routledge, 2013.
[28] Burhanudin, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Stress,” J. Bisnis dan Ekonomi, vol. 8, no. 1, pp. 55–70, 2017. [Online]. Available: http://stiepena.ac.id/wp-content/uploads/2012/11/pena-fokus-vol-4-no-2-40-45.pdf
[29] W. A. Nuria, “Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Subjective Well-Being,” 2022. [Online]. Available: https://etheses.uinmataram.ac.id/4106/1/Wanda%20Aura%20Nuria%20180303092-.pdf
[30] W. Kurniasih and W. D. Pratisti, “Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2013. [Online]. Available: http://hdl.handle.net/11617/3969
[31] J. J. Gross, “Emotion Regulation: Affective, Cognitive, and Social Consequences,” Psychophysiology, vol. 39, no. 3, pp. 281–291, 2002, doi: 10.1017/S0048577201393198.
[32] H. Malik, D. R. Lestari, and I. Hafifah, “Kecanduan Game Online Pada Regulasi Emosi Remaja di Game Center Panglima Batur Banjarbaru,” Dinamika Kesehatan, vol. 9, no. 1, pp. 535–545, 2018.
[33] E. Theresia, O. R. Srtiawati, and N. P. Sudiadnyani, “Hubungan Kecanduan Bermain Game Online Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa SMP di Kota Bandar Lampung,” J. Psikologi, vol. 1, no. 2, pp. 96–104, 2019.
[34] A. Saifuddin, Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
[35] F. R. W. Nur, “Hubungan antara Efikasi Diri dengan Motivasi Belajar pada Siswa SMKN 2 Jakarta,” Skripsi, Univ. Semarang, 2022. [Online]. Available: https://eskripsi.usm.ac.id/files/skripsi/F11A/2018/F.111.18.0107/F.111.18.0107-15-File-Komplit-20220912021751.pdf
[36] H. B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=8o5_tQEACAAJ
[37] M. Aulina, “Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Perilaku Self-Injury pada Mahasiswa Usia Dewasa Awal,” Skripsi, Univ. Semarang, 2023, doi: 10.1017/S0048577201393198.
[38] M. I. Mustaqim, “Hubungan Kecanduan Game Online dengan Keterampilan Sosial Remaja di 4 Game Centre di Kecamatan Klojen Kota Malang,” Skripsi, Univ. Islam Negeri Ar-Raniry, 2023. [Online]. Available: http://etheses.uin-malang.ac.id/5993/1/08410004.pdf
[39] A. N. Fariha, “Pengaruh Kecanduan Game Online terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik MI Ta’Allamul Huda,” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2022.
[40] N. Jannah and H. Nirwana, “Hubungan Kecanduan Game dengan Motivasi Belajar Siswa dan Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling,” J. Konselor, vol. 4, no. 4, pp. 119–207, 2017. [Online]. Available: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor
[41] R. I. Wiguna, H. Menap, D. A. Alandari, and L. H. Asmawariza, “Hubungan Kecanduan Bermain Game Online dengan Motivasi Belajar pada Anak Usia 10–12 tahun,” J. Surya Muda, vol. 2, no. 1, pp. 18–27, 2020.
[42] M. Iqbal, “Dampak Game Online terhadap Sikap Siswa Belajar Pendidikan Agama Islam,” J. Ilmu Pendidikan Islam, vol. 3, no. 2, pp. 105–123, 2021.
[43] E. Novrialdy, “Kecanduan Game Online pada Remaja: Dampak dan Pencegahannya,” Buletin Psikologi, vol. 27, no. 2, pp. 148–159, Dec. 2019, doi: 10.22146/buletinpsikologi.47402.
[44] G. O. Pratama, “Peran Regulasi Emosi terhadap Prokrastinasi Akademik Siswa,” Indonesian J. Guidance and Counseling, vol. 8, no. 2, pp. 119–124, 2019, doi: 10.15294/ijgc.v8i2.19693.
[45] F. Nasution, N. M. Gihar, F. A. Lubis, and J. M. Hasibuan, “Menjelajahi Pengaruh Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial terhadap Regulasi Emosi dan Kecerdasan Emosional,” J. Pendidikan dan Keguruan, vol. 1, no. 5, pp. 400–405, 2023.
[46] A. Z. Sarnoto and S. Romli, “Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Lingkungan Belajar terhadap Motivasi Belajar Siswa SMA Negeri 3 Tanggerang Selatan,” J. Pendidikan Islam, vol. 1, no. 1, pp. 55–76, 2019.
[47] S. Saputra, “Hubungan Regulasi Emosi dengan Hasil Belajar Siswa,” J. Konselor, vol. 6, no. 3, p. 96, Nov. 2017, doi: 10.24036/02017637698-0-00.
[48] S. T. Maharani and M. Nursalim, “Hubungan antara Efikasi Diri dan Regulasi Emosi Individu terhadap Kemampuan Resiliensi Peserta Didik di SMP Negeri 10 Surabaya,” J. BK UNESA, vol. 12, no. 2, pp. 705–715, 2022. [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-bk-unesa/article/view/45339
[49] C. F. Djarwo, “Analisis Faktor Internal dan Eksternal terhadap Motivasi Belajar Kimia Siswa SMA Kota Jayapura,” J. Ilmiah IKIP Mataram, vol. 7, no. 1, pp. 2355–6358, 2020.
[50] M. C. Moslem, M. Komaro, and Yayat, “Faktor-Faktor yang Menyebabkan Rendahnya Motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Aircraft Drawing di SMK,” J. Mech. Eng. Educ., vol. 4, no. 2, pp. 258–265, 2017.
Downloads
Published
Issue
Section
Categories
License
Copyright (c) 2025 Bryan Rafael Agustaf, Ghozali Rusyid Affandi

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.