Religious Character Formation Through Quran Memorization Program
Pembentukan Karakter Religius Melalui Program Hafalan Al-Quran
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijis.v13i1.1798Keywords:
Religious Character, Tahfidz Quran, Elementary School, Faith, DisciplineAbstract
Background: Character crisis in Indonesia, including moral degradation among students, highlights the urgency of strengthening religious character from an early age. Specific Background: SD Muhammadiyah 2 Krian implements a structured Quran memorization program to foster religious values in students. Gap: Limited studies explore how systematic memorization programs can comprehensively shape students’ character in elementary schools. Aim: This study aims to describe the implementation of the Tahfidz Quran program as a medium for religious character formation. Method: This phenomenological qualitative research collected data through observation, structured interviews, and documentation with triangulation of sources. Results: Findings show that students develop faith, discipline, responsibility, and tolerance through daily Quran memorization activities after dhuha prayer, supported by parental involvement and school culture. Novelty: This research highlights the integrated model of religious habituation that links school activities, parental support, and teacher guidance. Implications: The study provides practical insights for other schools seeking to implement similar programs for character development.
Highlights :
-
Quran memorization fosters students’ faith and discipline
-
School and parents collaboration strengthens religious culture
-
Daily routines create consistent character habituation
Keyword
Religious Character, Tahfidz Quran, Elementary School, Faith, Discipline
Pendahuluan
Berbagai problem karakter terjadi pada setiap negara baik dalam negara maju, negara berkembang terlebih pada negara terbelakang. Dalam bangsa Indonesia telah terjadi krisis karakter yang sebagaimana tercatat dalam (Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia saat ini masih menghadapi kondisi dimana krisis integritas masih cukup tinggi ditunjukkan dengan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2023 di angka 34 atau urutan 115 melorot 5 tingkat di tahun 2022. Selain itu, peringkat daya saing Indonesia tahun 2024 diurutan 27 dari 64 negara, menunjukkan belum kuatnya etos kerja, kreativitas dan daya saing bangsa. Klasifikasi kejahatan terhadap kesusilaan terdiri dari jenis kejahatan perkosaan dan pencabulan total kasus kejahatan terhadap kesusilaan meningkat menjadi 9.070 kasus pada tahun 2023 (dari 5.809 kasus pada 2022), Sementara itu, data real-time dari SIMFONI-PPA menunjukkan jumlah kasus kekerasan sepanjang 2025 telah mencapai 18.518 kasus, yang terdiri dari 15.932 korban perempuan dan 3.849 korban laki-laki. Tindakan kriminal yang paling dasar dilakukan oleh anak-anak bangsa seperti mencontek, berkelahi, membolos, merokok hingga tawuran telah terjadi di negara ini. Di era modern ini, Indonesia menghadapi masalah moral dan perilaku, sehingga diperlukan tindakan atau program konkret untuk mengatasi masalah tersebut[1]. Salah satu pendekatan yang efektif adalah dengan menerapkan pendidikan karakter Pendidikan karakter pada usia dini memanglah permulaan yang tepat karena usia ini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia [2]. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Penanaman karakter perlu ditanamkan sejak usia sekolah dasar, karena pada usia ini anak sangat cepat merangsang pembelajaran yang diberikan. Pengajaran utama dari nilai karakter dapat dimulai melalui Pendidikan Karakter yang berdasarkan nilai religius. Maka dari itu, lembaga pendidikan seperti sekolah memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan karakter siswa [3].
Pendidikan karakter dapat memperkuat sikap dan perilaku siswa terutama dalam penguatan karakter religius. Karakter religius memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter siswa. sebagai dasar kehidupan manusia, karakter religius berperan sebagai penuntun dan penyeimbang karakter-karakter lainnya [4]. Penguatan karakter religius adalah upaya terencana untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama dalam diri seseorang, sehingga membentuk perilaku yang selaras dengan ajaran agama. Proses ini melibatkan pendidikan serta pembiasaan yang menekankan pentingnya moralitas, etika, dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari [5]. Dengan penguatan karakter religius, individu diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai agama, seperti kejujuran, toleransi, dan empati terhadap sesama. Salah satu program yang bisa menumbuhkan karakter religius siswa salah satunya, Program tahfidzh Quran merupakan suatu program unggulan yang dapat memperkuat karakter religius siswa.
Salah satu sekolah yang menerapkan program tersebut yaitu SD Muhammadiyah 2 Krian adalah sekolah dasar di Krian yang berlandaskan pada ajaran Islam. Budaya Islam yang menjadi ciri khas SD Muhammadiyah 2 Krian menjadikan institusi pendidikan ini memiliki peran penting dalam pengembangan nilai-nilai karakter religius khususnya agama Islam pada setiap siswanya. Melalui pengamatan peneliti di SD Muhammadiyah 2 Krian ditemukan bahwa, SD Muhammadiyah 2 Krian memiliki komitmen kuat dalam membentuk generasi Qur’ani melalui tiga program unggulan, yaitu Tahfidz Qur’an, Tartilul Qur’an, dan BTQ (Baca Tulis Qur’an). Melalui ketiga program ini, SD Muhammadiyah 2 Krian berupaya mencetak siswa yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berkarakter kuat dan mencintai Al-Qur’an. program tahfidz Quran juga menjadi bagian penting dalam usaha sekolah dalam menanamkan karakter religius. Di SD Muhammadiyah 2 Krian, program tahfiz Quran tidak hanya sekadar kegiatan hafalan, melainkan sebuah sistem terpadu yang dirancang untuk membentuk karakter religius siswa.
Program Tahfidz Qur’an merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses menghafal Al-Qur’an. Istilah "tahfidz Al-Qur’an" berasal dari kata kerja haffaza, yang berarti menghafal, dan dikaitkan dengan Al-Qur’an sebagai objeknya. Dengan demikian, Tahfidz Al-Qur’an dapat dimaknai sebagai usaha mengingat dan menjaga ayat-ayat Al-Qur’an melalui pengulangan secara terus-menerus hingga dapat dilafalkan tanpa melihat mushaf (bil ghaib) [6]. Menghafal Al-Qur’an bukan sekadar menyimpan lafadz dalam ingatan, tetapi juga menanamkan huruf-hurufnya ke dalam hati agar terpelihara sepanjang hayat. Kegiatan ini dijalankan berdasarkan aturan dan kesepakatan tertentu utuk mencapai tujuan utama dari hafalan. Lebih dari sekadar hafalan teks, Al-Qur’an diharapkan dapat meresap ke dalam jiwa para penghafalnya dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, tercermin melalui sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai Qur’ani [7]
Penguatan karakter religius melalui tahfidz Al-Qur'an adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dalam diri siswa dengan cara menghafal dan memahami isi Al-Qur'an. Program tahfidz tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada pembentukan akhlak dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam. Melalui tahfidz, siswa diajarkan untuk menginternalisasi nilai-nilai religius, seperti disiplin, tanggung jawab, dan kepatuhan terhadap ajaran agama, yang diharapkan dapat tercermin dalam perilaku sehari-hari mereka [8]. Meskipun peran sekolah dan pendidikan karakter religius diakui penting, ada perbedaan dalam pemahaman mendalam tentang bagaimana program spesifik seperti Tahfidz Quran, yang merupakan program unggulan, secara optimal berkontribusi pada penguatan karakter religius secara komprehensif. Hal ini dilatarbelakangi oleh fenomena maraknya krisis moral dan nilai-nilai keagamaan di kalangan remaja, sehingga penting untuk mengidentifikasi strategi pendidikan yang relevan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimana program tersebut secara konkret memengaruhi pembentukan karakter religius pada diri siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam bagaimana implementasi program Tahfidz Qur'an di sekolah dapat menjadi media efektif dalam penguatan karakter religius pada siswa.
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan di SD Muhammadiyah 2 Krian nilai karakter yang paling menonjol adalah nilai religius. Melalui penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang penguatan karakter religius melalui program tahfidz Quran yang ada di SD Muhammadiyah 2 Krian yang bertujuan untuk menjelaskan secara lebih mendalam tentang bagaimana Program pendidikan karakter religius di SD Muhammadiyah 2 Krian sebagai salah satu usaha dalam mempersiapkan siswa yang memiliki karakter, terutama dalam menciptakan karakter religius yang kuat . Pelaksanaan ini menghadapi tantangan, perbedaan latar belakang siswa, serta pengaruh lingkungan sosial yang mungkin sejalan dengan ajaran yang diajarkan, Tantangan lainnya adalah menjaga konsistensi motivasi siswa untuk terus menghafal dan mengamalkan Al-Quran di tengah banyaknya distraksi, seperti gadget dan hiburan digital lainnya. Selain itu, evaluasi dan pengukuran keefektivitas program tahfidz dalam penguatan karakter religius menjadi tantangan tersendiri, karena perubahan karakter sering kali sulit diukur secara objektif. Untuk menghadapi berbagai kendala ini, diperlukan strategi yang matang serta kerja sama dari berbagai pihak sekolah untuk memastikan keberhasilan dalam penelitian dan pelaksanaan program. seperti konsistensi dalam implementasi penguatan karakter religius melalui program Tahfidz Quran yang dapat diatasi dengan perencanaan yang baik dan evaluasi yang berkelanjutan [9]. Implementasi program tahfiz Quran di SD Muhammadiyah Krian 2 telah menunjukkan berbagai keberhasilan yang signifikan, terutama dalam pembentukan karakter religius siswa. Salah satu keberhasilan paling sering terjadi adalah peningkatan kemampuan hafalan siswa, di mana banyak siswa yang telah mencapai target hafalan juz tertentu, bahkan ada yang mampu menghafal lebih dari yang ditargetkan. Namun, keberhasilan ini tidak hanya diukur dari kuantitas hafalan. Yang lebih penting adalah internalisasi nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari siswa
Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang memiliki tujuan untuk memahami konteks secara nyata dan mengenal subjek penelitian secara mendalam dan bersifat interpretatif, dengan cara mencari dan menemukan fakta. Penelitian ini termasuk jenis penelitian fenomenologi, fenomenologi adalah studi yang bertujuan untuk menyajikan gambaran mengenai pengalaman-pengalaman yang sangat luar biasa yang dialami oleh beberapa individu pada konsep tertentu [10]. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI sekolah dasar dengan mengamati penguatan karakter religius pada diri siswa melalui Tahfidz Quran.Tempat penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah 2 Krian yang berlokasi di Jalan Perum DAM TA No. 319/320, Bantengan, Barengkrajan, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Penelitian ini, data dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data yaitu Observasi yang merupakan dasar dari semua pengetahuan dalam sebuah pengamatan atau penelitian. Dalam penelitian ini peneliti memilih jenis observasi partisipasi pasif yang artinya peneliti hanya meneliti kegiatan yang dilakukan oleh subjek dan peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh subjek. Selanjutnya, wawancara merupakan kegiatan percakapan yang dilakukan oleh pewawancara sebagai penanya serta narasumber atau informan sebagai pemberi informasi untuk menginterpretasikan situasi yang sedang terjadi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur, wawancara terstruktur adalah wawancara yang memuat pertanyaan yang telah direncanakan untuk ditanyakan pada informan atau narasumber. Dokumentasi merupakan kegiatan dalam menghasilkan sebuah capture dengan bentuk tulisan, gambar, video, serta karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber yang berarti peneliti akan mendapatkan data dari sumber yang berbeda seperti, Guru, Waka Kurikulum, Siswa namun dengan menggunakan Teknik yang sama. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih meluas, konsisten. [11].
Observasi dilakukan langsung dengan mengamati dan melihat secara langsung kondisi dilapangan, dengan melakukan wawancara terstruktur yang ditujukan pada beberapa siswa SD Muhammadiyah 2 Krian meliputi penguatan karakter religius melalui program Tahfidz Quran pada Tabel 1 , serta dokumentasi berupa foto, video, dan dokumen-dokumen terkait milik sekolah mengenai penguatan karakter religius. Kegiatan penelitian ini dengan melampirkan instrumen lembar observasi, lembar wawancara, serta melakukan dokumentasi pada kegiatan secara bertahap saat penelitian dilaksanakan.
No | Indikator | Sub Indikator |
---|---|---|
1 | Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. | 1. Melaksanakan sholat wajib dan sunnah 2. Membaca dan menulis al-quran 3. Menghafal dan menanamkan al-quran melalui beberapa program seperti Tahfidz Quran, BTQ, Tartilul Quran |
2 | Toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, hidup rukun dengan sesama. | 1.Tidak berisik ketika orang sedang melaksanakan ibadah 2. Kesadaran penuh mengikuti binaan untuk yang berhalangan 3. Menghargai kemampuan hafalan 4. Sabar menunggu giriran setoran hafalan 5. Tidak membeda-bedakan teman berdasarkan cepat atau lambatnya hafalan |
3 | Menolak sikap dan tindakan yang menyimpang agama. | 1. Mengikuti aturan program Tahfidz Quran 2. Mempersiapkan hafalan sebelum disetorkan 3. Tegas menolak jika di ajak membolos, berbohong, dan perbuatan buruk lainnya 4. Mengerjakan pekerjaan sesuai tugasnya |
4 | Berprilaku sopan santun terhadap sesama. | 1.Mengucapkan salam ketika bertemu guru dan berbicara santun 2.Bersaliman dengan guru ketika memasuki dan meninggalkan gerbang sekolah 3.Berbicara sopan terhadap sesama |
Setelah dilakukan pengumpulan data, selanjutnya peneliti melakukan teknik analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Miles and Huberman meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display), dan verifikasi dan atau penarikan kesimpulan (conclusion drawing)[12].
1. Pengumpulan Data : Dalam proses pengambilan data dapat juga sekaligus dilakukan analisis data. Datanya adalah segala sesuatu yang dilihat, didengar dan diamati. Data yang diperoleh bukan merupakan data akhir yang akan dapat langsung dianalisis untuk menarik suatu kesimpulan akhir.
2. Reduksi Data : Tahap ini berlangsung terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. Dimaksudkan untuk lebih menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak diperlukan dan mengorganisasikannya.
3. Penyajian Data : Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data, peneliti lebih mudah memahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Bentuk data yang disajikan dapat berupa bagan, uraian singkat, grafik, chart atau tabel.
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ; Berdasarkan data yang telah direduksi dan disajikan, peneliti membuat kesimpulan yang didukung dengan bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data. Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah dan pertanyaan yang telah diungkapkan oleh peneliti sejak awal.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Penguatan karakter religius adalah upaya terencana untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama dalam diri seseorang, sehingga membentuk perilaku yang selaras dengan ajaran agama. Proses ini melibatkan pendidikan serta pembiasaan yang menekankan pentingnya moralitas, etika, dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan penguatan karakter religius, individu diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai agama, seperti kejujuran, toleransi, sopan santun terhadap sesama, dan tanggung jawab. Salah satu program yang bisa menumbuhkan karakter religius siswa salah satunya, Program Tahfidz Quran merupakan suatu program unggulan yang dapat memperkuat karakter religius siswa. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi di SD Muhammadiyah 2 Krian, ditemukan bahwa program Tahfidz Qur’an berjalan secara rutin setiap hari setelah sholat dhuha. Program ini dirancang untuk memperkuat karakter religius siswa, yang tercermin dalam berbagai aspek perilaku sehari-hari. Temuan penelitian dapat dirinci sebagai berikut:
Pada aspek keimanan dan ketakwaan, observasi menunjukkan bahwa siswa terbiasa memulai dan mengakhiri kegiatan dengan berdoa. Pada saat memulai pembelajaran siswa di wajibkan untuk berdoa, siswa melaksanakan sholat dhuha, dhuhur, dan ashar secara berjamaah. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara siswa, yang menyebutkan bahwa mereka berusaha khusyuk ketika sholat dan berdoa dengan tenang. Sebagian besar siswa sudah lancar membaca Al-Qur’an bahkan ada salah satu siswa sudah menghafal 5 juz, meskipun masih ada beberapa yang perlu bimbingan tajwid. Kegiatan menghafal dilakukan secara bertahap dengan metode wahdah (menghafal ayat satu-persatu hingga hafal), muroja’ah (pengulangan hafalan lama), metode klasikal ( membaca bersama-sama dalam satu kelas) dan setoran individu. Guru menegaskan bahwa hafalan bukan sekadar capaian kognitif, melainkan harus berdampak pada sikap, seperti jujur saat setor hafalan, tidak menambah ayat jika belum siap, serta sabar menunggu giliran, siswa mampu menghargai perbedaan capaian hafalan teman.
Pada aspek toleransi, hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa mampu menumbuhkan sikap saling menghargai dalam proses pembelajaran Tahfidz Qur’an. Mereka tidak membedakan ataupun mengejek teman yang hafalannya lebih lambat, melainkan menunjukkan sikap empati dengan membantu teman yang mengalami kesulitan. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil wawancara, di mana siswa merasa senang dan termotivasi ketika ada teman yang cepat dalam menghafal, serta tetap bersabar menunggu giliran tanpa menimbulkan kegaduhan. Situasi serupa terlihat saat kegiatan sholat berlangsung, siswa lain menjaga ketenangan agar ibadah dapat dilakukan dengan khusyuk. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran guru yang secara konsisten memberikan nasihat dan bimbingan, menekankan pentingnya untuk tidak membandingkan kemampuan hafalan dengan orang lain, melainkan berfokus pada perbaikan diri sendiri. Dengan demikian, sikap toleransi yang terbentuk bukan hanya bersifat formal, tetapi telah menjadi bagian dari perilaku sosial siswa dalam keseharian.
Dalam pelaksanaan program Tahfidz Qur’an, aspek tanggung jawab siswa tampak jelas melalui berbagai kebiasaan yang mereka lakukan. Observasi siswa memperlihatkan bahwa siswa menunjukkan kesungguhan dengan mempersiapkan hafalan di rumah, menaati aturan program, serta menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Setiap akhir kegiatan belajar, mereka terbiasa bergotong royong membersihkan kelas sebelum pulang, sebagai wujud kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Dari hasil wawancara juga terungkap bahwa sebagian besar siswa membiasakan diri mengulang hafalan di rumah setelah sholat Maghrib, bahkan ada yang memilih waktu setelah sholat Subuh untuk menghafal, sedangkan di sekolah mereka memanfaatkan kesempatan setelah muroja’ah bersama untuk memperkuat hafalan. Guru turut berperan aktif dalam memastikan kesiapan siswa dengan melakukan pengecekan melalui jurnal Tahfidz, sekaligus memberikan bimbingan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan atau tertinggal. Hal ini menunjukkan bahwa program Tahfidz tidak hanya membentuk kedisiplinan dalam hal ibadah, tetapi juga menanamkan nilai tanggung jawab dalam berbagai aspek kehidupan siswa.
Selanjutnya pada aspek sopan santun, observasi menunjukkan Siswa membiasakan mengucapkan salam saat bertemu guru, baik di dalam maupun luar sekolah. Mereka juga bersalaman ketika masuk gerbang sekolah pada jam 06.45 wib. Selain itu, sikap santun tercermin dalam cara mereka berbicara dengan guru, selalu menggunakan bahasa yang sopan. Sekolah menetapkan aturan bahwa setiap siswa wajib bersalaman dengan guru piket di gerbang, sehingga perilaku ini terbentuk sebagai kebiasaan harian.
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembiasaan, ada faktor pendukung dan ada faktor penghambatnya(tantangan). Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan metode pembiasaan dalam menumbuhkan karakter religius peserta didik, diantaranya sebagai berikut:
a. Adanya dukungan dari orang tua
Pembentukan karakter religius peserta didik tidak hanya dilakukan oleh pihak sekolah saja, melainkan juga oleh orang tua. Karena setelah sampai di rumah, peserta didik akan dibina langsung oleh orang tua masing-masing dalam berperilaku. Diantara faktor terpenting dalam lingkungan keluarga dalam pembentukan karakter religius anak adalah pengertian orang tua akan kebutuhan kejiwaan anak yang pokok, anatara lain rasa kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa bebas, dan rasa sukses. Selain perhatian, orang tua juga memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, ketenangan dan kebahagiaan merupakan faktor positif yang terpenting dalam pembentukan karakter religius anak.
b. Komitmen bersama warga sekolah
Sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama seluruh warga sekolah. Adanya komitmen bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individu-individu warga sekolah di SD Muhammadiyah 2 Krian terhadap tujuan bersama. Dengan demikian, budaya religius sekolah adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama.
Fasilitas yang memadai
Fasilitas disekolah sudah mencukupi sekali untuk kegiatan para peserta didik, yang mana sekolah ini memiliki fasilitas yang mendukung untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan secara rutin ataupun ekstrakulikuler keagamaan dalam meningkatkan pemahaman peserta didik tentang agama dan untuk meningkatkan karakter religius peserta didik itu sendiri. Fasilitas tersebut salah satunya dengan keberadaan mushola di sekolah. Mushola sudah digunakan sebaik mungkin yaitu digunakan untuk sholat dhuhur berjamaah dan digunakan untuk praktik tentang beribadah apapun terkait dengan materi pendidikan agama Islam, tempat wudhu yang cukup, dan kitab suci Al-Qur’an yang cukup memadai.
Dalam proses penguatan karakter religius siswa melalui metode pembiasaan dalam program tahfidz, terdapat berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat. Salah satunya sebagai berikut :
d. Perbedaan latar belakang siswa.
Setiap anak datang dengan tingkat pemahaman agama dan keimanan yang tidak sama, sesuai dengan pengalaman dan pola asuh yang diperoleh di keluarga masing-masing. Faktor keluarga memiliki pengaruh besar terhadap kebiasaan beribadah yang terbentuk pada diri siswa. Selain itu, lingkungan sosial tempat anak berinteraksi juga memberikan pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila lingkungan memberikan suasana yang positif bagi pendidikan, maka perkembangan karakter religius anak akan terbantu. Namun, jika lingkungan kurang kondusif, hal tersebut dapat menghambat proses internalisasi nilai-nilai religius dalam diri siswa.
e. Lingkungan sosial siswa
Lingkungan sosial menjadi salah satu faktor penting yang turut menentukan berhasil atau tidaknya pembentukan karakter religius. Apabila lingkungan sekitar memberikan pengaruh positif, maka hal tersebut akan mendukung terbentuknya karakter religius yang baik. Sebaliknya, jika lingkungan kurang mendukung dan tidak selaras dengan proses pembentukan karakter religius, maka akan menjadi hambatan bagi perkembangan spiritual siswa. Demikian juga dengan pergaulan di luar sekolah yang sangat berpengaruh pada sikap keagamaan peserta didik, karena pengaruh dari pergaulan biasanya cepat menyentuh perilaku siswa. Jika pergaulan yang ditemui baik, maka dampaknya akan positif, namun jika pergaulan buruk, maka akan memberi pengaruh negatif terhadap perkembangan keagamaan siswa. Besarnya pengaruh lingkungan dan pergaulan ini juga diperkuat dengan keberadaan norma dan kebiasaan di masyarakat. Lingkungan dengan kebiasaan positif akan menumbuhkan karakter baik, sedangkan lingkungan dengan kebiasaan negatif akan membawa dampak yang kurang baik. Hal ini semakin diperburuk apabila tidak ada pengawasan yang memadai dari pihak sekolah.
f. Menjaga konsistensi motivasi siswa untuk terus menghafal dan mengamalkan Al-Quran
Dalam program tahfidz Qur'an bukanlah sekadar menghafal, melainkan menjaga motivasi siswa agar tetap konsisten. Awalnya, semangat mungkin membara. Mereka antusias, bersemangat, dan ingin segera menyelesaikan hafalan. Namun, seiring berjalannya waktu, rintangan mulai muncul. Menghafal Al-Qur'an adalah perjalanan panjang yang butuh kesabaran dan ketekunan. Rutinitas yang monoton, tekanan dari target hafalan, atau kesulitan memahami ayat-ayat bisa mengikis motivasi. Di sisi lain, kehidupan di luar program juga bisa menjadi godaan besar. Kesibukan sekolah, hobi lain, atau pengaruh media sosial sering kali mengganggu. Fokus siswa terpecah, dan Al-Qur'an yang seharusnya menjadi prioritas justru terpinggirkan. Akhirnya, hafalan menjadi terbengkalai dan konsistensi pun hilang. Oleh karena itu, menjaga motivasi siswa adalah kunci keberhasilan. Guru dan orang tua perlu menjadi pendukung terdepan. Mereka harus terus mengingatkan akan keutamaan dan pahala menghafal Al-Qur'an, memberikan apresiasi atas setiap kemajuan kecil, dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan
g. Lupa hafalan karena gugup, serta masih ada yang kurang disiplin di luar jam tahfidz.
Tak jarang sebagian siswa mengalami kondisi dimana siswa merasa lupa hafalan karena gugup. Hal ini wajar dan dialami oleh banyak orang. Ketika siswa diminta untuk menyetor hafalan di depan guru, rasa cemas dan tekanan bisa muncul. Pikiran menjadi kosong, dan ayat-ayat yang sudah dihafal dengan lancar di rumah tiba-tiba menghilang. Situasi ini bisa membuat siswa merasa frustrasi dan kehilangan motivasi. Proses menghafal Al-Qur'an membutuhkan konsistensi dan pengulangan. Jika siswa hanya mengulang hafalan saat ada di kelas, hafalan mereka akan mudah hilang. Pengulangan di luar jam pelajaran, seperti setelah salat atau di waktu luang, sangat penting untuk memperkuat hafalan. Tanpa disiplin, kemajuan yang dicapai di kelas akan menjadi sia-sia.
Untuk mengatasi hal ini, sekolah menetapkan program tahfidz pada pagi hari setelah dhuha agar tidak mengganggu mata pelajaran lain. Guru memberikan pembinaan khusus, menggunakan metode iqro’ untuk siswa yang masih terbata membaca, serta memberikan motivasi agar siswa tetap konsisten menghafal di rumah maupun di sekolah.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terdapat salah satu siswa kelas VI dengan hafalan terbanyak dalam program Tahfidz Qur’an di SD Muhammadiyah 2 Krian menunjukkan karakteristik yang menonjol dibandingkan teman-temannya. Dari segi kemampuan hafalan, siswa ini mampu menguasai jumlah juz yang lebih banyak, dengan capaian hingga beberapa juz Al-Qur’an dan sudah di wisuda di hafalan juz ke-4 (juz 30, 29, 1, 2) dan sekarang sedang proses menghafal juz 3 (juz ke-5 dalam target setoran kelulusan), siswa tersebut juga konsisten menyetorkan hafalannya kepada guru tahfidz sesuai jadwal yang telah ditentukan. Kebiasaan melakukan muraja’ah baik di sekolah maupun di rumah menjadi kunci utama keberhasilannya dalam menjaga dan memperkuat hafalan. Karakter religius siswa tersebut tampak dalam keseharian, antara lain melalui kedisiplinan dalam mengikuti jadwal tahfidz setiap pagi, tanggung jawab dalam menyelesaikan target hafalan, serta ketekunan dalam melaksanakan ibadah harian seperti sholat tepat waktu dan membaca Al-Qur’an. Selain itu, sikap sopan santun, menghormati guru, dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah juga menjadi bagian dari perilaku religius yang konsisten di tunjukkan. Bahkan siswa ini mengikuti program KOSTAM ( Komando Siswa Teladan Mulia ) dan menjadi ketua dari program tersebut yang bertugas untuk wadah pembinaan untuk mencetak siswa berkarakter teladan, mulia, dan religius, serta mampu menjadi pemimpin kecil di lingkungannya, biasanya program ini di tugaskan untuk mengingatkan warga sekolah dalam melaksanakan karakter religius yang terdapat disekolah tersebut.
Keberhasilan siswa ini tidak lepas dari dukungan lingkungan, baik dari keluarga yang senantiasa mendampingi hafalan di rumah maupun dari sekolah yang menciptakan budaya religius yang kondusif. Motivasi pribadi yang kuat untuk menjadi penghafal Al-Qur’an juga menjadi faktor pendorong penting. Kehadiran siswa dengan hafalan terbanyak ini memberikan pengaruh positif bagi teman-temannya, sebab siswa tersebut mampu menjadi teladan dalam kedisiplinan, semangat belajar, dan pengamalan nilai-nilai religius dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa capaian hafalan yang tinggi tidak hanya berdampak pada prestasi individual, tetapi juga berkontribusi dalam penguatan karakter religius di lingkungan sekolah.
B. Pembahasan
Pembelajaran yang berorientasi pada penguatan karakter merupakan suatu pendekatan yang bertujuan membantu peserta didik mengatasi berbagai persoalan terkait pembentukan karakter. Dalam penerapannya, strategi implementasi pendidikan karakter sesuai dengan pedoman pemerintah dilaksanakan melalui empat aspek, yaitu kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan kokurikuler, serta pembiasaan budaya sekolah [20]. Menurut Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017, penguatan pendidikan karakter adalah Gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antar satuan pendidikan keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) [14]. Menurut kemdikbud Penguatan karakter religius dilakukan melalui tiga basis yaitu, basis kelas, basis budaya sekolah, dan basis masyarakat [15]. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program Tahfidz Quran di SD Muhammadiyah 2 Krian secara efektif berkontribusi pada penguatan karakter religius siswa. Penguatan karakter religius tercermin melalui beberapa aspek pembiasaan karakter religius antara lain :
1. Penguatan karakter religius dalam kegiatan belajar mengajar
Pendidikan karakter religius juga diterapkan melalui integrasi dalam setiap mata pelajaran, dengan menyesuaikan pada materi serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Integrasi tersebut dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai religius ketika guru menyampaikan materi yang memiliki keterkaitan dengan pembentukan karakter religius [16], pengintegrasian nilai karakter dapat dilakukan pada seluruh tahapan pembelajaran, mulai dari kegiatan pendahuluan, inti, hingga penutup. Selain itu, budaya kelas yang mencerminkan pendidikan karakter religius tampak melalui aktivitas-aktivitas khas yang menjadi kebiasaan siswa dan terus dilakukan dalam keseharian mereka di sekolah. Dalam proses mengajar penguatan karakter religius dimasukkan ke dalam pembelajaran dikelas seperti mata pelajaran Tarikh Islam, Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, serta penguatan karakter religius tampak secara nyata melalui pembiasaan membaca doa sebelum belajar, serta penyetoran hafalan Al-Qur’an pada pembelajaran BTQ. Namun, penguatan karakter religius tidak hanya terjadi pada mata pelajaran agama, melainkan juga diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial, guru mengaitkan materi dengan kebesaran ciptaan Allah, sementara dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa diarahkan membuat karya tulis yang mengandung nilai kejujuran, kebaikan, atau kisah keteladanan. Selain penyisipan nilai religius dalam materi pelajaran, pembiasaan sikap religius juga dibangun melalui interaksi guru dan siswa di dalam kelas. Guru senantiasa membiasakan siswa untuk mengucapkan salam, berdoa bersama, serta menghargai pendapat teman. Sikap religius seperti sabar, ikhlas, disiplin, dan tanggung jawab secara konsisten ditanamkan melalui keteladanan guru dan praktik langsung dalam pembelajaran. Dengan begitu, siswa tidak hanya memahami konsep religius secara teori, tetapi juga terbiasa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini secara tidak langsung akan membiasakan siswa untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.
2. Penguatan karakter religius dalam kegiatan ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter dalam rangka perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian peserta didik secara optimal [17]. SD Muhammadiyah 2 Krian memiliki berbagai kegiatan Pendidikan ektrakurikuler untuk siswanya, seperti seni kaligrafi, pencak silat tapak suci, Kepanduan Hizbul Wathan dan sebagai penunjang penerapan karakter religius sekolah SD Muhammadiyah 2 Krian memiliki Pendidikan ektrakurikuler yaitu Tartilul Quran dengan metode Qira’ati yang di laksanakan setiap hari di jam pulang sekolah. Berbagai program ekstrakurikuler dirancang untuk menanamkan nilai-nilai keislaman dan membiasakan siswa mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
3. Penguatan karakter religius melalui kegiatan kokurikuler
Kokurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman, dan/atau pengayaan kegiatan dalam kurikulum pembelajaran. Pendidikan Kokurikuler yang diterapkan dalam menunjang penerapan penguatan karakter religius merupakan membentuk karakter melalui pembiasaan peserta didik. Salah satu bentuk kegiatan kokurikuler yang menonjol adalah integrasi program Tahfidzul Qur’an dengan pembelajaran BTQ. Dalam kegiatan ini, siswa tidak hanya diajarkan membaca dan menulis Al-Qur’an, tetapi juga dibimbing untuk menghafal dan mengulang ayat-ayat yang telah dipelajari pada program Tahfidz sesudah sholat dhuha. Pembiasaan tersebut menumbuhkan kedisiplinan, peserta didik yang berkarakter juga harus disiplin. Karena disiplin ini harus diterapkan pada semua lembaga pendidikan, maka para peserta didik akan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi sebagai peserta didik [18] , tanggung jawab, serta kesungguhan siswa dalam menjaga hafalan. Selain itu, guru juga menyisipkan nilai religius dalam berbagai mata pelajaran lain, misalnya mengaitkan konsep sains dengan kebesaran ciptaan Allah. Sekolah juga membuat beberapa organisasi seperti : Program Muhaddits ( program pembinaan karakter religius yang diterapkan di sekolah) dan KOSTAM (Komando Siswa Teladan Mulia) yang merupakan wadah pembinaan untuk mencetak siswa berkarakter teladan, mulia, dan religius, serta mampu menjadi pemimpin kecil di lingkungannya, program ini merupakan langkah konkret sekolah dalam menanamkan dan mengingatkan perilaku sosial yang religius, memperkuat internalisasi nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari siswa.
4. Penguatan karakter religius melalui pembiasaan budaya sekolah
Penguatan karakter religius melalui pembiasaan budaya sekolah adalah upaya menanamkan nilai-nilai agama dan moral dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah, sehingga menjadi kebiasaan yang membentuk perilaku positif siswa [19]. Penguatan karakter religius di SD Muhammadiyah 2 Krian diwujudkan melalui pembiasaan budaya sekolah yang bernuansa Islami dan terintegrasi dengan program unggulan Tahfidz Quran. Budaya sekolah yang dibangun tidak hanya sekadar aturan tertulis, tetapi telah menjadi tradisi yang dilaksanakan secara konsisten oleh seluruh warga sekolah, sehingga nilai-nilai keagamaan dapat tertanam dalam diri siswa melalui kebiasaan sehari-hari. Salah satu wujud nyata pembiasaan tersebut adalah rutinitas membaca dan menghafal Al-Qur’an sebelum kegiatan belajar dimulai. Siswa diarahkan untuk menyetorkan hafalan kepada guru tahfidz sesuai target yang telah ditentukan. Pembiasaan tersebut sejalan dengan visi sekolah dalam melahirkan generasi Qur’ani yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kedekatan dengan Al-Qur’an.
Keberhasilan dalam program Tahfidz salah satu pencapaian adalah peningkatan kemampuan hafalan siswa. Banyak siswa yang menunjukkan kemajuan luar biasa. Mereka tidak hanya mencapai target hafalan juz tertentu, tetapi juga melangkah lebih jauh, membuktikan bahwa ketekunan dan bimbingan yang tepat bisa menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Fenomena ini menjadi bukti nyata implementasi karakter religius dalam program tahfidz berhasil. Ada siswa yang berhasil menghafal lebih dari yang ditargetkan, Seperti salah satu siswa kelas VI dapat menghafal 5 Juz dalam al-Quran, siswa tersebut tidak hanya fokus pada kuantitas, tetapi juga pada kualitas hafalan. Setiap ayat dilafalkan dengan penuh kosentrasi dalam menghafal ayat Al-Quran, serta memahami makna yang terkandung di dalamnya. Keberhasilan ini juga menunjukkan kolaborasi yang kuat antara guru, siswa, dan orang tua. Guru yang sabar dan telaten menjadi pembimbing, sementara orang tua menjadi pendukung utama di rumah. Bersama-sama, mereka menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk terus berkembang.
Simpulan
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa program Tahfidz Qur’an di SD Muhammadiyah 2 Krian mampu memperkuat karakter religius siswa secara menyeluruh. Program ini tidak hanya meningkatkan kemampuan kognitif siswa dalam menghafal Al-Qur’an, tetapi juga menumbuhkan nilai-nilai akhlak mulia yang tercermin dalam sikap beriman, bertakwa, toleran, bertanggung jawab, dan sopan santun. Program Tahfidz Qur’an di SD Muhammadiyah 2 Krian terbukti menjadi upaya yang efektif dalam menumbuhkan karakter religius siswa. Kegiatan ini tidak hanya menekankan pada hafalan semata, tetapi juga diarahkan agar Al-Qur’an menjadi pedoman hidup bagi siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa mulai membiasakan diri mengamalkan nilai-nilai Qur’ani dalam keseharian, seperti bersikap jujur dalam setiap tindakan, sabar menunggu giliran setoran dengan duduk tertib sambil mengulang hafalan, serta mematuhi aturan program Tahfidz, baik dalam adab membaca, berpakaian rapi, maupun bersikap hormat kepada guru. Selain itu, siswa juga memperlihatkan tanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan sekolah melalui kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dan bergotong royong membersihkan kelas sebelum pulang. Sikap sopan santun tercermin dari cara mereka berbicara dengan guru menggunakan bahasa yang santun. Dalam implementasi program Tahfidz Quran menghadapi beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat seperti : faktor pendukung yaitu adanya dukungan orang tua, komitmen bersama warga sekolah dalam mengimplementasikan karakter religius ke dalam diri siswa melalui tahfidz Quran, dan fasilitas yang mewadai untuk pelaksanaan Tahfidz Quran. Faktor penghambat seperti perbedaan latar belakang siswa dan kemampuan belajar siswa, lingkungan sosial, Menjaga konsistensi motivasi siswa untuk terus menghafal dan mengamalkan Al-Quran, lupa hafalan karena gugup serta masih ada yang kurang disiplin diluar jam Tahfidz. Tantangan yang muncul dapat diatasi melalui strategi pembelajaran yang adaptif dan kebijakan sekolah yang konsisten. Dengan demikian, program Tahfidz Qur’an dapat dijadikan sebagai strategi efektif dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga unggul dalam moral dan spiritual.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan adanya metode unik yang diterapkan oleh sekolah dalam menanamkan, membentuk karakter religius pada diri siswa. Metode tersebut terbukti efektif karena mampu membentuk pembiasaan positif sekaligus menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan ke dalam perilaku sehari-hari peserta didik melalui program Tahfidz. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan sekolah dapat dijadikan sebagai program dalam pendidikan karakter, khususnya dalam aspek religius. Oleh karena itu, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat diterapkan di sekolah lain dengan melibatkan narasumber, partisipan, serta informan yang lebih beragam, sehingga temuan yang diperoleh semakin komprehensif dan dapat memberikan kontribusi lebih luas bagi pengembangan pendidikan karakter religius
Ucapan Terima Kasih
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas rahmat, karunia, serta kemudahan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi selama masa studi ini. Terima kasih yang mendalam juga penulis haturkan kepada dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan ini. Penulis juga mengapresiasi para guru, wakil kepala kurikulum, dan siswa di SD Muhammadiyah 2 Krian yang telah dengan sukarela dan ikhlas meluangkan waktu untuk diwawancarai dan memberikan informasi yang sangat berharga untuk kelancaran penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf dan rekan-rekan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Sidoarjo atas segala dukungan dan bantuannya. Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat berkah dari Allah SWT. Penulis berharap bahwa artikel ini dapat memberikan wawasan dan inspirasi bagi para pendidik, orang tua, serta masyarakat luas tentang pentingnya penguatan karakter religius melalui program Tahfidz Quran di lingkungan sekolah dasar. Semoga upaya menanamkan nilai-nilai spiritual dan moral sejak usia dini ini dapat menjadi pijakan kuat dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki akhlak mulia dan keimanan yang kokoh.
References
[1] N. Nurfirdaus and A. Sutisna, “Lingkungan Sekolah Dalam Membentuk,” Jurnal Kajian Penelitian dan Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 5, pp. 895–902, 2021.
[2] I. Wijayanti and S. Religius, “Program Tahfidz Al-Qur’an,” vol. 5, no. 1, 2024.
[3] F. Q. Aini, R. Yuli, A. Hasibuan, and G. Gusmaneli, “Pendidikan Karakter Sebagai Landasan Pembentukan Generasi Muda,” vol. 3, no. 4, 2024.
[4] R. Swandar, “Implementasi Pendidikan Karakter Religius di SD Budi Mulia Dua Sedayu Bantul,” Laporan Penelitian, pp. 1–8, 2017.
[5] A. Maftukha and M. I. Kurniawan, “Pendidikan Karakter Religius Berbasis Budaya Sekolah di SD Islam Plus As-Syafi’iyah,” Kiprah Pendidikan, vol. 2, pp. 98–110, 2023.
[6] F. Wulandari et al., “Penguatan Karakter Religius Siswa Berbasis Kelas di Sekolah Dasar Negeri Sidoarjo,” 2024.
[7] L. P. S. Antari and L. De Liska, “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Penguatan Karakter Bangsa,” Widyadari, vol. 21, no. 2, pp. 676–687, 2020.
[8] A. Al-Mulham, Menjadi Hafidz Al-Qur’an dengan Otak Kanan. Jakarta, Indonesia: Pustaka Ikadi, 2013.
[9] S. A. H. Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam. Ciputat, Indonesia: Ciputat Press, 2003.
[10] F. R. Fiantika et al., Metodologi Penelitian Kualitatif. Padang, Indonesia: PT Global Eksekutif Teknologi, 2022.
[11] B. Ramadi, Buku Panduan Tahfizh Qur’an Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara. Medan, Indonesia: UIN Sumatera Utara, 2021.
[12] A. M. Arif, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Agama dan Budaya Bangsa. Palu, Indonesia: ENDECE, 2021.
[13] S. Andrianie, L. Arofah, and R. D. Ariyanto, Karakter Religius: Sebuah Tantangan dalam Menciptakan Media Pendidikan Karakter. Indonesia: Qiara Media, 2021.
[14] A. M. Huberman, J. Saldana, and M. B. Miles, Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook, 4th ed. Los Angeles, CA: Sage, 2019.
[15] A. K. Wati and T. L. Wati, “Penanaman Pendidikan Karakter Disiplin melalui Media Jam Kedatangan Peserta Didik Kelas 4 SD,” JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, vol. 7, no. 4, pp. 3711–3718, 2024.
[16] W. Maulidyah and V. Rezania, “Strategi Guru dalam Menguatkan Karakter Profil Pelajar Pancasila di Sekolah Dasar,” pp. 1–10, 2021.
[17] A. T. Utami, “Pelaksanaan Nilai Religius dalam Pendidikan Karakter di SD Negeri 1 Kutowinangun Kebumen,” Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014.
[18] A. M. Abidin, “Penerapan Pendidikan Karakter pada Kegiatan Ekstrakurikuler melalui Metode Pembiasaan,” Didaktika: Jurnal Kependidikan, vol. 12, no. 2, pp. 183–196, 2018.
Downloads
Published
Issue
Section
Categories
License
Copyright (c) 2025 Siti Nadiyatul Wijayanti, Machful Indra Kurniawan

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.