Religiosity and Emotional Regulation Predicting Resilience in Ghosting Victims
Kekuatan Keagamaan dan Pengaturan Emosi dalam Memprediksi Ketahanan pada Korban Ghosting
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijis.v13i1.1793Keywords:
Religiosity, Emotional Regulation, Resilience, Ghosting, Young AdultsAbstract
Background: Resilience is an essential psychological factor that enables individuals to adapt positively to emotional challenges. Specific Background: Ghosting, a phenomenon prevalent among young adults, can lower psychological well-being. Knowledge Gap: Limited research has explored how religiosity and emotional regulation jointly contribute to resilience in ghosting victims. Aim: This study aims to examine the simultaneous and partial roles of religiosity and emotional regulation in predicting resilience. Results: Regression analysis showed that religiosity and emotional regulation significantly predict resilience, with emotional regulation contributing more strongly than religiosity. Novelty: This research provides new insights by addressing resilience within the unique context of ghosting, which has rarely been studied in psychological research. Implications: Findings emphasize the importance of integrating spiritual guidance and emotional regulation training in counseling and educational settings to improve resilience among young adults.
Highlights :
-
Religiosity and emotional regulation predict resilience
-
Emotional regulation contributes the most
-
Findings guide counseling for ghosting victims
Keyword: Religiosity, Emotional Regulation, Resilience, Ghosting, Young Adults
Pendahuluan
Bekerja sebagai driver ojek online selama dekade terakhir menjadi alternatif sebagai sumber penghasilan yang banyak diminati masyarakat. Namun pelaku ojek online kerap memiliki permasalahan yang membuat diri menjadi emosi karena berbagai alasan. Salah satu yang mempengaruhi tingkat kematangan emosi adalah religiusitas. Sayangnya, masih minim penelitian yang membahas keterkaitan variabel di atas. Untuk itu, peneliti ingin mengkaji tentang sejauh mana hubungan antara religiusitas dengan kematangan emosi pengemudi Ojol. Kegiatan pengangkutan baik orang maupun barang telah ada sejak zaman dahulu kala hingga sekarang . Namun, setelah perubahan zaman muncul inovasi baru di era saat ini.
Inovasi layanan ojek online yang dicetuskan di Jakarta kini telah menyebar luas dan diketahui oleh semua kalangan masyarakat. Setiap orang yang menggunakan jasa ojek, kini bisa mengakses aplikasi ojek online melalui ponsel dan menjadikannya alternatif transportasi yang mudah dijangkau kapan saja dan dimana saja. Sepeda motor membuat ojek online lebih cepat dibandingkan angkutan umum, bus, dan taksi, serta membantu memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen. Namun, pada 2018 volume angkutan umum di Indonesia dilaporkan mencapai 146.858.759 juta/tahun.. Transportasi bisa dikatakan baik apabila sistem yang diberikan itu cukup,baik kepada masyarakat umum maupun secara pribadi serta dapat memberikan kenyamanan didalamnya dan dapat diandalkan dengan baik. Munculnya aplikasi ojek online itu sendiri seiring dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan smartphone dan semakin luasnya jangkauan internet di Indonesia. Menurut penelitian yang sudah dilakukan, ojek online adalah jenis transportasi umum yang sama dengan ojek biasa, yang menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi namun, karena mereka terintegrasi dengan kemajuan teknologi maka dapat dianggap lebih maju.
Ojek online kini tidak hanya mengantarkan barang seperti makanan, tetapi juga mengangkut penumpang. Kemudahan inilah yang menyebabkan peningkatan jumlah driver setiap harinya. Aplikasi seperti Grab, Gojek, Maxim, In-Drive, dan Uber telah banyak digunakan oleh banyak kalangan. Riset e-commerce IQ atau eIQ pada pertengan Februari 2018 menunjukkan 56% responden memilih Gojek, 33% Grab, dan 8% Uber. Menurut beberapa berita online, pada 2019 ada sekitar 2 juta pengemudi Gojek, dengan lebih dari 16 juta pengunduh hingga 2018. Survei Kemenhub 2022 menunjukkan penggunaan aplikasi transportasi online adalah 59,13% Gojek, 32,24% Grab, 6,93% Maxim, dan 1,47% InDriver. Menurut peneliti terdahulu, ojek online populer karena kemudahan dan ciri khas perlengkapan berkendara seperti helm dan jaket, yang memberikan rasa kepercayaan dan keamanan. .
Asosiasi Aksi Roda Dua Indonesia menyatakan bahwa untuk jumlah pasti mitra pengemudi ojek online di Indonesia tidak diketahui oleh masyarakat maupun pemerintah dikarenakan dirahasiakan oleh para aplikator. Ketua Umum Garda (Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia) Igun Wicaksono, mengatakan bahwa saat ini lebih dari 4 juta driver ojek online tersebar di seluruh Indonesia (menurut wawancara berita online pada, 9 April 2020). Dari penelusuran di Playstore menunjukkan untuk unduhan Gojek Driver lebih dari 5 juta, Gocar Driver lebih dari 1 juta, dan untuk Grab Driver lebih dari 10 juta hingga pada 12 November 2019. Setidaknya dalam jumlah unduhan aplikasi Gojek dan Grab mencapai 16 juta kali, setara dengan 6,1% penduduk Indonesia pada tahun 2018 yang mana mencapai 258,7 juta orang sesuai dengan artikel berita online. Menurut penelitian terdahulu yang mencatat bahwa jumlah pengemudi ojek online telat meningkat dari 900.000 menjadi 1,7 juta pada tahun 2018..
Pada survei yang dilakukan Polling Institute menunjukkan bahwa di Surabaya dan sekitarnya (sidoarjo dan gresik), 11.1% populasi menggunakan ojek online, dengan 11.7% dari mereka sebagai mitra pengguna. Menurut artikel berita yang sudah dipublikasikan melaporkan ada 2.000 anggota ojek online di Sidoarjo yang terdeteksi selama kampanye dukungan pemilihan presiden. Penelitian terdahulu mengatakan mayoritas pengemudi ojek online adalah didominasi oleh kaum laki-laki, menunjukkan dominasi patriarki muncul dalam konsep struktur sosial karena masyarakat masih meyakini bahwa aktivitas dalam pekerjaan yang dianggap maskulin seperti mengemudi dan mengantarkan barang. Meski demikian, banyak wanita juga bekerja sebagai driver ojek online, hal tersebut membuktikan bahwa pekerjaan ini bisa dilakukan oleh siapa saja.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di pangkalan ojek online (Gojek dan Grab) di pangkalan ojek sekitar Gading Fajar dan restoran makanan terdapat beberapa masalah yang ditemukan. Berdasarkan hasil wawancara pada sekumpulan driver ojek online ditemukan bahwa para driver lebih memilih mengutamakan orderan ojek online dibandingkan dengan melangsungkan ibadah sesuai agama masing-masing. Mereka beralasan bahwa pada saat jam ibadah (lebih tepatnya saat Maghrib tiba), orderan lebih banyak dibandingkan biasanya. Para driver itu juga menyampaikan jika tidak cepat-cepat menerima orderan maka tidak akan ada uang yang dibawa pulang pada hari itu. Lalu, pada survey di pangkalan ojek sekitar Sun City terdapat masalah yang berbeda dari survey sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara pada segerombol driver ojek online diketahui bahwa ada beberapa driver ojek online yang lebih memilih untuk mengangkut barang daripada penumpang orang karena sempat terjadi kesalah pahaman antara driver dan pelanggan, karena hal itu emosi driver menjadi memuncak dan memilih mengalah dengan tidak menerima orderan penumpang lagi. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi pengalaman yang serupa. Beberapa driver ojek online juga menyampaikan bahwa mereka sering stress karena sepi orderan hari itu. Mereka juga menyampaikan bahwa sering tersulut emosi dan merasa tidak nyaman karena pada saat orderan berlangsung, ada beberapa pihak yang tiba-tiba mengganggu waktunya. Dari driver ojek online lainnya juga menyampaikan bahwa sering kesal dengan pelanggan yang hendak naik non-aplikasi sering pilih-pilih dan berujung mencari yang lain karena beberapa alasan yang tidak disebutkan.
Banyak penelitian tentang kondisi dari ojek online, termasuk kajian yang dilakukan oleh Anindita dkk. Dalam kajian tersebut melihat sebagai inovasi layanan transportasi dengan teknologi komunikasi canggih. Studi yang berjudul "Analisis Penerapan Teknologi Komunikasi Tepat Guna Pada Bisnis Transportasi Ojek Online" menjelaskan dalam fase inovasi Gojek dan Grabbike: mulai dari tahap pengenalan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi [4]. Inovasi ojek online memfasilitasi interaksi dengan mudah antara driver dan pengguna tanpa tawar-menawar dan ketidakpastian tarif. Pelanggan bisa mengetahui jarak, waktu, harga, nama driver, dan perusahaan.
Kemudahan yang diberikan oleh pelaku ojek online banyak. Namun, pekerjaan sebagai pengemudi ojek online melelahkan dan menimbulkan stres karena tuntutan kecepatan dan ketepatan, baik untuk tepat dalam penemuan lokasi pemesanan kendaraan hingga ketepatan dalam pemesanan seperti makanan jadi atau bahan makanan yang sesuai dengan aplikasi. Di Surabaya, sekitar 100.000 pengemudi menghadapi stres kerja, dengan lebih dari 15%-16% mengalami stres perminggu dan dalam sebulan. Sekitar 4% merasa marah dan tidak peduli dengan pengendara lain, yang meski tampak kecil dapat menyebabkan masalah..
Pengemudi Gojek sering menghadapi masalah regulasi emosi, baik dalam menemukan lokasi pemesanan kendaraan hingga memastikan pesanan makanan sesuai aplikasi. Emosi pengemudi yang meningkat karena hal itulah yang bisa memicu pertengkaran antara pengemudi dan pelanggan. Ancaman pembatalan dari pelanggan juga menguji emosi mereka, terutama ketika pelanggan merasa lama menunggu. Kemacetan yang harus dihadapi juga menyebabkan kerugian psikologis, akibat tuntutan tinggi dan target poin harian.. Penelitian terdahulu, menunjukkan hasil bahwa 71,43% pengemudi mengalami kelelahan kerja. Kecemasan terhadap komentar negatif pelanggan membuat emosi pengemudi tidak stabil. Menurut salah satu peneliti terdahulu, sepanjang 2021, banyak pengemudi melakukan protes dan mogok kerja akibat kebijakan pengurangan insentif yang dianggap merugikan.
Pengamat transportasi mengatakan, sebagian pengemudi ojek online menuntut harga yang adil dan manusiawi dari perusahaan aplikasi, terutama untuk jasa pengiriman barang, makanan, dan minuman. Para pengemudi ojek online mengeluhkan adanya kesenjangan antara tarif yang dibayarkan konsumen dengan tarif yang dibayarkan kepada pengemudi. Menurut salah satu berita online, pengemudi ojol meyakini harga yang dibayarkan kepada pengemudi akan lebih murah dibandingkan biaya yang harus ditanggung konsumen, terutama untuk pemesanan gabungan dalam program satu hari. Selain itu, seringkali tukang ojek harus menanggung beban biaya parkir yang tidak termasuk dalam faktor tarif. Hal ini dinilai membebani, apalagi jika sampai mengantarkan makanan ke lokasi tertentu seperti apartemen, kantor, atau saat menerima pesanan dari restoran. Belum lagi, ancaman sanksi suspensi, pengurangan saldo, pemutusan kemitraan, perpanjangan jam kerja juga harus menjadi perhatian perusahaan aplikasi ke depannya. Pengemudi wanita juga tidak ada cuti menstruasi, keguguran, atau melahirkan. Artinya, jika mereka sedang libur pada saat haid, keguguran atau melahirkan, maka akan membutuhkan proses yang panjang setelah memulainya kembali, hal itu sesuai dengan berita online yang terpublikasi.
Sebagai pengemudi ojek online dengan tanggungan beban fisik dan psikis , mereka mengharuskan dirinya bekerja untuk mencari rupiah bagi keluarganya. Baik pengendara wanita maupun laki laki bisa berkendara agresif apabila mendapat tekanan dari sesama ojek, pelanggan maupun mitra/perusahaan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, yang dilakukan terhadap 222 laki-laki dan perempuan muda yang disurvei, ditemukan bahwa subjek laki-laki memiliki gaya mengemudi yang lebih berisiko, mengemudi dengan kecepatan tinggi, dan mudah marah, sehingga rentan muncul perilaku agresif dan berbahaya. Menurut penelitian terdahulu, menjelaskan bahwa pengemudi yang tidak dapat mengatur dan mengendalikan emosi negatif yang dirasakannya cenderung berperilaku agresif saat mengemudi sehingga menimbulkan akibat negatif bagi dirinya sendiri dan pengguna jalan lainnya. Sebaliknya, pengemudi yang mampu mengatur emosinya akan mengemudi dengan hati-hati. Emosi negatif dapat membentuk sebuah perilaku berkendara yang tidak aman dan berujung pada kecelakaan. Menurut data yang dilansir Kementerian Perhubungan, 79% pengemudi ojek online menjadi korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2017. Sebagai ojek online selalu terdapat tuntutan untuk harus dapat meregulasi emosinya dengan baik dan memiliki kematangan emosi yang baik pula agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Itu juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa sebaga calon dokter, mahasiswa kedokteran harus memiliki regulasi emosi yang tinggi dan siap melayani masyarakat dalam segala keadaan . Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu lain terdapat hubungan positif dan sangat signifikan hasilnya antara regulasi emosi dengan perilaku prososial.
Regulasi emosi menurut pendapat dari para ahli adalah proses seseorang untuk membangun emosi yang dipunyai nya dan mengetahui cara untuk menyatakan ekspresi emosinya. Lalu pendapat dari ahli lainnya yang mengutip gagasan dari penelitian terdahulu mengatakan regulasi emosi merupakan kesanggupan seseorang dalam mengevaluasi dan mengubah reaksi emosional untuk berperilaku yang sesuai dengan situasi serta kondisi. Berdasarkan pendapat dari para ahli lainnya mengungkapkan emosi sangat penting dikarenakan dengan mengekspresikan emosi dengan benar serta tepat akan mempersiapkan secara fisik dan mental untuk berinteraksi dengan orang lain. Melalui penjelasan diatas,maka regulasi emosi sangat penting untuk dilakukan agar dapat menimbulkan efek positif dalam berperilaku dan berpikir.
Menurut dari para ahli aspek regulasi emosi merupakan kemampuan individu untuk menangani emosi dengan baik, yang meliputi emosi positif dan juga negatif, mampu mengelola emosi secara sadar dengan mudah dan spontan, serta mengendalikan situasi yang menekan hingga menyebabkan stress akibat dari permasalahan yang sedang dihadapi. Untuk aspek-aspek regulasi emosi dari pendapat para ahli yakni strategies to emotion regulation (strategies), engaging in goal directed behavior (goals), control emotional response (impulse), acceptance of emotional . Individu yang memiliki regulasi emosi yang tinggi akan mempunyai harga diri yang tinggi. Orang yang memiliki regulasi yang tinggi cenderung akan menunaikan hal yang positif di hidupnya . Selanjutnya disampaikan pula bahwa terciptanya regulasi emosi tidak terlepas dari beberapa faktor faktor yang menyertai didalamnya. Faktor untuk terbentuknya regulasi emosi adalah usia, jenis kelamin individu, religiusitas serta kepribadian masing masing dari setiap individu. Usia, Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang berhubungan dengan peningkatan keterampilan pengaturan emosi, dimana semakin tua seseorang maka keterampilan pengaturan emosinya akan semakin baik. Oleh karena itu, seiring bertambahnya usia seseorang, ekspresi emosinya menjadi lebih terkontrol. Jenis kelamin, Penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita berbeda dalam cara mereka mengekspresikan emosi, baik secara verbal maupun ekspresi wajah, tergantung pada jenis kelamin mereka. Religiusitas, Setiap agama mengajarkan seseorang untuk dapat mengontrol emosinya. Kepribadian, Orang dengan kepribadian "neurotik" ditandai dengan kepekaan, kemurungan, kegelisahan, sering merasa cemas, panik, rendah diri, kurang pengendalian diri, dan kurang keterampilan untuk mengatasi stres secara efektif akan menunjukkan tingkat regulasi emosi yang rendah. Kemampuan dalam menangani permasalahan itu dengan meregulasi emosi dapat membuat diri jauh dari hal negatif. Menurut dari penelitian terdahulu yang dilakukan untuk menghindari perilaku negatif, seseorang harus mampu mengendalikan emosinya dan menjaga perilakunya. Kemampuan seseorang dalam menghadapi dan juga memecahkan masalah persoalan dengan memberi penilaian pada sebuah konteks makna yang luas merupakan kecerdasan spiritual[8]. Selain itu, dalam melakukan pembentukan regulasi emosi seseorang tidak terlepas oleh religiusitas seseorang yakni sejauh mana keyakinan seseorang tersebut terhadap agamanya. Menurut penelitian terdahulu, seseorang yang religius cenderung memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang kurang religius.
Menurut para ahli dikatakan bahwa religiusitas adalah derajat keyakinan dan komitmen seseorang terhadap agamanya, termasuk dalam aspek-aspeknya yang berpusat pada Tuhan Yang Maha Esa . Para ahli mendefinisikan religiusitas sebagai kepercayaan terhadap ajaran agama tertentu dan dampak ajaran agama tersebut terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam bahasa yang lebih sederhana, menurut para ahli lainnya mengartikan religiusitas sebagai internalisasi agama dalam diri seseorang. Analisis utama yang diberikan pada definisi religiusitas menurut para ahli adalah penekanan pada keyakinan dan dampak dari keyakinan tersebut. Pengertian agama menurut beberapa penelitian sebelumnya. Peneliti terdahulu mendefinisikan religiusitas sebagai tingkat pemahaman, keyakinan, pengamalan, dan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Sejalan dengan pandangan di atas, penelitian terdahulu yang lainnya mendefinisikan religiusitas sebagai keluasan pengetahuan, kekuatan keimanan, kekuatan mengamalkan keyakinan dan etika, serta kedalaman pemahaman tentang agama yang dianut seseorang. Religiusitas, menurut para ahli adalah jenis komitmen dalam beragama yang dilakukan oleh seseorang sebagai bagian dari kepercayaan mereka, seperti emosi dan wawasan yang mereka anggap salah satu dalam agama mereka, serta bagaimana mereka menjalani hidup mereka sesuai dengan agama mereka.
Dalam penelitian ini, pengertian religiusitas merujuk pada penafsiran ahli. Menurut dari ahlinya, terdapat 5 aspek atau dimensi religiusitas, yaitu a) keyakinan individu terhadap agamanya, b) praktik agama, ritual sakral yang harus dilakukan sesuai petunjuk agama, c) pengalaman, bagaimana seseorang mengungkapkan atau mempercayainya agamanya, d) pengetahuan, sejauh mana pengetahuan seseorang terhadap ajaran agamanya, dan e) penghayatan, sejauh mana seseorang terhadap tingkat keyakinannya terhadap agama yang dianutnya .
Bekerja sebagai pengemudi ojek online cukup menantang dikarenakan menuntut tindakan yang super cepat dan tepat, mulai dari menemukan lokasi pemesan kendaraan hingga memenuhi pesanan customer yang tepat, seperti contohnya makanan atau bahan makanan yang disesuaikan dengan yang ada didalam aplikasi. Pengemudi ojek online sering berperilaku agresif karena tuntutan pelanggan dan kondisi jalan.hal semacam itu bisa membuat seseorang menjadi panas kemudian emosi jika sudah disesuaikan pesanan namun terjadi kesalah pahaman dengan customer. Terlebih lagi waktu Covid-19 Pengaruh PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) juga membuat pengemudi ojek online bingung karena beberapa akses ditutup. Hal ini terjadi padahal kebutuhan para pengemudi ojek online untuk pengiriman barang dan makanan dituntut cepat dan tepat dalam kategori sangat tinggi. Maka dari itu tuntutan dalam meregulasi emosi dalam setiap keadaan yang membutuhkan regulasi sangat diperlukan.
Penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan regulasi emosi telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu sebelumnya. Dalam penelitian yang dilakukannya, peneliti tersebut mendapatkan hasil yakni hubungan yang positif dan sangat signifikan dengan kategori subjek berbeda. Artinya, dalam penelitian tersebut menyatakan ada kaitan atau terdapat hubungan antara religiusitas dengan regulasi emosi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terdahulu yakni penelitian kali ini peneliti mengangkat tentang religiusitas dengan regulasi emosi yang mengacu pada bagaimana cara individu yang bekerja sebagai driver ojek online mengelola emosi negatif yang dimilikinya dan kemampuan mengelola emosi negatifnya yang mempengaruhi akibat pekerjaannya. Sebaliknya, pada penelitian terdahulu mengacu pada cara individunya yang mengalami kesulitan mengontrol dan mengendalikan emosi lantaran tidak mudah menjadi ibu single parent yang ditinggal suami akibat bercerai atau ditinggal meninggal suaminya serta menjadi dewasa awal korban ghosting. Penelitian terdahulu meneliti tentang ibu single parent yang menjalankan peran ganda dalam mendidik anak anaknya,serta tentang dewasa awal yang menjadi korban ghosting yang menginginkan mendapati hubungan yang jelas, yang mana hal ini sangat berbeda dengan penelitian kali ini, penelitian kali ini merupakan seorang pekerja driver ojek online yang berada di lingkup sidoarjo.
Pada penelitian kali ini terdapat 1 variabel bebas yaitu religiusitas dan 1 variabel terikat yaitu regulasi emosi pada driver ojek online. Variabel-variabel tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan, sehingga dari hal tersebut, akan dapat diasumsikan pula bahwa terdapat pengaruh atau hubungan religiusitas terhadap regulasi emosi pada driver ojek online. Religiusitas adalah salah satu faktor dalam terbentuknya regulasi emosi seseorang termasuk driver ojek online, sehingga nantinya regulasi emosi bisa dilakukan dengan cara menyakini sesuai dengan keyakinan dan juga ajaran dari agamanya. Seorang pekerja driver ojek online dengan menghadapi berbagai situasi kondisi dituntut untuk dapat meregulasi emosi dengan baik. Kematangan emosi seseorang dalam meregulasi emosinya juga tidak terlepas dari yang namanya faktor regulasi emosi. Pekerja ojek online yang dapat meregulasi dengan baik dan percaya akan agama yang dianutnya maka dapat mengontrol pribadinya dengan cara positif, pernyataan tersebut senada dengan penelitian terdahulu bahwa seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang tinggi akan mampu memahami situasi dan mengubah pemikirannya atau mengevaluasi secara positif situasi yang dihadapinya, sehingga memunculkan emosi positif pula . Begitupun dengan sebaliknya, jika kematangan emosi dan kurangnya kemampuan dalam meregulasi emosi serta kurang yakinnya pada agamanya, maka ketika individu tidak dapat mengkondisikan situasi keadaannya, akan dilampiaskan ke hal yang negatif seperti perilaku agresivitas dalam berkendara, bahkan timbulnya kecelakaan lalu lintas. Hal itu tidak aman dan berbahaya bagi driver maupun orang lain.
Penelitian serupa telah banyak dilakukan dengan variabel yang sama dan dipakai oleh peneliti saat ini yakni religiusitas dengan regulasi emosi. Namun, dalam kaitan variabel tersebut dengan polulasi pekerja ojek online masih jarang diteliti dan akan diteliti pada penelitian kali ini. Jadi, pada penelitian kali ini peneliti ingin mengembangkan penelitian sebelumnya dengan variable yang sama dengan varibel X religiusitas dan variable Y regulasi emosi. Tetapi dengan populasi yang berbeda yaitu pekerja ojek online di Sidoarjo. Dan dengan menggunakan metodologi korelasional dengan populasi ojek online di Sidoarjo dengan menggunakan uji korelasi product moment. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan antara religiusitas dengan regulasi emosi pada driver ojek online di Sidoarjo. Maka, tujuan penelitian ini ialah peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan regulasi emosi pada driver ojek online di Sidoarjo.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat korelasional. Menurut para ahli korelasional adalah suatu metode untuk mempelajari sejauh mana variasi suatu variabel berhubungan dengan variasi satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi . Populasi pada penelitian ini yaitu pekerja driver ojek online, menurut berita online terdapat sebanyak 2000 ojek online di Sidoarjo. Adapun untuk sampel yang diambil dalam penelitian ini menurut rekomendasi umum dari para ahli menyarankan bahwa jumlah 200 orang sebagai jumlah sampel yang cukup memadai saat digunakan . Maka, pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak lebih dari 200 dan ada pada angka 302 sampel. Teknik yang digunakan untuk pengambilan data yaitu menggunakan teknik quota sampling. Quota sampling adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan. Disini peneliti mengambil populasi berdasarkan kuota yang diperlukan atau sampai memenuhi jumlah yang sudah ditentukan. Dimana karakteristik yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu pelaku ojek online seperti (Go-Jek, Grab, Uber, Maxim, Ind-Drive) yang berada di lingkup sidoarjo
Dalam penelitian saat ini, terdapat 2 variabel, variabel yang dilibatkan yakni variabel religiusitas sebagai variabel bebas (x) dan variabel regulasi emosi merupakan variabel terikat (y). Instrumen alat ukur adopsi yang digunakan didalam penelitian ini yakni: (1) Religiusitas yang diadaptasi oleh penelitian terdahulu dari skala yang dikembangkan oleh para ahli kemudian diadopsi oleh peneliti yang mengacu berdasarkan aspek/dimensi yang dikemukakan oleh para ahli yakni keyakinan, Pengalaman, Praktik Agama, Pengetahuan, Penghayatan, dengan nilai validitas yang bergerak dari 0,253 sampai dengan 0,647 dan nilai reliabilitas 0,841 . (2) Skala regulasi emosi yang diadopsi dari penelitian penelitian sebelumnya yang kemudian disusun berdasarkan aspek aspek yang dikemukakan oleh ahli yakni strategies to emotion regulation (strategies), engaging in goal directed behavior (goals), control emotional response (impulse), acceptance of emotional response (acceptance), dengan koefisien item yang valid bergerak antara 0.238 sampai dengan 0.581 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,836 . Alat ukur tersebut diadopsi karena sesuai dengan penelitian yang digunakan saat ini, sekaligus diadopsi lantaran menggunakan teori yang sama menurut dari beberapa para ahli. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis korelasional sederhana menggunakan program software jasp
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh ojek online yang ada di kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini terdapat satu variabel bebas religiusitas dan satu variabel terikat yaitu regulasi emosi. Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis data, maka dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, distribusi data harus normal (uji normalitas), data harus linier (uji linieritas ), dan dilakukan (uji multikolinieritas).
Karakteristik | Frekuensi | Persentase |
---|---|---|
Berdasarkan Jenis Kelamin | ||
Laki Laki | 283 | 92,40% |
Perempuan | 19 | 7,60% |
Jumlah | 302 | 100% |
Berdasarkan Jenis Ojek | ||
Go-Jek | 189 | 62,60% |
Grab | 91 | 30,10% |
Uber | 0 | 0% |
Maxim | 4 | 1,30% |
In-Drive | 18 | 6% |
Jumlah | 302 | 100% |
Berdasarkan tabel 1, dapat ketahui bahwa responden penelitian ojek online di wilayah sidoarjo sebanyak 302 yang mana dari jumlah tersebut 283 atau 92,4 % berjenis kelamin laki laki dan berjumlah 19 atau 7,6 % berjenis kelamin perempuan. Sedangkan berdasarkan jenis ojek, jumlah pekerja Gojek sebanyak 189 atau 62,6 %, Grab berjumlah 91 atau 7,7 %, uber berjumlah 0% , Maxim berjumlah 4 atau 1,3 % dan In-Drive berjumlah 18 atau 6 %.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa pekerja ojek online di dominasi oleh para laki laki dengan frekuensi paling tinggi sebesar 283 setara 92,4 % daripada perempuan yang hanya sebesar 19 atau setara dengan 7,6 %. Sedangkan berdasarkan jenis ojek, frekuensi paling tinggi di berada di jenis Go-Jek dengan jumlah 189 (62,6 %), frekuensi tertinggi kedua berada di jenis Grab berjumlah 91 (30,1 %), tertinggi ketiga jenis Maxim berjumlah 4 (1,3 %) lalu yang frekuensi terendah berada di jenis Uber yang persentasenya 0%.
Figure 1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas data menunjukkan hasil residual data berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari titik tertinggi diagram batang berada ditengah, dan data kurva yang berbentuk menyerupai lonceng. Dan nilai Shapiro-Wilk berada diatas 0,5. Maka berdasarkan data tersebut uji asumsi normalitas terpenuhi.
Berikut gambar 2 menunjukkan hasil dari uji linieritas pada dua variabel X1 dan Y1.
Uji Linieritas
Figure 2. Uji Linieritas
Hasil uji linieritas menunjukkan terdapat hubungan antara religiusitas dengan regulasi emosi. Hal ini diperoleh karena hasil dari grafik scatter plot data yang menyebar mendekati garis linier dan bergerak condong ke bawah serta titik-titik data yang jika ditarik garis melingkar akan membentuk elips. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data telah memenuhi asumsi linieritas
Variable | Tolerance | VIF |
---|---|---|
Religiusitas (X1) | 1.000 | 1.000 |
Nilai untuk variabel religiusitas (X1) adalah 1.000 lebih besar dari 0,10. Sedangkan nilai VIF untuk variabel X1 adalah 1.000 <10.00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data memenuhi asumsi multikolinieritas dan dapat dikatakan bahwa data penelitian telah lolos uji asumsi sehingga dapat dilanjutkan pada uji hipotesis.
Pearson's Correlations | |||
---|---|---|---|
Pearson's r | P | ||
Religiusitas (X1) | Regulasi Emosi (Y) | 0.424 | < .001 |
Hasil uji korelasi pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan regulasi emosi (r=0.424, p-value<.001).
Model | Sum of Squares | Df | Mean Square | F | p | |
---|---|---|---|---|---|---|
H₁ | Regression | 3.014.401 | 1 | 3.014.401 | 65.632 | < .001 |
Residual | 13.778.675 | 300 | 45.929 | |||
Total | 16.793.076 | 301 |
Hasil uji korelasi sederhana menunjukkan bahwa model hubungan antara religiusitas dapat memberikan dampak yang signifikan pada regulasi emosi. Hal ini didasarkan pada hasil F hitung (F=65.632, p-value<.001) maka hasil ini menandakan bahwa hipotesis penelitian ini terdapat hubungan dan dampak antara religiusitas dengan regulasi emosi, terbukti benar sehingga hipotesis dapat diterima.
Model Summary – REGULASI EMOSI (Y) | ||||
---|---|---|---|---|
Model | R | R² | Adjusted R² | RMSE |
H₀ | 0.000 | 0.000 | 0.000 | 7.469 |
H₁ | 0.424 | 0.180 | 0.177 | 6.777 |
Selanjutnya, pada tabel 4 sumbangan efektif Religiusitas adalah 18% (R²=0,180 x 100%) terhadap Regulasi Emosi
Kategorisasi | Regulasi Emosi | Religiusitas | ||
---|---|---|---|---|
Frekuensi | % | Frekuensi | % | |
Rendah | 37 | 12% | 54 | 18% |
Sedang | 225 | 75% | 201 | 67% |
Tinggi | 40 | 13% | 47 | 16% |
Jumlah | 302 | 100% | 302 | 100% |
Tabel 6. kategorisasi, variabel dalam penelitian ini, tergambar bahwa variabel Regulasi Emosi dengan jumlah 302 dalam kategori rendah sebanyak 37 subjek, regulasi emosi kategori sedang sebanyak 225 subjek dan untuk regulasi emosi dengan kategori tinggi sebanyak 40 subjek. Sedangkan untuk variabel Religiusitas dengan jumlah yang sama, terlihat bahwa religiusitas dalam kategori rendah sebanyak 54 subjek, religiusitas dalam kategori sedang sebanyak 201 subje dan dalam kategori tinggi sebanyak 47 subjek.
Tabel 6 menunjukkan bahwa dalam variabel religiusitas yang memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 67% dalam kategori sedang, dan untuk variabel regulasi emosi memiliki persentase yang paling tinggi sebesar 75% dalam kategori sedang.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Religiusitas dan Regulasi Emosi pada Driver Ojek Online di Sidoarjo. Maka dapat dikatakan bahwa seorang Driver Ojek Online yang memiliki religiusitas yang tinggi, maka akan dapat memiliki regulasi emosi yang baik atau tinggi juga pada dirinya. Seperti penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu pertama yang ditemukan peneliti dan peneliti terdahulu kedua menunjukkan bahwa ada hubungan antara religiusitas dan regulasi emosi tetapi dengan subjek yang berbeda. Penelitian serupa lainnya juga dilakukan oleh peneliti terdahulu yang lain yang mana mengenai religiusitas dengan regulasi emosi menunjukkan adanya hubungan yang positif yang signifikan pada subjek ibu single parent, yang mana semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi pula regulasi emosi, begitupun sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin rendah pula regulasi emosi yang dimiliki .
Berdasarkan hasil data demografis subjek penelitian pada ojek online di Sidoarjo dapat diketahui berdasarkan jenis kelamin bahwa pekerja ojek online yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 283 (92,4%) dan untuk perempuan berjumlah 18 (7,6%). Sedangkan berdasarkan jenis ojek online jumlah Gojek sebanyak 189 (62,6%), Grab berjumlah 91 (30,1%), Uber berjumlah 0 (0%), Maxim berjumlah 4 (1,3%) dan In-Drive berjumlah 18 (6%).
Dari data demografis subjek dapat ketahui juga bahwa pelaku ojek online khususnya di wilayah Sidoarjo umumnya didominasi oleh kaum Laki-Laki sebagaimana dapat dilihat dari besaran frekuensi maupun jumlah persentasenya. Sedangkan dari jenis ojek online dari mulai Go-jek,Grab,Uber,Maxim,In-Drive di dominasi oleh Go-Jek dengan jumlah frekuensi dan persentase yang paling tinggi pertama, lalu disusul oleh jenis Grab dengan posisi tertinggi kedua, kemudian In-Drive dengan frekuensi tertinggi ketiga dan disusul oleh Maxim dengan frekuensi keempat dan diakhiri oleh Uber dengan frekuensi 0%. Hal tersebut lantaran masyarakat lebih dominan menggunakan jasa Gojek dalam beraktifitas diluar rumah seperti bekerja, kuliah bagi mahasiswa, antar jemput barang dsb sehingga dari frekuensi dan persentase Gojek lebih unggul daripada jenis ojek online merk lain.
Berdasarkan hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa hasil residual data terdistribusi dengan normal. Yang mana dari hasil uji normalitas tersebut dapat dilihat dengan bentuknya nya yang menyerupai lonceng. Titik diagram tertinggi berada di tengah serta nilai dari Shapiro-Wilk berada diatas 0,5 dimana dapat dikatakan untuk normalitasnya dalam penelitian ini terpenuhi berdasarkan dari hasil ujinya.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel religiusitas dengan variabel regulasi emosi. Uji korelasi dari kedua variabel menandakan ada hubungan positif dengan nilai (r=0.424, p-value<.001). Nilai itulah yang dapat dikatakan ada hubungan positif dari religiusitas dengan regulasi emosi. Walau meski terlihat kedekatannya masih terbilang lemah.
Hasil uji korelasi sederhana juga menunjukkan bahwa hubungan variabel antara religiusitas dapat berdampak signifikan pada variabel regulasi emosi. Hasil ini didasarkan pada nilai F hitung (F=65.632, p-value <.001). Dari nilai hitung tersebut yang menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini bisa dinyatakan benar dan dapat diterima.
Pada penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa emosi yang bersangkutan sangat mempengaruhi pemikiran dan perilaku seseorang. Individu yang memiliki regulasi emosi yang baik akan dapat menyadari, mengontrol perasaan dan tindakannya berdasarkan berbagai emosi, termasuk emosi positif maupun negatif. Individu yang memiliki regulasi emosi yang baik dapat tetap berpikir dengan jernih saat mengalami perasaan negatif, sehingga perilaku yang muncul nantinya akan tetap logis dan sesuai kesadarannya. Ekspresi perasaan yang buruk dapat dikontrol dengan baik akan mampu mengurangi proyeksi negatif pada perilaku yang dapat menyebabkan kearah perbuatan negatif.
Peneliti sebelumnya juga mengatakan bahwa regulasi emosi sangat penting untuk perkembangan. Umumnya, seseorang berusaha menghilangkan emosi negatifnya dengan menggunakan berbagai cara untuk mengendalikannya. Seseorang dapat mengekspresikan emosinya dengan cara yang positif, seperti mendekatkan diri kepada sang pencipta, atau dengan cara yang negatif, seperti marah yang berlebihan hingga sampai menyakiti diri sendiri dan juga orang lain.
Dalam regulasi emosi, Religiusitas merupakan salah satu faktor dalam terbentuknya regulasi emosi di dalam diri seseorang. Setiap individu yang memiliki religiusitas pastinya memiliki pemahaman pemahaman yang kuat akan prinsip-prinsip keagamaan, yang mana dalam prinsip prinsip tersebut kemudian ditanamkan di dalam diri mereka masing masing. Penjelasan dari peneliti terdahulu sebelumnya menyatakan bahwa perasaan maupun pengalaman mengenai keagamaan yang secara terus-menerus muncul dalam diri seseorang dapat memicu kontrol internal mereka, yang mana memungkinkan mereka untuk menghindari sebuah perilaku menyimpang yang dapat merugikan diri mereka sendiri dan diri dari orang lain. Dalam hal religiusitas, tingkat keterikatan atau ketundukan seseorang terhadap agama yang mereka anut. Individu yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan dapat bisa memahami konsep cinta dan sayang yang terkandung di dalam nilai-nilai agama.
Dalam hal religiusitas, tingkat keterikatan atau ketundukan seseorang terhadap agama yang mereka anut atau yakini. Menurut dari peneliti yang terdahulu menyatakan bahwa agama mencakup pengalaman dan juga kesadaran dalam beragama. Apabila seseorang tidak hanya dapat memahami agama dan ajarannya, tetapi juga mampu dalam memahaminya dan menerapkannya di kehidupan sehari-hari, maka seseorang tersebut bisa dikatakan memiliki religiusitas baik dan dengan religiusitas yang baik maka dapat memiliki regulasi emosi yang baik pula dalam kegiatan atau pekerjaannya.
Menurut pendapat dari penelitian sebelumnya religiusitas adalah suatu ajaran agama yang dianggap menghasilkan emosi positif. Dengan cara yang sama, orang yang sangat religius tentu akan memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Salah satu aspek religiusitas yang dibahas dalam penelitian ini adalah pandangan seseorang tentang meregulasi emosi dalam berbagai situasi yang tidak mengenakkan yang nantinya akan menjadi dasar hidup mereka.
Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa subjek pengemudi ojek online memiliki religiusitas dengan kategori sedang sebanyak 201 (67%), dalam kategori tinggi sebanyak 47 (16%) dan kategori rendah sebanyak 54 (18%). Sedangkan regulasi emosi dengan kategori sedang pula sebanyak 225 (75%), dalam kategori tinggi sebanyak 40 (13%) dan kategori rendah sebanyak 37 dengan persentase (12%). Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek driver ojek online Sidoarjo memiliki religiusitas dan regulasi emosi dalam kategori sedang.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel religiusitas berkontribusi kepada variabel regulasi emosi. Kontribusi yang disumbangkan dari variabel religiusitas sebesar 18% (R²=0,180 x 100%) terhadap variabel regulasi emosi. Hal tersebut dapat diketahui setelah di analisis dari uji korelasi sederhana sumbangan efektif variabel antara religiusitas dengan regulasi emosi.
Temuan penelitian ini semakin menunjukkan betapa pentingnya religiusitas bagi seseorang. Religiusitas mampu meningkatkan kemampuan untuk mengontrol emosi. Pendapat datang dari ahli yang menyatakan bahwa faktor religiusitas yang positif memiliki komponen cognitive reappraisal (penafsiran ulang). Sangat mungkin bagi seseorang yang sangat religius akan memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi juga, seperti halnya di dalam aspek religiusitas penelitian ini, yang berkaitan dengan cara pandang individu yang menjadikan ajaran agamanya sebagai sebuah pedoman kehidupannya.
Para ahli berpendapat yang mana pendapatnya mengatakan bahwa religiusitas dipengaruhi oleh beberapa komponen berikut: keyakinan individu terhadap agamanya, praktek agama ritual sakral yang dilakukan sesuai petunjuk agama, pengalaman tentang bagaimana individu mengungkapkan atau mempercayai agama, pengetahuan sejauh mana pengetahuan individu kepada ajaran agama, penghayatan sejauh mana individu terhadap tingkat keyakinan terhadap ajaran agamanya. Sedangkan menurut para ahli regulasi emosi juga dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu: usia, jenis kelamin individu, religiusitas serta kepribadian masing masing dari setiap individu.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan karena metode kuantitatifnya memungkinkan interpretasi hasil hanya dalam bentuk angka dan persentase. Akibatnya, metode ini tidak memungkinkan untuk dapat melihat secara leluasa dinamika psikologis yang terjadi sepanjang proses. Selain itu, dalam penelitian ini pastinya ada keterbatasan, hambatan atau suatu bentuk kendala yang didasari oleh peneliti. Antara lain dalam faktor biaya dan juga waktu, segi biaya sendiri merupakan komponen penting dalam penyelesaikan serta tersuksesnya penelitian. Keterbatasan dalam segi biaya bisa menjadi kendala yang dialami. Begitu juga dengan waktu yang mana sebagai mahasiswa yang memiliki tuntutan untuk bisa menyelesaikan studi jenjang sarjana (S1) nya termasuk juga tantangan yang dialami oleh peneliti, maka dari situ peneliti perlu adanya pembatasan pembatasan sampai dimana penelitian tersebut dilakukan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,424 dengan di taraf signifikan (r=0.424, p-value<.001), hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dari religiusitas dengan regulasi emosi pada driver ojek online di Sidoarjo, walaupun keeratan hubungan dalam penelitian ini tergolong sedang. Artinya, semakin tinggi religiusitas driver ojek online di Sidoarjo maka semakin tinggi pula regulasi emosinya. Begitupun sebaliknya, apabila semakin rendah religiusitas driver ojek online di Sidoarjo maka semakin rendah pula regulasi emosinya.
Terdapat saran yang dapat dituangkan kedalam penelitian kali ini yakni yang pertama, semoga dalam penelitian ini bisa menjadi sebuah referensi berharga untuk penelitian selanjutnya yang hendak ingin meneliti hubungan antara variabel religiusitas dan regulasi emosi. Untuk peneliti di masa depan diharapkan mampu dapat memperluas cakupan partisipan dalam sampel penelitian mereka tidak hanya ojek online di lingkup Sidoarjo namun bisa diluar Sidoarjo, sehingga diharap nantinya dapat menemukan hal baru dan data yang lebih luas. Kedua, berdasarkan tabel kategorisasi driver ojek online di Sidoarjo berada di kategori sedang, oleh karenanya diharapkan bagi driver ojek online di wilayah Sidoarjo dapat meningkatkan tingkat religiusitasnya agar regulasi emosinya juga meningkat. Selain itu, dalam penelitian kali ini semoga dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis yakni, yang pertama dapat memberi kontribusi ilmiah ke bidang psikologi yang membahas hubungan antara religiusitas dan pengaturan emosi. Yang kedua, dapat digunakan sebagai dasar dan referensi untuk penelitian tambahan yang berkaitan dengan pelaku ojek online di Sidoarjo serta secara praktisnya ini dapat meningkatkan pemahaman dan pengalaman langsung tentang mengendalikan emosi dengan religiusitas sebagai komponennya.
Ucapan Terima Kasih
Penulis ingin menyampaikan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga diperoleh ilmu pengetahuan, pengalaman, ketangguhan, kesabaran, dan kesempatan yang diperlukan demi terselesaikannya penelitian ini. Sepanjang proses penulisan, bantuan yang sangat berharga dalam bentuk waktu, tenaga, dan ide-ide mendalam telah diberikan dengan murah hati oleh banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada para driver ojek online di Sidoarjo yang telah bermurah hati mendedikasikan waktunya untuk berpartisipasi sebagai subjek di dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak banyak nya kepada teman teman atas support nya.
References
[1] I. A. Safitri and M. Syukur, “Solidaritas Sosial Antar Pengemudi Ojek Online dan Ojek Konvensional di Kabupaten Bone,” 2022.
[2] M. I. A. F. Anam Khoirul, “Analisis Keluhan Fisik Pengendara Ojek Online di Kabupaten Banyuwangi,” Solidaritas Sosial Antar Pengemudi Ojek Online dan Ojek Konvensional di Kabupaten Bone, vol. 2, no. ISSN 2622-0156, pp. 22–28, 2020.
[3] N. Zakinah, “Efisiensi dan Dampak Ojek Online Terhadap Kesejahteraan Driver Kota Makassar,” 2019.
[4] P. Aprilyanti, “Konflik Sosial Antara Pengendara Ojek Online Dengan Pengendara Ojek Pangkalan di Curug, Kelurahan Bojongsari Kota Depok,” Konflik Sosial Antara Pengendara Ojek Online Dengan Pengendara Ojek Pangkalan di Curug, Kelurahan Bojongsari Kota Depok, vol. 2, no. 1, pp. 1–14, 2017.
[5] M. Ferdila, D. Kasful, and A. Us, “Analisis Dampak Transportasi Ojek Online Terhadap Pendapatan Ojek Konvensional di Kota Jambi,” IJIEB: Indonesian Journal of Islamic Economics and Business, vol. 6, no. 2, 2021. [Online]. Available: http://e-journal.lp2m.uinjambi.ac.id/ojp/index.php/ijoieb
[6] P. Ojek et al., “Proses Pembentukan Identitas Sosial di Komunitas Oleh,” 2019.
[7] R. Yudhistira, A. Pratama, H. Koesyanto, and I. Artikel, “Kejadian Kecelakaan pada Pengemudi Ojek Online,” Higeia Journal of Public Health Research and Development, vol. 4 (Special 1), 2020, doi: 10.15294/higeia.v4iSpecial%201/34997.
[8] R. R. Hilman, “Kontruksi Sosial Ojek Online Perempuan (Studi Kasus Ojek Online Perempuan di Kota Surabaya),” 2019.
[9] P. P. Savira, “Kematangan Emosi dan Perilaku Agresif Pengemudi Ojek Online di Surabaya,” 1945.
[10] N. and T. Annisa, “Penggunaan Bahasa Emosi Antara Pengemudi Ojek Online dan Pelanggan: Tinjauan Psikolinguistik,” 2021.
[11] P. Jurnal et al., “Gambaran Beban Kerja Mental Dengan Produktivitas Kerja Pada Driver Ojek Online di Kota Medan,” vol. 6, no. 2, pp. 1–9, 2022.
[12] A. A. Putra, F. Himam, and N. S. Kusumastutie, “Studi Fenomenologi Kepuasan Kerja Pengemudi Ojek Online,” MEDIAPSI, vol. 8, no. 1, pp. 5–23, Jun. 2022, doi: 10.21776/ub.mps.2022.008.01.788.
[13] A. A. Agasni, E. S. Indrawati, and J. S. Soedarto, “Kecerdasan Spiritual Dengan Regulasi Emosi Mahasiswa Program Pendidikan Sarjana Kedokteran,” 2015.
[14] P. M. Yusuf and I. F. Kritiana, “Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Perilaku Prososial Pada Siswa Sekolah Menengah Atas,” 2017.
[15] R. D. Tri, “Pengaruh Konsep Diri dan Regulasi Emosi Terhadap Academic Burnout Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi,” 2022.
[16] K. Hanum, K. J. Psikologi, I. Darmawanti, and J. Psikologi, “Strategi Regulasi Emosi Pada Mahasiswa Dengan Banyak Peran,” n.d.
[17] M. P. Amanatullah, A. Atmasari, L. Hakim, and F. Psikologi Universitas Teknologi Sumbawa, “Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual Dengan Regulasi Emosi Pada Narapidana Kelas IIA Sumbawa Besar,” Jurnal Psimawa, vol. 3, no. 1, pp. 19–23, 2020. [Online]. Available: http://jurnal.uts.ac.id/index.php/PSIMAWA
[18] R. Firdaus and A. History, “Religiusitas dan Psychological Well-Being: Peran Mediasi Perilaku Prososial Pada Mahasiswa Aktivis Organisasi IMM,” Jurnal Psikohumanika, vol. 15, no. 2, pp. 96–110, 2023. [Online]. Available: http://ejurnal.setiabudi.ac.id/ojs/index.php/psikohumanika
[19] Z. Prasetyana and L. I. Mariyati, “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Regulasi Diri Pada Santri Madrasah Diniyah di Sidoarjo,” 2020.
[20] A. C. Silaen and K. S. Dewi, “Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Asertivitas (Studi Korelasi pada Siswa di SMA Negeri 9 Semarang),” 2015.
[21] J. Diskursus et al., “Hubungan Antara Kesulitan Belajar Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SDN 11 Sumbawa,” Jurnal Psimawa, 2019.
[22] I. Istiqomah, “Parameter Psikometri Alat Ukur Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ),” Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, vol. 4, no. 2, pp. 251–264, Dec. 2017, doi: 10.15575/psy.v4i2.1756.
[23] Sunarto, “Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Pada Toko Kerajinan Kulit Kartika Magetan,” vol. 3, pp. 1–15, 2015.
[24] P. D. R. Pramintari, A. Hanafia, and N. S. Nurhidayah, “Hubungan Religiusitas dan Regulasi Emosi Terhadap Resiliensi Pada Dewasa Awal Korban Ghosting,” vol. 7, no. 2, pp. 1–12, 2023.
[25] M. Angelia, S. Tiatri, and P. H. Heng, “Hubungan Religiusitas dan Regulasi Emosi Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Misi Humaniora dan Sains Sosial, vol. 4, no. 2, pp. 451–457, 2020, doi: 10.24912/jmishumsen.v4i2.8252.
[26] E. Nursanti, N. Gadis, and L. Hariyanto, “Religiusitas Dengan Regulasi Emosi Pada Ibu Single Parent,” IDEA: Jurnal Psikologi, vol. 5, no. 2, pp. 65–72, Oct. 2022, doi: 10.32492/idea.v5i2.5201.
[27] D. Risyana, “Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Perilaku Cyberbullying Pada Remaja,” 2019.
[28] S. Mauliza, “Hubungan Religiusitas Dengan Regulasi Emosi Pada Aktivis LDK Ar Risalah UIN Ar Raniry Banda Aceh,” 2021.
Downloads
Published
Issue
Section
Categories
License
Copyright (c) 2025 Mohamad Fani Bagas Ardiansah, Hazim Hazim

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.