Abstract

Tadarusan in the Great Mosque of Bandung is held every month of Ramadan, which is from the first Ramadhan to the end of Ramadhan, by completing 30 Juz, so that every day 1 juz. The author is interested in increasing the awareness of the Al-Qur'an regarding the phenomenon of the Koran Al-Qur’an and the purpose of the Al-Quran at the Bandung Grand Mosque, using Edmund Husserl’s phenomenologies approach with the first two steps of the epoche and the second eiditich vision. The results of this study indicate that people flocked to tadadrusan different stripes of different backgrounds there are housewives, employees, fathers, youth and children, who have a variety of different reasons there are those who answer because invited, fill in the blanks of time, take care of children, and there are those who want to expect a reward from reading the Qur’an. So the existence of the Al-Qur’an tadarusan is to broadcast or even read Al-Qur’an, so that people know and want to read the Qur’an regardless of the motive of the dilator behind it.

Pendahuluan

Kehadiran bulan suci Ramadhan selalu disambut dengan penuh kegembiraan oleh umat Muslim di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Di antara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sering dilakukan di mesjid-mesjid, surau ialah tadarus Al-Qur’an, seperti di Mesjid Raya Bandung. Istilah Tadarus berasal dari asal kata “darasa yadrusu”, yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran. Lalu ketambahan huruf ta’ di depannya sehingga menjadi tadarasa yatadarasu, maka maknanya bertambah menjadi saling belajar, atau mempelajari secara lebih mendalam.

Pengertian tadarus di atas erat kaitannya dengan kegiatan membaca. Menurut Ahmad Syarifuddin, bahwa “yang dimaksud tadarus adalah kegiatan qiraah sebagian orang atas sebagian yang lain sambil membetulkan lafal-lafalnya dan mengungkap makna-maknanya”. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tadarus ditulis “tedarus” yang berarti pengajian Al-Qur’an secara bergiliran atau mengaji Al-Quran.

Pemaknaan tadarus yang diartikan membaca, menelaah bersama-sama, dalam hal ini adalah Al-Quran Selain itu peneliti juga menyimpulkan, bahwasannya tadarus Al-Quran adalah kegiatan membaca, menyimak, dan mendengarkan ayatayat suci Al-Quran baik paham maknanya atau tidak, dilakukan sendiri maupun bersama-sama. Istilah Tadarus dikalangan masyarakat Jawa barat terdapat penambahan kata, menjadi tadarusan yang mempunyai makna yang sedikit berbeda dengan istilah tadarus. Tadarus biasanya berbentuk sebuah majelis di mana para pesertanya membaca Al-Quran bergantian. Satu orang membaca dan yang lain menyimak, atau membaca Al-Qur’an secara serentak dan bersama-sama serta didampingi oleh pembimbing/ustadz, sedangkan tadarusan di Mesjid Raya Bandung lebih fokus dibaca oleh pembimbing, dan masyarakat yang mengikutinya menyimak.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif den- gan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data di- lakukan dengan observasi dan wawancara mendalam dengan mengkaji isu sentral dari struktur utama sub- yek kajian dari para partisipan. Untuk meningkatkan ketepatan pengumpulan data dan menjamin penca- paian hasil yang komprehensif dari deskripsi tentang pengalaman dari partisipan, peneliti menggunakan teknik wawancara terbuka dan mendalam, merekam wawancara dan membuat catatan lapangan. Untuk menghindari subyektifitas, peneliti mengggunakan teknik triangulasi sumber.

Pembahasan

1. Sejarah Masjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung lebih dikenal dengan mesjid agung Bandung yang merupakan mesjid Provinsi Jawa Barat. Mesjid ini di bangun pada tahun 1811/1812 M. Perjalanan Mesjid ini terjadi 13 kali renovasi yang lima kali pada abad 19 M, dan yang ke 5 kali pada abad 20 dan renovasi terakhir pada tahun 2001 yang diresmikan pada tanggal 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jabar H.R.Nuriana. renovasi tersebut terdapat perubahan arsitekstur yang kental bercorak khas Sunda berubah menjadi bercorak Arab.

Pada permulaan adanya mesjid Raya Bandung, yang dulu dikenal dengan mesjid Agung dibangun bersamaan dengan dipindahkan pusat kota bandung dari krapyak (Parakanmuncang), ke Cikapundung yang diinstruksikan oleh bupati pada waktu itu Raden Wiranatakusuma II. Awal pendiriannya dengan bentuk panggung yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, dan dilengkapi sebuah kolam yang besar sebagai tempat berwudhu. Pada tahun 1825 terjadi kebakaran di mesjid Agung Bandung, sehingga pada tahun 1826 terjadi perombakan bangunan mesjid dinding dari bilik bambu, atap dari bahan kayu dengan yang baru. Direnovasi kembali pada atahun 1850 M dengan perluasan mesjid berdasarkan instruksi dari Bupati R.A Wiranatakusumah IV mengganti atap masjid dengan genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok batu-bata.

Seiring perkembangan zaman, masyarakat Bandung menjadikan masjid ini sebagai pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak umat seperti pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau peringatan hari besar Islam lain bahkan digunakan sebagai tempat dilangsungkan akad nikah. Sehingga pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah perubahan pun dilakukan seperti pembuatan mihrab dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan).

Kemudian pada tahun 1930, perombakan kembali dilakukan dengan membangun pendopo sebagai teras masjid serta pembangunan dua buah menara pada kiri dan kanan bangunan dengan puncak menara yang berbentuk persis seperti bentuk atap masjid, ini merupakan bentuk terakhir Masjid Agung Bandung dengan kekhasan atap berbentuk nyungcung. Menjelang konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total di antaranya kubah dari sebelumnya berbentuk “nyungcung” menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang. Selain itu menara di kiri dan kanan masjid serta pawestren berikut teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid hanyalah sebuah ruangan besar dengan halaman masjid yang sangat sempit. Keberadaan Masjid Agung Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk salat para tamu peserta Konferensi Asia Afrika. Kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno hanya bertahan sekitar 15 tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup angin kencang dan pernah diperbaiki pada tahun 1967, kemudian kubah bawang diganti dengan bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970. Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid semakin diperluas dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudlu, lantai dasar tempat salat utama dan kantor DKM serta lantai atas difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.

Perombakan Terakhir Tahun 2001 tanggal 25 Februari dengan perencanaan dan penataan penataan Masjid Agung dan alun alun sebagai ruang terbuka umum. Proses pembangunan memakan waktu 829 Hari (2 tahun 99 hari) selesai pada tanggal 13 Januari 2004 dan diresmikan tanggal 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana menyandang predikat sebagai masjid provinsi.

2. Dasar Tadarus Al-Qur’an

Terdapat beberapa ayat dalam Al-Quran yang secara khusus diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., sebagai perintah agar beliau dan umatnya membaca Al-Quran. Hal inilah kiranya dapat dijadikan sebagai dasar tadarus Al-Quran. Seperti firman Allah Swt pada/. surat al-Naml ayat 91-92:

aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri. dan supaya aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka Barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan Barangsiapa yang sesat Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan".

Lalu dalil Al-Qur’an yang menganjurkan untuk membaca Al-Qur’an secara bersama-sama, seperti dalil pada firman Allah Swt pada surat al-Qiyamah ayat 17:

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”

Selain dalil tersebut, hal ini juga sesuai hadits Rasulullah Saw yang menganjurkan membaca Al-Qur’an:

حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ وَهُوَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ، عَنْ زَيْدٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَّامٍ، يَقُولُ: حَدَّثَنِي أَبُو أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ، اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ، فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ». قَالَ مُعَاوِيَةُ: بَلَغَنِي أَنَّ الْبَطَلَةَ: السَّحَرَةُ،.

“Telah menceritakan kepadaku Hasan Bin Ali al-Hulwaniy, telah menceritakan kepada kami Abu Taubah (Rabi’ Bin Nafi’), telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah (Ibnu Salam) Dari Zaid bahwasanya ia mendengar Abu Salam berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Umamah al-Bahiliy, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah Al-Quran karena pada hari qiyamah nanti ia akan datang memberikan syafaat (penolong) kepada ahli-ahlinya.”

Lalu hadis Nabi yang menganjurkan untuk belajar Al-Qur’an

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِيُّ، جَمِيعًا عَنْ أَبِي عَوَانَةَ، قَالَ ابْنُ عُبَيْدٍ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ، وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ، لَهُ أَجْرَانِ

“Telah mengabarkan Qutaibah ibn Sa’id, Muhammad ibn Ubaid al-Ghubairu, secara bersama-sama dari Abi ‘Awanah, telah berkata Ibnu ‘Ubaid telah mengabarkan kepada kami Abu Awanah dari Qatadah, dari Zurarah ibn Aufa dari Said ibn Hisyam dari Aisyah berkata, Rasulullah Saw., bersabda orang yang pandai membaca Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan orang-orang yang membaca al-Qur’an terbatah-batah dan sulit membacanya mendapatkan dua pahala”

Dapat disimpulkan bahwa perintah untuk membaca Al-Quran, baik paham arti dan isi kandungannya ataupun tidak, sangat dianjurkan karena membaca Al-Quran merupakan suatu keutmaan.dasar-dasar dalam tadarrus Al-Qur’an dianjurkan baik secara sendiri ataupun berjamaah.

3. Tradisi Tadarusan Di Mesjid Raya Bandung

Tradisi tadarusan di Masjid Raya Bandung dilakukan pada bulan ramdhan dari tanggal 1 ramdhan hingga akhir ramdhan yaknni tanggal 29 radmadhan, tiap hari menyelesaikan 1 juz dari mulai surat al-Baqarah, disini penuilis melihat terdapat hal-hal yang unik tadarusan yang dilaksanakan di Mesjid Raya Bandung:

Pertama, adanya prosesi tadarus bersama-sama, dari jam 16.30 sampai menjelang berbuka diakhiri dengna doa khatmil Qur’an yang dilakukan secara berjama'ah dipimpin oleh Ustadz yang bertugas padahari tersebut.

Kedua, antusiasme masyarakat yang mengikuti tadarusan, ataupun hanya sekdar datang ke mesdjid tidak hanya masyarakat sekitar masjid, namun juga masyarakat yang datang dari berbagai kabupaten di Jawa Barat, mereka biasanya berombongan tua, muda dan anak-anak berangkat dari rumah masing-masing sebelum dzuhur atau sesudah ashar sambil membawa bekal untuk berbuka puasa. Mereka baru pulang ke rumah masing-masing setelah salat tarawih dengan mengendarai sepeda, sepeda motor roda dua, mobil, menyewa mobil, truk atau bus secara berombongan, naik angkutan umum dan lain-lain.

Ketiga, mengenai kegiatan yang mengiringi tadarusan ; masyarakat yang sudah berada di Masjid Raya Bandung sebelum Maghrib biasanya sambil menunggu berbuka puasa , ada yang tidur, mengobrol, melaksanakan aktivitas lainnya. Walaupun begitu masyarakat yang mengikuti tadarus Al-Quran, diantaranya meyakini bahwa terdapat manfaat mengikuti tadarusan , khusunya pahala yang dilipat gandakan dan rasa tenang. Sebagaimana wawancara peneliti dengan masyarakat Ibu Gono , menyatakan bahwa mereka tidak ada “Saya merasakan ketenangan setiap sehabis membaca Al-Quran. Seperti ketika saya sedang merasa ingin marah atau sedang berpikir yang tidak-tidak, kemudian saya membaca Al-Quran lalu saya merasa diri saya lebih baik. Rasa ingin marah yang sebelumnya, mereda. Apalagi manfaat dari membaca Al-Quran tidak hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat nanti.”

Hampir semua masyarakat yang mengikuti meyakini tentang pahala,kebaikan, keutamaan dan kemukjizatan dalam membaca Al-Qur’an namun dalam alasan kenepa mereka mengikuti kegiatan tersebut terdapat perbedaan, ada yang mengatakan sengaja mengikuti tadarusan Al-Qur’an hanya untuk mengajak anak supaya mau baca Al-Qur’an, sebagaimana wawancara dengan bapak Andi “ Saya ikut tadarusan al-Qur’an ini selain ingin mendapat pahala, juga mengajak anak saya untuk mau bersama-sama membaca Al-Qur’an”. Adapula yang di undang khusus dari Panitia tadarus kepada ibu-ibu majelis ta’lim, anak-anak yatim dan santri sekitar bandung untuk mengikuti tadarusan berjamaah dan buka bersama. Namun di luar itu sedikit banyak masyarakat yang tidak mengikuti tadarusan, dan bahkan tidak mengetahui ada tadarusan di Mesjid raya Bandung, seperti wawancara dengan Bapak Ujang, “ saya dari garut kesini hanya untuk jalan-jalan sambil itiqaf di Mesjid,….dan belum tahu kalau misalnya ada tadarusan sekarang” Jawaban yang sama yang dilontarkan oleh Suci, mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang baru tahu ada tadarusan al-Qur’an di Mesjid Raya Bandung.

Walaupun kebanyakan masyarakat yang hadir tidak mengetahui adanya tadarusan al-quran tetapi meyakini bahwa membaca Al-Qur’an itu banyak memberikan pahala dan manfaat bagi yang membaca dan yang mendengarkan.

penulis meminjam teori sosial dari Edmund Husserl, dengan membawa pendekatan fenomenologi dengan dua langkah yakni yang pertama apoche yang bermakna menahan diri atau menunda penilaian terhadap suatu tradisi ataupun kegiatan dan kedua ialah eiditich vision atau dikenal dengan istilah reduksi yakni memahami realitas secara objektif. Dari sini penulis melihat dengan metode pertama apoche bahwa masyarakat berbondong-bondong melaksanakaan tadadrusan berbagai latar belang yang berbeda ada yang ibu rumah tangga, pegawai, bapak-bapak, pemuda dan anak-anak, yang mempunyai berbagai alasan yang berbeda ada yang menjawab karena di undang, mengisi kekosongan waktu, menjaga anak-anak, dan ada yang ingin mengharapkan pahala dari membaca Al-Qur’an. lalu ketika berangkat kepada langkah selanjutnya yakni metode reduksi bahwa adanya tadarusan Al-Qur’an untuk menyiarkan antau membumikan membaca Al-Qur’an , sehingga masyarakat mengenal dan mau membaca Al-Qur’an terlepas dari motif yang dilator belakanginya.

Kesimpulan

Tradisi tadarusan di Masjid Raya Bandung merupakan salah satu wujud syiar dalam membumikan Al-Qur’an kepada masyarakat sekitar, karena tidak sedikit mereka belum mengenal Al-Quran dan membaca Al-Quran. Oleh karena itu hasil penelitian ini ialah, bahwa masyarakat berbondong-bondong melaksanakaan tadadrusan berbagai latar belang yang berbeda ada yang ibu rumah tangga, pegawai, bapak-bapak, pemuda dan anak-anak, yang mempunyai berbagai alasan yang berbeda ada yang menjawab karena di undang, mengisi kekosongan waktu, menjaga anak-anak, dan ada yang ingin mengharapkan pahala dari membaca Al-Qur’an. Sehingga adanya tadarusan Al-Qur’an ialah untuk menyiarkan antau membumikan membaca Al-Qur’an , sehingga masyarakat mengenal dan mau membaca Al-Qur’an terlepas dari motif yang dilator belakanginya.

References

  1. M. Yunus, Arab-Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, and others, Ed. Jakarta:: Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 1989.
  2. A. Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis Dan Mencitai Al-Quran. Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
  3. D. W. Purwa, Kamus umum Bahasa Indonesia,
  4. J. B. P. ., Ed. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
  5. A. Annuri, Ed., Panduan Tahsih Tilawah Al- Quran dan Pembahasan Ilmu Tajwid. Jakarta: Al-Kautsar, 2010.
  6. T. W. Natalia and H. Wibowo, “Proses Dan Alasan Terjadinya Transformasi Masjid Raya Bandung,” Jurnal Arsitektur Arcade , vol. 2, no. 3, pp. 170–170, 2018.
  7. A. N. Aprilina, “Sejarah Pembangunan dan Ren- ovasi pada Masjid Agung Bandung. Prosiding Seminar Heritage IPLBI,” in Prosiding Seminar Heritage IPLBI, 2017, pp. 251–258.
  8. E. Istiqomah and B. S. Budi, “Perkembangan karakteristik Arsitektural Masjid Agung Ban- dung 1810-1955.” Jurnal Lingkungan Binaan In- sonesia , vol. 2, pp. 34–49, 2013.
  9. “Hasil Wawancara Ibu Gono, manfaat mem- baca Al-Quran, pada tanggal 28 Mei 2019, pukul 16.30 di Mesjid Raya Bandung.”
  10. H. W. B. Andi, “Alasan mengikuti Tadarusan Al-Quran di Mesjid Raya Bandung, pada tang- gal 28 Mei 2019, pukul 16.30 di Mesjid Raya Bandung.”
  11. “Hasil Wawancara Bapak Ujang, Tadarusan Al- Qur’an di Mesjid Raya Bandung, pada tanggal 28 Mei 2019, pukul 17.00 di Mesjid Raya Bandung .”
  12. “Hasil Wawancara Suci , Tadarusan Al-Qur’an di Mesjid Raya Bandung, pada tanggal 28 Mei 2019, pukul 17.00 di Mesjid Raya Bandung ,” 2019.
  13. O. Hasbiyansyah, “Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi,” Jurnal Ilmiah Mediator, vol. 9, no. 1, 2008.