Abstract

This study aims to determine how interpersonal communication between ustadz and students forms self-concept at Al Fattah Gesing Islamic Boarding School Banjarsari Buduran Sidoarjo. The results of this study prove that Ustadz can build effective interpersonal communication with students in inculcating moral values ​​at Al-Fattah Islamic Boarding School because they pay attention to important aspects in interpersonal communication (namely: (1) openness; (2) empathy; (3) support; (4) positive; and (5) equality in the process of moral cultivation. The supports faced by Ustadz can build interpersonal communication with students in inculcating moral values ​​at Al-Fattah Islamic Boarding School are as follows: (1) Communication (in the form of advice, direction, and the like) that Ustadz does does not seem to force the students, so that students don't feel too tense when getting guidance from Ustadz; (2) Ustadz already know the background, personality, and life of students in the boarding school; (3 ) There is good coordination between Ustadz and HISFA (Al Fattah Santri Association) management.

Pendahuluan

Komunikasi dalam pondok pesantren Al Fattah terjadi melalui proses interaksi social antara ustadz dan santri, baik dalam_kegiatan_mengajar ataupun dengan_santri yang melanggar_aturan pondok, baik dari segitu pengalaman ibadahnya ataupun dalam menggunakan bahasa. Maka dari_itu ustadz dan santri harus sering berkomunikasi_dalam kegiatan_ekstrakurikuler, seperti adanya kegiatan_rutin seminggu sekali yakni kegiatan muhadhoroh. Interaksi ustadz dan santri ini merupakan bentuk dari komunikasi antar pribadi atau interpersonal, oleh sebab itu komunikasi yang sering dilakukan bersifat dialogis yang mana ustadz dan santri melakukan pertukaran informasi dan feedback.[1]

Dalam membentuk sebuah konsep diri santri di pondok pesantren, santri harus memahami keintiman dan simpati dari orang orang yang berada dalam lingkungan pondok pesantren. Seseorang memiliki bentuk pengalaman yang merupakan gambaran dari konsep diri yang dihasilkan oleh interaksi dengan lingkungan sekitar [2]. Konsep diri berkembang melalui pengalaman yang melekat sepanjang hidup. Oleh sebab itu masing-masing mempunya pengalaman dan lingkungan hidup yang berbeda-beda. Dengan hal ini mempengaruhi kualitas komunikasi antar pribadi dalam pondok pesantren [3]

Komunikasi yang bersifat dialogis sangat penting dilakukan, karena itu sangat efektif bila dibandingkan dengan metode yang lain, hal ini dimaksudkan untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif. Hasil komunikasi antar pribadi tersebut bisa dilihat bahwa pengalaman ibadah para santri yang disyariatkan oleh agama, kesopanan seorang santri dengan akhlaknya yang baik, maupun kedisiplinan santri dalam menjalankan perintah atau aturan yang berada dalam lingkunga pondok. [4].

Metode Penelitian

Penelitian ini_menggunakan metods kualitatif_deskriptif karena dalam penelitian ini berusaha untuk mempelajari fenomena social, bahwa penelitian kualitatif adalah sebuah tahap_yang mana menghasilkan suatu deskriptip_berupa kata tertulis maupun bentuk lisan_dari orang-orang yang perilakunya yang dapat kita amati. Teknik penentuan informan menggunakan teknik sampling purposif, Tujuan digunakannya purposive sampling adalah untuk menentukan sampel sebuah penelitian yang memang memerlukan kriteria-kriteria tertentu agar sampel yang diambil sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 9 orang, 3 ustadz dan 6 santri.[5]

No Nama Informan Umur Jabatan Jenis kelamin
1 Ivan Hudi 32 Usatdz Laki-laki
2 Ahmad Suhar 45 Ustadz Laki-laki
3 Jehansyah 24 Ustadzah Perempuan
4 Reynaldi 17 Santri Laki-laki
5 Audi Fajrin 18 Santri Laki-laki
6 M. Nur Rasuli 17 Santri Laki-laki
7 Meirisfa 18 Santri Perempuan
8 Widya Awalia 17 Santri Perempuan
9 Nur Isna 17 Santri Perempuan
Table 1.Karakteristik Informan [6]

Hasil dan Pembahasan

Sikap saling mendukung antara Ustadz dengan orang tua santri sebagai wujud dukungan nonmateri dalam Ustadzan karakter santri dalam penanaman nilai-nilai akhlak. Pentingnya sikap saling mendukung dalam penanaman akhlak, memberikan dorongan penulis untuk melihat efeknya dalam terbentuknya akhlak, yang ditinjau dari aspek dukungan [7]

Adanya sikap positif (positivisme) antara Ustadz dengan santri untuk mendekatkan seseorang pada keberhasilan, mewujudkan keinginan-keinginan mereka. Memiliki sikap positif sebagai bagian dari usaha meraih sukses, bahwa pikiran positif dapat membantu seseorang meraih kesuksesan dan lebih percaya dalam diri santri dalam penanaman nilai-nilai akhlak, tanpa adanya positif (positivisme) antara Ustadz dengan santri maka upaya Ustadz dalam penanaman akhlak akan menjadi kendala.

kesetaraan (equity) ini sesuai arahan Josep A. Devinto dalam bukunya ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih cantik atau lebih tampan daripada yang lain. [8]

Kesetaraan ini juga menjadi nilai yang dipegang oleh Ustadz untuk tidak menganggap ada yang istimewa dari santri, baik itu yang mampu atau tidak mampu dan aspek lainnya karena, bagi Ustadz nilai kesetaraan adalah nilai yang utama dalam memberikan penanaman akhlak kepada santri. Jika Ustadz tidak adil maka akan menjadi cela/contoh yang buruk bagi santri kepada terhadap Ustadznnya [9].

Kesimpulan

Ustadz dapat membangun komunikasi interpersonal yang efektif dengan santri dalam penanaman nilai-nilai akhlak di Pondok Pesantren Al-Fattah karena memperhatikan aspek-aspek penting yang ada dalam komunikasi interpersonal (yaitu: (1) keterbukaan; (2) empati; (3) mendukung; (4) positif; dan (5) kesetaraan pada proses penanaman akhlak.

Penunjang yang dihadapi oleh Ustadz dapat membangun komunikasi interpersonal dengan santri dalam penanaman nilai-nilai akhlak di Pondok Pesantren Al-Fattah ialah sebagai berikut: (1) Komunikasi (berupa; nasehat, arahan, dan sejenisnya) yang dilakukan Ustadz tidak terkesan memaksa santri, sehingga santri tidak merasa terlalu tegang ketika mendapat bimbingan dan Ustadzan; (2) Ustadz sudah mengetahui latar belakang, kepribadian, dan kehidupan santri di pondok; (3) Adanya koordinasi yang baik antara Ustadz dengan pengurus OSPSH (Organisasi Santri/Wati PondokPesantren Al Fattah) [10].

Hambatan yang dihadapi oleh Ustadz dalam membangun komunikasi interpersonal dengan santri untuk penanaman nilai nilai akhlak di Pondok Pesantren Al-Fattah ialah sebagai berikut: (1) Adanya oknum santri yang sudah tidak bisa bertahan hidup di pondok; (2) Oknum santri yang yang tidak memperdulikan aturan-aturan pesantren.

References

  1. Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta: PT. Graha Ilmu, 2011).
  2. Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010 ).
  3. Mu’in , Fathul. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik Dan Praktik, ( Jogjakarta : Ar- Ruzz Media,2011).
  4. Rakhmat, Jalaludin Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998).
  5. Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).
  6. Tanshzil, Sri Wahyuni. Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012.
  7. Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).
  8. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001
  9. M. Hardjana, Agus. Komunikasi Interpersonal & Interpersonal, (Yogyakarta : Kansius, 2003).
  10. Moleong, Ley J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2007).